Mukomuko (Antara) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, mendukung aktivitas perusahaaan yang bergerak dalam bidang restorasi ekosistem kawasan hutan negara di daerah itu.
"Kami setuju dan mendukung aktivitas perusahaan melakukan restorasi ekosistem untuk memulihkan kawasan hutan negara yang rusak di daerah ini," kata Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko, Armansyah, saat ditanya hasil pertemuan lembaga itu dengan PT Sipef Biodiversity Indonesia perusahaan yang berinvestasi dalam kawasan hutan, di Mukomuko, Sabtu.
PT Sipef Biodiversity Indonesia memperoleh izin dari Kementerian Kehutanan untuk melakukan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, restorasi ekosistem dalam hutan pada hutan produksi di lahan seluas 12.672 hektare.
Menurutnya, aktivitas perusahaan tersebut sangat bagus melakukan penanaman tanaman kehutanan dalam kawasan hutan yang rusak akibat perambahan, termasuk perlindungan satwa.
Selain itu, keberadaan perusahaan dalam kawasan hutan negara tersebut untuk mengembalikan ekosistem ke habitat aslinya.
Ia mengatakan, terkait dengan masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan itu, karena masyarakat tidak mengerti tujuan dari perusahaan tersebut.
Selain itu, lanjutnya, kemungkinan saat perusahaan melakukan sosialisasi, masyarakat tidak begitu menyimak materi yang disampaikan.
Padahal, menurut, kalau saja masyarakat mengetahui tujuan usaha perusahaan itu, kemungkinan masyarakat tidak akan menolaknya karena dengan keberadaan perusahaan tersebut, masyarakat bisa hidup.
Perusahaan menanam berbagai macam tanaman kehutanan dan hasil dari tanaman itu dapat dinikmati oleh masyarakat setempat.
Untuk itu, ia menyarankan, agar perusahaan kembali memberikan sosialisasi kepada masyarakat dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh masyarakat.
Selain itu, ia mengingatkan, perusahaan agar melaksanakan kegiatannya di tempat yang aman terlebih dahulu atau lokasi yang tidak digarap oleh masyarakat.
Menurutnya, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kantor Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) setempat, masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan itu karena diduga menguasai lahan dalam kawasan hutan negara dalam jumlah banyak hingga 100 hektare.***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014