Depok (Antara) -  Iming-iming gaji jutaan rupiah, ikut keluarga kaya dan disebar ke berbagai kota di seluruh Indonesia yang dijanjikan oleh para calo pembantu rumah tangga (PRT), membuat banyak gadis lugu dari desa segera saja terpikat.

Tetapi alih-alih menemukan impiannya di rantau, mereka tidak jarang terdampar di tempat penyekapan atau disiksa oleh majikan.    

Tergiur oleh janji gaji sebesar Rp1 juta per bulan sebagai pembantu rumah tangga (PRT), upah Rp1,5 juta sebagai perawat orang lanjut usia (lansia) dan Rp2 juta untuk mengasuh bayi/balita, puluhan wanita muda akhirnya terdampar di sebuah tempat penyekapan di bilangan Bintaro, Tangerang Selatan.

Nurhikmah (16), warga Tegal, Jawa Tengah misalnya, mengaku telah disekap sekitar dua bulan. Awalnya ia dijanjikan diberi gaji besar jika bersedia bekerja sebagai PRT di Jakarta. "Sama sponsor ditawari kerja, gajinya banyak. Ditempatin di tempat majikan di sekitar Jakarta."

Mereka kemudian ditemukan di sebuah perusahaan penyalur PRT (PT. CKM) yang beralamat di Jl. Kucica JF 18 Nomor 17, Bintaro, Tangerang Selatan, setelah polisi melakukan penggerebekan. Perusahaan itu diduga menyekap 88 orang wanita muda.

Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Pondok Aren Kompol Hafidz Susilo Herlambang membenarkan adanya penyekapan itu. "Perusahaan itu milik Wahyu Edi Wibowo, bergerak di bidang penyalur pembantu rumah tangga, baby sitter, dan perawat manula."
    Saat digerebek, petugas menemukan puluhan pembantu rumah tangga yang disekap berdesakan di sebuah ruangan berukuran 8x5 meter.  Kasus penyekapan ini terungkap berdasarkan hasil pengembangan dari penggerebekan di yayasan wilayah Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Di lokasi itu ada sekitar 30 orang yang disekap.

Ke-88 wanita muda yang disekap itu kini diamankan pihak kepolisian. Mereka terdiri atas tiga orang berusia 15 tahun, 10 orang berusia 16 tahun, 21 orang berusia 17 tahun, selebihnya berusia di atas 18 tahun. "Para wanita itu akan dipekerjakan di seluruh wilayah di Indonesia," kata Hafidz.

Atas tindakan itu, pemilik perusahaan penyalur PRT tersebut terancam dijerat pasal 88 UU No 23 tahun 2002 tentang eksploitasi anak dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim)  Polres Kota Tangerang, Kompol Siswo Yuwono menyebutkan, polisi  menetapkan pasal ini setelah didapati 34 anak di bawah umur yang akan dipekerjakan sebagai PRT dan pengasuh.

Terkait kasus penyekapan dan indikasi penyiksaan, Siswo mengaku masih melakukan pemeriksaan dan bila memang nanti hasil dari pemeriksaan ditemukan fakta baru, barulah akan dikenakan pasal lain yang berhubungan. "Memang kalau mereka mau pulang harus bayar Rp20 juta sampai Rp30 juta. Tapi hal itu masih kami dalami," katanya.

PRT yang dibebaskan Polsek Pondok Aren itu berasal dari berbagai daerah di pulau Jawa. Mereka ditawari pekerjaan oleh sponsor sebagai baby sitter, suster manula dan  PRT serta dijanjikan disebar ke berbagai daerah.

Menurut Nurohmah, salah seorang calon PRT asal Pemalang, Jawa Tengah banyak calon PRT yang kerap disekap di sebuah ruangan jika melakukan kesalahan. Dia mengaku pernah disekap petugas yayasan lantaran dituduh mencuri uang Rp5 ribu. "Saya pernah disekap di rumah kosong sampai empat hari gara-gara difitnah nyuri uang," ujarnya.

Dia bersyukur polisi menggerebek Yayasan CKM, karena banyak calon PRT yang tidak betah lantaran kerap diperlakukan kasar, sehingga selalu mencoba kabur dari yayasan. Ana (19), calon PRT asal Lampung Timur mengaku, selama 43 hari dalam penampungan diperlakukan tidak manusiawi oleh pemilik perusahaan tersebut.

"Memang, satu hari dikasih makan tiga kali, tapi porsinya sedikit sekali. Selain lauknya hanya tahu, tempe dan oncom, terkadang makanannya sudah basi," ujarnya sambil menambahkan, para calon tenaga kerja ini tidur di ubin, bahkan di atas balkon yang terbuat dari kawat dan diperlakukan kasar (ditempeleng) jika berbuat salah.

