Jakarta (Antara) - Kementerian Kehutanan mengungkapkan saat ini diperkirakan seluas 48 juta hektar hutan alam produksi di Indonesia dalam kondisi terlantar.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Jakarta, Rabu menyatakan, luas hutan yang terlantar tersebut antara lain terdiri dari 33,6 juta hektar hutan produksi HPH (hak pengusaan hutan) yang tidak aktif  serta 12,5 juta hektar hutan yang berada dalam status moratorium  dan sisanya merupakan hutan alam produksi.

Menurut Menhut pada Sarasehan Nasional "Masa Depan Hutan Produksi Indonesia", luas hutan produksi saat ini 77,83 juta hektar atau sekitar 59,29 persen dari total luas kawasan Indonesia.

Dari luasan itu, tambahnya, kawasan yang dikelola dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) atau Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tinggal 30,9 persen atau 24,1 juta hektare.

"Dengan berkurangnya luas hutan alam produksi yang dikelola unit manajemen Hak Pengelolaan Hutan/Restorasi Ekosistem (HPH/RE), mengakibatkan luas kawasan hutan produksi yang telantar kian bertambah karena kondisi hutan terus menurun," katanya.

Luas kawasan hutan alam produksi yang terlantar semakin bertambah menyusul banyaknya HPH yang tidak aktif atau tidak dapat beroperasi, meski izin masih berlaku, yang saat ini masih sekitar  33,6 juta hektare.

"Dari total pemilik 294 HPH, kata dia, hanya 115 unit manajemen atau 39 persen yang masih beroperasi. Sisanya, sudah tidak beroperasi," ucapnya.

Hal senada dinyatakan Ketua Bidang Produksi Hutan Tanaman Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Nana Suparna bahwa saat ini terdapat 33,6 juta hektare kawasan hutan produksi yang tidak dimanfaatkan atau dikelola.

"Kondisi di lapangan cenderung buruk dan rusak akibat pembalakan liar dan pembakaran tak terkendali karena tak ada penanggungjawabnya," katanya.

Nana menyatakan, kawasan yang aktif dikelola dengan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) hanya 9,4 juta hektare atau 17 persen dari total luas kawasan hutan produksi tetap dan terbatas.

Sementara itu, kawasan yang aktif dikelola berdasarkan sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) sekitar 8 persen. "Dengan demikian, sisanya sekitar 75 persen tidak jelas pengelolaannya," katanya.

Dia menambahkan, luas hutan alam produksi yang dikelola berdasarkan sistem TPTI pun akan terus menurun jika tak ada perubahan kebijakan tata kelola.

"Ada tantangan besar, yaitu mencari cara agar unit manajemen yang mengelola hutan alam produksi bisa dibantu," katanya.

Menurut dia, salah satu insentif dari pemerintah yang diharapkan untuk mendongkrak kinerja pengelolaan hutan adalah dengan membuka keran ekspor log, kayu gergajian, dan meningkatkan luas penampang moulding agar nilai kayu meningkat.

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013