Ketua Yayasan Kanopi Hijau Indonesia Bengkulu Ali Akbar menyebut emisi yang dihasilkan PLTU batubara Bengkulu dengan daya 2 x 100 megawatt (MW) melepaskan karbon yang setara dengan 570 ribu kendaraan roda empat per tahun.

Hal itu dihitungnya berdasarkan perbandingan hasil riset Massachusetts Institute of Technology (MIT) yang menyebut PLTU batubara berdaya 1000 MW dengan teknologi super ultra kritikal menghasilkan emisi setara dengan tiga juta kendaraan bermotor roda empat.

Sementara pada 2016 jumlah kendaraan roda dua dan empat di Provinsi Bengkulu mencapai 850 ribu unit.

Hal ini terungkap dalam diskusi daring yang digelar Kanopi Hijau Indonesia dengan tema hak rakyat atas informasi polusi udara, Jumat (26/06).

Diskusi ini menghadirkan empat narasumber yakni peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Bella Natalia, akademisi Universitas Bengkulu (UNIB) Djonet Santoso, Komisioner Komisi Informasi Publik Mona Anggraini dan aparatur Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bengkulu Zainubi.

"Artinya masyarakat perlu mendapat informasi yang utuh karena emisi dari PLTU Teluk Sepang yang berdiri di tengah kota itu hampir setara dengan emisi buang seluruh kendaraan roda yang ada di Provinsi Bengkulu," kata Ali.

Ia menjelaskan, hak atas lingkungan yang bersih dan sehat merupakan hak asasi manusia, namun sayangnya hak masyarakat untuk mendapatkan informasi apakah udara yang dihirup masih sehat atau berbahaya bagi kesehatan seringkali diabaikan.

Kata Ali, dalam berbagai riset yang sudah tersebar di masyarakat, emisi PLTU batubara yang mengandung PM 2,5 dapat mengakibatkan berbagai penyakit mematikan seperti stroke, jantung, kanker dan penyakit pernafasan akut.

Hal senada juga diungkapkan peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Bella Natalia.

Bella mengatakan, informasi atas emisi seringkali diabaikan oleh pemerintah, padahal berkaitan dengan HAM.

Ia mencontohkan saat PSBB di DKI Jakarta, banyak orang berasumsi kualitas udara membaik padahal berdasarkan hasil penelitian justru masih sama dengan tahun sebelumnya.

"Pada Maret dan April 2020, PM 2,5 masih sama padahal kendaraan berkurang sangat jauh dan ternyata Kota Jakarta dikelilingi 10 PLTU batubara dalam radius 100 kilometer," paparnya.

Bela menjelaskan, PLTU batubara mengeluarkan material berupa partikel berukuran 2,5 milimikron yang mencemari ke Kota Jakarta.

Material tak kasat mata ini berdampak sangat signifikan terhadap lingkungan dan manusia karena mengandung SO 2, nox debu yang tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan tapi juga mencemari laut, air permukaan dan lahan pertanian.

Dalam Peraturan Menteri LHK No 15 tahun 2019, PLTU wajib melakukan pemantaun emisi dengan Sistem Pemantauan Emisi secara terus-menerus atau Continuous Emissions Monitoring System (CEMS). 

Pasal 19 ayat 2 peraturan tersebut, laporan pemantauan emisi secara terus menerus disampaikan satu kali dalam tiga bulan kepada pemberi izn dan pemantauan terhadap SO2, NOx, PM, dan Hg.

"Kemudian dalam PP 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pada pasal 49 menyebutkan hasil inventarisasi dan pemantauan baku mutu emisi wajib disebarluaskan kepada masyarakat," ucapnya.

Menurut Bella, Indonesia bisa belajar dari China yang pada 2008 kabut asap tebal menyelimuti Beijing hingga mengganggu pelaksanaan olimpiade lalu pemerintah China menerbitkan peraturan keterbukaan informasi.

Kemudian 2014 pemerintah memerintahkan setiap PLTU untuk mempublikasikan emisi secara daring dan dapat diakses masyarakat.

Pemerintah Indonesia menurutnya dapat meniru hal ini karena di wilayah DKI Jakarta saja, informasi tentang emisi belum dapat diakses masyarakat dengan mudah dan berkala.

Sementara itu, dosen pengampu mata kuliah Administrasi Publik Fakultas Isipol Universitas Bengkulu DJonet Santoso mengatakan keterbukaan informasi mengedepankan lokus kepentingan publik, maka fokusnya adalah bagaimana kepentingan publik diinformasikan. 

Ia menjelaskan, ada delapan informasi publik yang harus digarisbawahi yaitu ketersediaan informasi, mudah dipahami, relevan dengan persoalan, memberikan manfaat untuk publik, tepat waktu, keandalan atau bisa digunakan dan diterapkan, dan akurat dan konsisten.

Terkait dengan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, komisioner KIP Provinsi Bengkulu, Mona Anggraini mengatakan ha katas informasi publik dijamin dalam Undang-Undang.

Ia juga menjelaskan tata cara mendapatkan informasi yaitu meminta kepada badan publik terlebih dahulu dengan mencantumkan tujuan informasi tersebut, jika tidak direspon kemudian menyatakan keberatan kemudian baru mengajukan sengketa informasi kepada komisi.

Sedangkan ASN Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu Zainubi, mengatakan pada 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasang sejumlah alat pemantau kualitas udara di Kota Bengkulu khususnya memantau emisi dari kendaraan bermotor.

"Sedangkan di PLTU batubara Teluk Sepang telah dipasang alat monitor CEMS dan jika sudah operasi, PT TLB menyampaikan laporan secara langsung ke ESDM, DLHK, Disnaker. Mereka akan beroperasi mulai Agustus tahun ini," demikian Zainubi.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020