Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak menghadiri rapat kerja bersama Panitia khusus Rencana Peraturan Daerah (RPP) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) DPRD Provinsi Bengkulu.
Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah di Bengkulu Rabu mengatakan, alasan penolakan tersebut lantaran Raperda itu dinilai hanya akan menimbulkan banyak permasalahan baru terhadap lingkungan hidup karena dipayungi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
"Undang-undangnya saja sudah bermasalah apalagi turunannya (Raperda). Niatnya DPRD itu sudah bagus tapi pertanyaannya kalau payung hukumnya sudah bermasalah bagaimana dengan turunannya," kata Beni.
Beni menyebut, penolakan Walhi untuk terlibat dalam pembahasan peraturan yang menjadi turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law tidak hanya dilakukan di Bengkulu saja, melainkan dilakukan serentak oleh Walhi se-Indonesia.
Hal itu, sambung Beni, sebagai respon atas upaya Pemerintah yang mendorong seluruh pemerintah daerah untuk segera menyesuaikan peraturan daerah yang ada dan yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
Menurutnya, semangat pemerintah daerah menjaga lingkungan hidup melalui Raperda RPPLH bertolakbelakang dengan apa yang ada di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law yang justru dianggap melemahkan penyelamatan lingkungan hidup karena terlalu mementingkan investasi.
Apalagi, kata Beni, banyak pasal dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dinilai berpihak dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup justru dihilangkan dan tidak dimuat dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
"Contohnya soal izin lingkungan. Amdal itu dalam UU Omnibus Law dia tidak menjadi bagian khusus lagi dan hanya menjadi syarat saja. Pertanyaannya dulu saja Amdal setebal itu masih bermasalah apalagi sekarang yang tanpa pengawasan," paparnya.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda RPPLH DPRD Provinsi Bengkulu Usin Abdisyah Putra Sembiring menyayangkan sikap Walhi Bengkulu yang menolak menghadiri rapat kerja bersama pansus.
Menurut politisi Partai Hanura tersebut, Raperda RPPLH yang saat ini sedang dibahas itu sama sekali tidak mengacu ke UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law, melainkan mengacu ke UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Jadi itu namanya takut dengan hantu, belum ketemu hantu sudah takut duluan. UU Omnibus Law itu turunannya belum ada. Apakah Kepmen, Kepres, PP belum ada dan belum bisa terlaksana secara teknis," papar Usin.
Ia menjelaskan, Raperda RPPLH yang sedang dibahas itu dirancang untuk menjadi payung hukum bagi Perda sektoral lainnya seperti Perda RTRW, Amdal, dan Perda Kawasan Pesisir Terpadu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu Beni Ardiansyah di Bengkulu Rabu mengatakan, alasan penolakan tersebut lantaran Raperda itu dinilai hanya akan menimbulkan banyak permasalahan baru terhadap lingkungan hidup karena dipayungi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
"Undang-undangnya saja sudah bermasalah apalagi turunannya (Raperda). Niatnya DPRD itu sudah bagus tapi pertanyaannya kalau payung hukumnya sudah bermasalah bagaimana dengan turunannya," kata Beni.
Beni menyebut, penolakan Walhi untuk terlibat dalam pembahasan peraturan yang menjadi turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law tidak hanya dilakukan di Bengkulu saja, melainkan dilakukan serentak oleh Walhi se-Indonesia.
Hal itu, sambung Beni, sebagai respon atas upaya Pemerintah yang mendorong seluruh pemerintah daerah untuk segera menyesuaikan peraturan daerah yang ada dan yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
Menurutnya, semangat pemerintah daerah menjaga lingkungan hidup melalui Raperda RPPLH bertolakbelakang dengan apa yang ada di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Omnibus Law yang justru dianggap melemahkan penyelamatan lingkungan hidup karena terlalu mementingkan investasi.
Apalagi, kata Beni, banyak pasal dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dinilai berpihak dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup justru dihilangkan dan tidak dimuat dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law.
"Contohnya soal izin lingkungan. Amdal itu dalam UU Omnibus Law dia tidak menjadi bagian khusus lagi dan hanya menjadi syarat saja. Pertanyaannya dulu saja Amdal setebal itu masih bermasalah apalagi sekarang yang tanpa pengawasan," paparnya.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda RPPLH DPRD Provinsi Bengkulu Usin Abdisyah Putra Sembiring menyayangkan sikap Walhi Bengkulu yang menolak menghadiri rapat kerja bersama pansus.
Menurut politisi Partai Hanura tersebut, Raperda RPPLH yang saat ini sedang dibahas itu sama sekali tidak mengacu ke UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Omnibus Law, melainkan mengacu ke UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Jadi itu namanya takut dengan hantu, belum ketemu hantu sudah takut duluan. UU Omnibus Law itu turunannya belum ada. Apakah Kepmen, Kepres, PP belum ada dan belum bisa terlaksana secara teknis," papar Usin.
Ia menjelaskan, Raperda RPPLH yang sedang dibahas itu dirancang untuk menjadi payung hukum bagi Perda sektoral lainnya seperti Perda RTRW, Amdal, dan Perda Kawasan Pesisir Terpadu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020