Bengkulu, (Antara) - Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Kota Bengkulu yang merugikan negara sebesar Rp11,4 miliar telah bergulir dari pertengahan 2014, dan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bengkulu meyakinkan kasus tersebut segera dirampungkan.

"Yang jelas semakin hari semakin mengerucut (mengarah pada nama dalang kasus tersebut), semakin hari semakin naik gunung, tunggu saja meletusnya (penyelesaian kasus akhir tersebut), secepatnya akan kami selesaikan," kata Wito di Bengkulu.

Dia mengakui penyelesaian kasus tersebut berjalan sedikit lebih lama dari perkiraan pihaknya, karena sejumlah pihak yang diperiksa oleh Kejari Bengkulu memberikan keterangan yang berbelit.

"Kenapa tidak molor, setiap ditanya dijawab berbelit-belit, percuma saja berkelit, bukti ada jelas," kata dia.

Kajari Bengkulu itu kembali menekankan kepada saksi dan tersangka untuk kooperatif memberikan keterangan, agar kasus tersebut bisa tidak molor.

"Yang terselubung pasti ketahuan, walaupun berbelit-belit tetap akan saya jadikan tersangka, lebih baik ngaku terhormat, daripada berbelit-belit, toh akan saya tahan juga," ungkapnya.

Dia mengatakan, pihaknya secara maraton menyelesaikan kasus itu, dan diupayakan secepatnya akan menemui titik akhir, dimana seluruh oknum yang diduga menyalahgunakan dana itu, harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di mata hukum.

"Mudah-mudahan (Februari), tetapi secepatnya, kenapa Januari molor, ya karena itu tadi, antara lain, selalu banyak minta waktu (tidak bisa hadir pemeriksaan)," katanya.

Menurut Wito, pihaknya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.

"Tidak mentok (pada delapan tersangka), berdasarkan laporan penyidik yang bakal menyusul ada tujuh lagi, saat ini kami lengkapi dulu dokumen-dokumen," katanya.

Masalah terbesar dugaan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Kota Bengkulu yang merugikan negara sebesar Rp11,4 miliar yakni pada penyaluran.

"Seharusnya dana bansos itu bersifat langsung, pencairan dari DPPKA langsung pada rekening penerima, bukan lewat pihak ketiga dan lainnya," kata Kajari Bengkulu Wito.

Dia mengatakan, penyaluran dana bansos di daerah itu disalurkan melewati beberapa pihak sebelum diberikan kepada penerima bahkan tidak melewati rekening penerima.

"Dana itu pakai mampir dulu ke bagian kesra (Kota Bengkulu), setelah itu melewati tersangka (seperti AH atau ES yang merupakan asisten pribadi Wali Kota Bengkulu) baru sampai pada penerima," kata dia.

Menurut Wito, pihaknya memiliki bukti-bukti yang menjelaskan bahwa penyaluran dana yang seharusnya membantu masyarakat itu bermasalah dan tidak sesuai dengan aturan dalam pencairannya.

"Itu sudah dikantongi bukti-bukti oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu, bukti ada, jelas," kata Kajari.

Dia mengatakan, dana bantuan sosial tersebut, ditemukan masuk ke dalam rekening pribadi dari pihak yang diperiksa Kejari Bengkulu terkait dugaan kasus korupsi tersebut.

"Ya ada, jelas di dalam rekening giro itu tercatat, nama jelas, tidak mungkin di perbankan itu nama bisa dibohongi," ungkapnya.

Ia mengatakan sesuai aturan, seharusnya dana tersebut disalurkan secara langsung kepada penerima, setelah ada rekomendasi dan evaluasi dari Pemerintah Kota Bengkulu yang memiliki kewenangan.

"Setelah itu, ke Banggar, setelah itu baru kepada penerima. Jadi dana itu tidak lewat atau mampir dulu ke yang lain," katanya.



Kasus Segera Ke Penuntutan

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bengkulu mengungkapkan, pemeriksaan delapan tersangka dugaan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Kota Bengkulu segera ditingkatkan pada penuntutan.

"Kalau pemberkasan, kira-kira untuk enam tersangka atau bisa depalan sekaligus kita tingkatkan ke penuntutan," kata dia.

Dia mengatakan, pihaknya sedang melengkapi berkas serta dokumen kedelapan tersangka hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan tim penyidik Kejari.

"Tinggal sedikit lagi, kami meminta sikap kooperatif dari tersangka agar pemeriksaan ini tidak berbelit-belit," kata dia.

