KPK mengumumkan penahanan terhadap Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE) setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Tahun 2021-2022.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka LMRE untuk 20 hari pertama, mulai tanggal 27 November 2023 sampai 16 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Selain Rusman Emba, penyidik KPK juga mengumumkan penahanan terhadap pemilik PT Mitra Pembangunan Sultra, La Ode Gomberto, setelah yang bersangkutan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara serupa.
Tersangka La Ode Gomberto lebih dulu ditahan, yakni mulai tanggal 22 November 2023 sampai 11 Desember 2023 di Rutan KPK, Jakarta.
Asep mengatakan kasus tersebut berawal ketika Pemerintah pusat membuat program pinjaman bagi pemerintah daerah untuk pemulihan keuangan pascapandemi COVID-19 dengan nama dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Salah satu pemerintah daerah yang mengajukan dana pinjaman pemulihan ekonomi itu adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna yang saat itu dipimpin oleh La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE) selaku bupati.
Pada bulan Januari 2021, LMRE mengajukan permohonan pinjaman PEN untuk Pemkab Muna kepada menteri keuangan yang ditembuskan kepada menteri dalam negeri dan direktur utama PT Sarana Multi Infrastruktur dengan nilai besaran pinjaman Rp401,5 miliar.
Agar permohonan pinjaman itu segera ditindaklanjuti, LMRE kemudian memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) untuk menghubungi Mochamad Ardian Noervianto (MAN) selaku direktur jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020-November 2021 agar prosesnya dapat "dikawal".
LMRE memerintahkan LMSA menghubungi MAN karena keduanya pernah menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan.
Dari pembicaraan antara LMSA dan MAN, disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalan pengajuan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Muna berjalan lancar.
LMRE selanjutnya memerintahkan LMSA agar mencari donatur untuk menyiapkan sejumlah uang yang diminta MAN.
LMSA kemudian menghubungi La Ode Gomberto (LG), yang merupakan salah satu pengusaha di Kabupaten Muna, untuk membahas penggunaan dana PEN apabila cair.
Guna meyakinkan LG agar bersedia menyiapkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana pinjaman PEN tersebut, LMSA mengistilahkan kedekatannya dengan MAN dengan kalimat, "jangan ragu, dia ini satu bantal dengan saya".
Selanjutnya, terkumpul uang sekitar Rp2,4 miliar yang bersumber dari kantong pribadi LG yang disiapkan untuk diberikan kepada MAN. Uang yang terkumpul tersebut diketahui oleh LMRE dan LMSA.
Penyerahan uang senilai Rp2,4 miliar kepada MAN itu dilakukan secara bertahap oleh LMSA di Jakarta, dengan nilai mata uang dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat (AS).
Atas penyerahan uang tersebut, MAN kemudian membubuhkan parafnya pada draf final mendagri, yang berlanjut pada bubuhan tandatangan persetujuan dari surat mendagri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp401,5 miliar.
Atas perbuatannya, LMRE dan LG sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, MAN dan LMSA sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka LMRE untuk 20 hari pertama, mulai tanggal 27 November 2023 sampai 16 Desember 2023 di Rutan KPK," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Selain Rusman Emba, penyidik KPK juga mengumumkan penahanan terhadap pemilik PT Mitra Pembangunan Sultra, La Ode Gomberto, setelah yang bersangkutan juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara serupa.
Tersangka La Ode Gomberto lebih dulu ditahan, yakni mulai tanggal 22 November 2023 sampai 11 Desember 2023 di Rutan KPK, Jakarta.
Asep mengatakan kasus tersebut berawal ketika Pemerintah pusat membuat program pinjaman bagi pemerintah daerah untuk pemulihan keuangan pascapandemi COVID-19 dengan nama dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Salah satu pemerintah daerah yang mengajukan dana pinjaman pemulihan ekonomi itu adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muna yang saat itu dipimpin oleh La Ode Muhammad Rusman Emba (LMRE) selaku bupati.
Pada bulan Januari 2021, LMRE mengajukan permohonan pinjaman PEN untuk Pemkab Muna kepada menteri keuangan yang ditembuskan kepada menteri dalam negeri dan direktur utama PT Sarana Multi Infrastruktur dengan nilai besaran pinjaman Rp401,5 miliar.
Agar permohonan pinjaman itu segera ditindaklanjuti, LMRE kemudian memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar (LMSA) untuk menghubungi Mochamad Ardian Noervianto (MAN) selaku direktur jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode Juli 2020-November 2021 agar prosesnya dapat "dikawal".
LMRE memerintahkan LMSA menghubungi MAN karena keduanya pernah menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan.
Dari pembicaraan antara LMSA dan MAN, disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalan pengajuan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Muna berjalan lancar.
LMRE selanjutnya memerintahkan LMSA agar mencari donatur untuk menyiapkan sejumlah uang yang diminta MAN.
LMSA kemudian menghubungi La Ode Gomberto (LG), yang merupakan salah satu pengusaha di Kabupaten Muna, untuk membahas penggunaan dana PEN apabila cair.
Guna meyakinkan LG agar bersedia menyiapkan sejumlah uang dalam rangka pengurusan dana pinjaman PEN tersebut, LMSA mengistilahkan kedekatannya dengan MAN dengan kalimat, "jangan ragu, dia ini satu bantal dengan saya".
Selanjutnya, terkumpul uang sekitar Rp2,4 miliar yang bersumber dari kantong pribadi LG yang disiapkan untuk diberikan kepada MAN. Uang yang terkumpul tersebut diketahui oleh LMRE dan LMSA.
Penyerahan uang senilai Rp2,4 miliar kepada MAN itu dilakukan secara bertahap oleh LMSA di Jakarta, dengan nilai mata uang dalam bentuk dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat (AS).
Atas penyerahan uang tersebut, MAN kemudian membubuhkan parafnya pada draf final mendagri, yang berlanjut pada bubuhan tandatangan persetujuan dari surat mendagri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp401,5 miliar.
Atas perbuatannya, LMRE dan LG sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, MAN dan LMSA sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.