Lima orang terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Persetujuan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) mengajukan nota keberatan (eksepsi).
"Bahwa justru Wilmar Group yang menderita kerugian dan menjadi korban inkonsekuensi kebijakan dan program Kementerian Perdagangan yaitu program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk kebutuhan masyarakat," kata Juniver Girsang selaku penasihat hukum Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Menurut Juniver, kliennya bukanlah penyebab kondisi kelangkaan minyak goreng.
"Terdakwa bukanlah eksportir, penerima persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya. Terdakwa bukan pihak yang mengajukan permohonan izin ekspor. Terdakwa tidak pernah memperoleh penunjukan penugasan dari PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia untuk mengurusi permohonan izin ekspor kelima perusahaan tersebut di Kementerian Perdagangan," tambah Juniver.
Sementara Maqdir Ismail selaku kuasa hukum Weibianto Hakimdjati alias Lin Che Wei menyebut perbuatan kliennya lebih tepat tunduk pada UU Perdagangan, bukan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena yang dilakukan terkait pemberian fasilitas ekspor CPO.
"Mengingat setiap atau seluruh pelanggaran di bidang perdagangan yang bersumber dari UU Perdagangan bukanlah tindak pidana korupsi, maka Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan," kata Maqdir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, menurut Maqdir juga tidak yakin mengenai jumlah kerugian keuangan negara dan atau perekonomian negara.
"Karenanya menggunakan jumlah kerugian yang berbeda-beda dalam setiap surat dakwaan kepada lima orang terdakwa. Ada inkonssitensi antara kerugian terhadap keuangan negara yang didalilkan sebagai akibat perbuatan Master Parulian Tumanggor, Pierre Togar Sitanggang dan Stanley MA dengan keuntungan tidak sah yang diperoleh tiga grup perusahaan," tambah Maqdir.
Sementara penasihat hukum mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indra Sari Wisnu Wardhana tidak melakukan perbuatan di luar kewenangan-nya sebagai dirjen.
"Sampai saat ini tidak terdapat peraturan pelaksana yang memberi kewenangan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk melakukan verifikasi secara fisik atau ke lapangan untuk memeriksa kebenaran penyaluran/distribusi DMO di dalam negeri, karena hal tersebut bukan merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri," kata Jefri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Para terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng ajukan eksepsi
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022
"Bahwa justru Wilmar Group yang menderita kerugian dan menjadi korban inkonsekuensi kebijakan dan program Kementerian Perdagangan yaitu program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk kebutuhan masyarakat," kata Juniver Girsang selaku penasihat hukum Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.
Menurut Juniver, kliennya bukanlah penyebab kondisi kelangkaan minyak goreng.
"Terdakwa bukanlah eksportir, penerima persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya. Terdakwa bukan pihak yang mengajukan permohonan izin ekspor. Terdakwa tidak pernah memperoleh penunjukan penugasan dari PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia untuk mengurusi permohonan izin ekspor kelima perusahaan tersebut di Kementerian Perdagangan," tambah Juniver.
Sementara Maqdir Ismail selaku kuasa hukum Weibianto Hakimdjati alias Lin Che Wei menyebut perbuatan kliennya lebih tepat tunduk pada UU Perdagangan, bukan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena yang dilakukan terkait pemberian fasilitas ekspor CPO.
"Mengingat setiap atau seluruh pelanggaran di bidang perdagangan yang bersumber dari UU Perdagangan bukanlah tindak pidana korupsi, maka Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan," kata Maqdir.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, menurut Maqdir juga tidak yakin mengenai jumlah kerugian keuangan negara dan atau perekonomian negara.
"Karenanya menggunakan jumlah kerugian yang berbeda-beda dalam setiap surat dakwaan kepada lima orang terdakwa. Ada inkonssitensi antara kerugian terhadap keuangan negara yang didalilkan sebagai akibat perbuatan Master Parulian Tumanggor, Pierre Togar Sitanggang dan Stanley MA dengan keuntungan tidak sah yang diperoleh tiga grup perusahaan," tambah Maqdir.
Sementara penasihat hukum mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indra Sari Wisnu Wardhana tidak melakukan perbuatan di luar kewenangan-nya sebagai dirjen.
"Sampai saat ini tidak terdapat peraturan pelaksana yang memberi kewenangan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk melakukan verifikasi secara fisik atau ke lapangan untuk memeriksa kebenaran penyaluran/distribusi DMO di dalam negeri, karena hal tersebut bukan merupakan kewenangan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri," kata Jefri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Para terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak goreng ajukan eksepsi
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022