Kejadian berbelit-belit juga terjadi pada Kamis sore 12/2, yakni salah seorang asisten pribadi (aspri) wali kota Helmi Hasan yang juga menjadi tersangka, Andrianto Himawan atau AH, yang tidak didampingi oleh penasihat hukum saat digelar pemeriksaan.

Ketika penyidik yang memeriksa kasus tersebut meminta menghadirkan penasihat hukum, tersangka tidak bisa menghadirkan, namun ketika ditawarkan penasihat hukum yang disediakan oleh pihak penyidik, AH juga menolak.

Akhirnya, pemeriksaan terpaksa ditunda penyidik, AH hanya bisa diperiksa hingga pertanyaan ketiga dari tim penyidik Kejari Bengkulu.

"Sesuai dengan KUHP pasal 54 dan 56, bahwa yang bersangkutan harus didampingi penasihat hukum, ketika diminta kepada beliau (AH), tetapi tidak didampingi, sesuai pasal itu, kewajiban dari tim penyidik harus menyediakan penasihat hukum," kata Tim Penyidik Kejari Bengkulu, Fauzan.

Menurut dia, pihaknya sudah menyediakan penasihat hukum, yakni atas nama Kreti Sayeti SH bersama rekan dari Lembaga bantuan hukum Bintang Keadilan.

"Namun beliau tidak berkenan didampingi penasihat hukum yang disediakan oleh penyidik, oleh karena itu kami memberi kesempatan kepada beliau, untuk menyediakan, dan pemeriksaan pada hari ini saya tunda, akhirnya pemeriksaan ditunda hingga pertanyaan ketiga, yakni `apakah saudara didampingi penasihat hukum`," ujarnya.



Masyarakat Tunggu Penyelesaian Kasus

Ketua tim peneliti dan pengabdian masyarakat Universitas Bengkulu Hardiansyah ST MT, menilai warga Kota Bengkulu sudah menunggu penyelesaian pengusutan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial yang merugikan negara sebesar Rp11,4 miliar.

"Kasus ini sudah lama bergulir, masyarakat sudah berharap ini cepat selesai, sehingga bansos yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan yang tertera dalam aturan memang menerima dana ini, bukan dinikmati oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dan mereka mencari keuntungan pribadi maupun kelompok," kata dia.

Dia mengatakan, banyak yang aspek yang dirugikan dari dari dugaan korupsi bansos tersebut, oleh karena itu, sebaiknya kasus tersebut segera terkuak keseluruhan dan selesai dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.

"Kalau memang itu kasus dugaan korupsi, negara dirugikan, bahkan sesuai yang kita baca di media, mencapai belasan miliar, namun tidak hanya itu, masyarakat dirugikan, daerah dirugikan, Kota Bengkulu sendiri juga bisa mengalami kemunduran, kalau kasus ini tidak selesai, atau memakan waktu yang lama," katanya.

Masyarakat dirugikan, oleh karena penerima yang seharusnya bisa memanfaatkan dana tersebut untuk memperbaiki kesejahteraan jadi tidak terbantu, sementara dana bansos dinikmati oleh oknum yang sebenarnya tergolong kaya.

Di sisi daerah, kata Hardiansyah, dirugikan karena kasus tersebut berlarut-larut, mengakibatkan perlambatan pembangunan Kota Bengkulu di berbagai aspek.

"Sekarang, pemerintah pusat sedang menggalakkan percepatan pembangunan, jika pemerintah kota terganggu konsentrasi karena kasus ini, maka pembangunan daerah manjadi terhambat juga," ucapnya.

Dia mengatakan, kasus tersebut membuat efektivitas pasangan kepala daerah itu menjadi terganggu, sehingga berdampak pada pertumbuhan perekonomian, infrastruktur maupun kesejahteraan masyarakat.

"Pemeriksaan itu, akan menimbulkan stress dan panik pada mereka yang diperiksa, kondisi psikis seperti itu hal wajar, tetapi berdampak pada kebijakan yang dikeluarkan sementara banyak kebijakan yang harus dibuat untuk membangun percepatan pembangunan kota," kata dia.

Dari pertengahan tahun 2014, ada permasalahan kasus dana bantuan sosial yang mencuat di Kota Bengkulu, tidak hanya satu, kasus itu menyeret pasangan pimpinan, yakni wali kota dan wakil wali kota, mereka memang belum tentu terlibat, tetapi pemeriksaan yang dilakukan pada kedua pimpinan tertinggi Kota Bengkulu ini tetap memberikan dampak negatif.

***2***

Pewarta: Oleh Boyke LW

Editor : Triono Subagyo


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015