Sejumlah pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, sejak beberapa tahun belakangan mulai mengembangkan potensi kopi lokal sebagai produk usaha dengan memanfaatkan bahan baku yang melimpah.
"Potensi ekonomi khususnya kopi ini bukan hanya konteksnya hanya tanaman musiman, bukan hanya konteksnya hal-hal tertentu melainkan bisnis menjanjikan," kata Haris Gunawan, pemilik usaha Bermani Coffee ditemui di Rejang Lebong, Selasa.
Dia menjelaskan, potensi pengembangan tanaman kopi di daerah itu dan daerah lainnya di Provinsi Bengkulu dapat dilihat setelah panen, di mana biji kopi diolah menjadi bahan baku dan kemudian dilakukan pengolahan sehingga menjadi roast bean, bubuk maupun wine yang bisa diolah selama satu tahun berjalan.
"Saya optimis dengan pengembangan kopi di Rejang Lebong dan wilayah lainnya di Provinsi Bengkulu yang luasannya mencapai 110.000 hektare tersebar di Rejang Lebong 23.000 hektare, Kepahiang 24.000 hektare, Benteng ada sekian ribu hektare dan Seluma juga punya potensi," terangnya.
Peluang usaha menjanjikan di bidang pertanian kopi ini, kata Haris telah dirasakannya. Produk kopi spesial robusta petik merahnya yang dikelola secara natural dan kimiawi tersebut memiliki harga jual yang cukup tinggi serta berhasil menembus pasar nasional bahkan pada 2019 merebut juara dunia di Paris, Prancis.
Dirinya melihat potensi kopi di Provinsi Bengkulu khususnya jenis robusta sangat luar biasa. Ini bisa dilihat saat musim panen kopi bulan Mei-Juni banyak orang yang berdatangan dari luar daerah untuk membeli kopi lokal dan begitu musim berakhir mereka hilang dan kemudian kopi lokal ini dijual lagi dengan branding mereka bukan kopi asal wilayah itu lagi.
"Saya sarankan kepada para penggiat kopi lainnya untuk mengambil peluang ini jangan sampai kita tidak diuntungkan oleh kartelisasi seperti tanaman-tanaman lainnya," tegas Haris.
Sedangkan pelaku UMKM kopi lokal lainnya ialah Supriadi warga Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran dengan produk kopi jenis robusta yang diberi label Kopi Lestari menyatakan, pengembangan usaha kopi yang dilakukannya selain bisa membantu menghidupi keluarganya juga petani kopi di wilayah itu.
"Saya beli biji kopi petik merah yang sudah kering dari petani Rp25.000 per kg, kalau yang asalan Rp22.000 per kg. Usaha ini selain telah memberikan keuntungan pribadi juga bisa membantu petani lainnya dengan membeli hasil kebun mereka maupun pelibatan warga lainnya dalam produksi kopi olahan di tempat saya ini," terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Rejang Lebong Zulkarnain menjelaskan luasan perkebunan kopi di wilayah itu mencapai 30 ribu hektare, dengan luasan kebun yang sudah berproduksi lebih dari 23.000 hektare, dengan rata-rata produksi baru 907 kg per hektare setiap tahunnya.
Produksi kopi yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong ini masih rendah dibandingkan dengan daerah lainnya, hal ini terjadi karena banyak tanaman kopi milik petani setempat usianya sudah tua sehingga harus dilakukan peremajaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Potensi ekonomi khususnya kopi ini bukan hanya konteksnya hanya tanaman musiman, bukan hanya konteksnya hal-hal tertentu melainkan bisnis menjanjikan," kata Haris Gunawan, pemilik usaha Bermani Coffee ditemui di Rejang Lebong, Selasa.
Dia menjelaskan, potensi pengembangan tanaman kopi di daerah itu dan daerah lainnya di Provinsi Bengkulu dapat dilihat setelah panen, di mana biji kopi diolah menjadi bahan baku dan kemudian dilakukan pengolahan sehingga menjadi roast bean, bubuk maupun wine yang bisa diolah selama satu tahun berjalan.
"Saya optimis dengan pengembangan kopi di Rejang Lebong dan wilayah lainnya di Provinsi Bengkulu yang luasannya mencapai 110.000 hektare tersebar di Rejang Lebong 23.000 hektare, Kepahiang 24.000 hektare, Benteng ada sekian ribu hektare dan Seluma juga punya potensi," terangnya.
Peluang usaha menjanjikan di bidang pertanian kopi ini, kata Haris telah dirasakannya. Produk kopi spesial robusta petik merahnya yang dikelola secara natural dan kimiawi tersebut memiliki harga jual yang cukup tinggi serta berhasil menembus pasar nasional bahkan pada 2019 merebut juara dunia di Paris, Prancis.
Dirinya melihat potensi kopi di Provinsi Bengkulu khususnya jenis robusta sangat luar biasa. Ini bisa dilihat saat musim panen kopi bulan Mei-Juni banyak orang yang berdatangan dari luar daerah untuk membeli kopi lokal dan begitu musim berakhir mereka hilang dan kemudian kopi lokal ini dijual lagi dengan branding mereka bukan kopi asal wilayah itu lagi.
"Saya sarankan kepada para penggiat kopi lainnya untuk mengambil peluang ini jangan sampai kita tidak diuntungkan oleh kartelisasi seperti tanaman-tanaman lainnya," tegas Haris.
Sedangkan pelaku UMKM kopi lokal lainnya ialah Supriadi warga Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran dengan produk kopi jenis robusta yang diberi label Kopi Lestari menyatakan, pengembangan usaha kopi yang dilakukannya selain bisa membantu menghidupi keluarganya juga petani kopi di wilayah itu.
"Saya beli biji kopi petik merah yang sudah kering dari petani Rp25.000 per kg, kalau yang asalan Rp22.000 per kg. Usaha ini selain telah memberikan keuntungan pribadi juga bisa membantu petani lainnya dengan membeli hasil kebun mereka maupun pelibatan warga lainnya dalam produksi kopi olahan di tempat saya ini," terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Rejang Lebong Zulkarnain menjelaskan luasan perkebunan kopi di wilayah itu mencapai 30 ribu hektare, dengan luasan kebun yang sudah berproduksi lebih dari 23.000 hektare, dengan rata-rata produksi baru 907 kg per hektare setiap tahunnya.
Produksi kopi yang dihasilkan Kabupaten Rejang Lebong ini masih rendah dibandingkan dengan daerah lainnya, hal ini terjadi karena banyak tanaman kopi milik petani setempat usianya sudah tua sehingga harus dilakukan peremajaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022