"Kami sebenarnya kami sudah tidak betah tinggal di penampungan. Tapi kalau keluar, harus membayar denda antara Rp2,5 juta sampai Rp6 juta, tergantung pekerjaannya. Alasannya untuk mengganti uang pendidikan. Karena selama masih dalam penampungan, semua dididik dulu," kata Ana.

    
Disiksa
Sementara itu Kepolisian Resor Kota (Polresta) Pekanbaru menetapkan seorang dokter wanita, Ronika S sebagai tersangka kasus penganiayaan pembantunya. Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Arief Fajar menyebutkan, dokter ini diduga melakukan penganiayaan terhadap pembantunya, Ancelia Boekletes (14) asal Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Bocah bawah umur ini melarikan diri dari rumah majikannya di Jl. Bakti No 02, RT01 RW12, Tangkerang Barat. "Korban yang berhasil keluar dari rumah majikannya, lantas ditolong warga sekitar. Dari sana warga ikut mendampingi korban melaporkan dugaan penganiayaan itu ke Polresta," kata Arief.

Menurut pengakuan korban AB kepada penyidik, selama bekerja sembilan bulan selalu mendapat perlakuan kasar dari majikannya. Tanpa ada alasan yang jelas, kadang korban dipukul pakai ikat pinggang, ditampar dan pernah ditusuk pakai gunting. "Ibu itu sangat pemarah sekali. Setiap hari kerjanya marah-marah dan memukuli saya," kata dia.

Bocah itu juga mengaku, selama bekerja sembilan bulan belum terima gaji. Malah makan juga dibatasi hanya boleh sekali saja. "Saya tak tahan terus menerus dipukuli, makanya saya melarikan diri dan ditolong warga," ujarnya.

Kasat Reskrim menambahkan, pihaknya kini terus mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan penganiayaan tersebut. Jika bukti cukup, polisi akan menahan Ronika.

Terkait kasus penyiksaan tersebut, belasan  orang dari keluarga besar asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pekanbaru mendatangi rumah dokter Ronika. Mereka mendesak agar dokter itu  segera ditahan di kantor polisi.

Di Surabaya, warga Perumahan Kebraon Indah  Permai digegerkan oleh peristiwa gantung diri pembantu rumah tangga. Muyasaroh (41) asal Rembang, Jawa Tengah  tewas dengan posisi menggantung di tangga di rumah majikannya, Joko.

Menurut Kapolsek Karang Pilang Surabaya Kompol Kajat  PRT itu ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa oleh majikannya. Dia gantung diri di tangga dengan menggunakan kain yang diikatkan ke besi tangga. ¿Kami masih menyelidiki penyebab korban melakukan aksi nekatnya itu.¿

Meski menjadi PRT banyak masalahnya, tetapi jumlah wanita muda yang menekuni pekerjaan ini cenderung terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah, sebagian besar warga desa tidak berpendidikan, penghasilan mereka tidak mencukupi dan pekerjaan ini tidak menuntut ijazah serta relatif mudah dikerjakan.

Menurut seorang wanita muda asal Jawa Tengah, sebut saja Imah, di kampung tidak ada pekerjaan, paling jadi buruh tani yang penghasilannya tidak pasti karena kerjanya kalau ada perintah dari pemilik lahan saja. Lalu dia pergi ke kota dan sempat bekerja di sebuah pabrik garmen di Kota Tangerang.

Tetapi dia kemudian lebih memilih bekerja sebagai PRT ketimbang menjadi buruh pabrik. "Gaji dari pabrik habis cuma buat biaya hidup saja, buat bayar kontrakan sama makan. Gajiannya dua minggu sekali Rp300 ribu, jadi sebulan Rp600 ribu, dapat lemburan kalau hari Minggu  masuk kerja," kata Imah.

Kerja di rumah tangga, katanya, gaji bulanan utuh, uang jajan mingguan bisa dipakai beli pulsa, keperluan mandi diberikan oleh majikan, makan cukup, jika sakit dibawa berobat. Gaji bisa dikumpulkan dan dikirim ke kempung.

Organisasi  Buruh Internasional (ILO) memperkirakan jumlah PRT di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat tajam, seiring dengan semakin membaiknya perekonomian dan peningkatan kelas menengah.

Estimasi ILO pada tahun 2009, ada  3 hingga 4 juta PRT bekerja di Indonesia. Sementara menurut Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga, jumlah PRT di Indonesia 2009 diperkirakan 10 juta orang, dan lebih dari 67 persen rumah tangga kelas menengah dan menengah atas mempekerjakan PRT.

Agar nasib PRT  lebih baik, seperti ditekankan Perwakilan ILO di Indonesia, Irham Ali Saifuddin, kondisi ini harus ditunjang dengan peningkatan keterampilan dan kemampuan mereka sehingga pekerjaan itu mengarah ke profesional dengan perlindungan payung hukum yang mumpuni.

Pewarta: Oleh Illa Kartila

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013