Bengkulu (Antara) - Kertul, mahasiswa semester IV di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Kota Bengkulu itu, kembali menggerutu karena pemadaman listrik yang berulang oleh PLN Cabang Bengkulu pada Sabtu (28/3) siang hingga sore.

Hanya berjarak satu jam, sudah dua kali terjadi pemadaman listrik untuk wilayah domisilinya di Kelurahan Padang Dedok, Kota Bengkulu.

"Pemadaman listrik ini benar-benar mengganggu aktivitas saya," kata Kertul.

Saat pemadaman listrik itu terjadi, mahasiswa jurusan Informasi dan Teknologi itu tengah merancang sebuah portal yang menjadi tugas kuliah.

Menurut pria berkulit putih itu, pemadaman listrik tidak hanya memutus arus listrik ke rumahnya, tapi juga membuat akses terhadap internet terputus.

Pemadaman berulang itu menjadi gambaran sehari-hari yang dialami masyarakat di wilayah Provinsi Bengkulu.

Setelah dua kali padam pada siang dan sore hari, memasuki malam tepatnya pukul 19.30 WIB aliran listrik kembali padam untuk wilayah Kelurahan Tengah Padang.

"Sejak siang hingga sekarang sudah tiga kali padam, ini merusak alat elektronik," kata Tiara, warga setempat.

Infrastruktur kelistrikan yang terbatas dan seringnya terjadi gangguan terhadap jaringan membuat masyarakat sering kecewa dengan pelayanan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Bengkulu.

Pemadaman bergilir yang sering dialami masyarakat itu juga yang membuat Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Sumardi tidak menganjurkan masyarakat untuk menggelar "earth hour" atau gerakan antipemanasan global.

"Tidak ada anjuran untuk warga Bengkulu menggelar `earth hour` karena di wilayah kita sangat sering terjadi pemadaman listrik," kata Sumardi.

Kegiatan "earth hour" yang digelar pada Sabtu (28/3) malam ini menurut Sumardi cukup dimaknai dengan menghemat listrik, terutama memadamkan lampu pada siang hari.

Sumardi mengatakan saat ini rasio elektrifikasi di wilayah Bengkulu baru mencapai 70 persen dengan rasio tertinggi di Kota Bengkulu mencapai 93 persen dan terendah di Kabupaten Kaur mencapai 40 persen.

Manajer PT PLN Bengkulu Joni saat dihubungi mengatakan pemadaman bergilir tersebut karena terjadi gangguan transmisi di Pekalongan-Sukamerindu yang disebabkan tumbangnya pohon pinus yang menimpa jaringan.

"Pohon pinus tumbang dan menimpa jaringan di tower 198 dan 199 pada pukul 14.47 WIB," kata dia.

Akibatnya kata Joni, jaringan transmisi yang beroperasi hanya satu jalur dan berdampak pada pengurangan beban secara bergilir.

Ia meminta maaf kepada masyarakat atas gangguan pelayanan tersebut, dan pemadaman itu kata dia tidak ada hubungannya dengan peringatan "earth hour".

Joni mengatakan PT PLN memang mengimbau masyarakat di wilayah Bengkulu untuk memadamkan listrik secara sukarela memperingati "earth hour".

"Kami tidak akan melakukan pemadaman listrik, tapi mengimbau masyarakat agar mematikan listrik selama satu jam," kata dia.

Imbauan tersebut kata Joni sudah disampaikan kepada masyarakat melalui pesan singkat dengan jam pemadaman serentak pukul 20.30 WIB hingga 21.30 WIB sebagai gerakan hemat energi.

Earth Hour

"Earth Hour" atau disebut Jam Bumi merupakan kegiatan yang digagas World Wide Fund for Nature (WWF) pada Sabtu terakhir pada Maret setiap tahun dengan memadamkan listrik selama satu jam.

Kegiatan tersebut berupa pemadaman lampu yang tidak diperlukan di rumah dan perkantoran untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya tindakan serius menghadapi perubahan iklim.

Sekelompok pemuda Bengkulu yang bergabung dalam Gerakan Pemuda Peduli Bengkulu akan mengadakan "earth hour" di bawah "View Tower" atau menara pemantau tsunami yang merupakan salah satu bangunan yang menjadi ikon Kota Bengkulu.

"Kami memulai acara pukul 20.30 WIB malam ini di bawah `view tower` yang diikuti seluruh pemuda dan aktivis lingkungan Bengkulu," kata Koordinator Aksi, Roby Adriansyah.

Ia mengatakan kegiatan "earth hour" atau Jam Bumi itu bertujuan mengkampanyekan perubahan iklim dan pentingnya menjaga kelestarian bumi lewat tindakan hemat energi.

Kegiatan yang diikuti puluhan pelajar, mahasiswa dan pemuda Bengkulu itu diisi berbagai kegiatan mulai dari penyalaan lilin dan pembacaan puisi oleh sejumlah aktivis lingkungan.

"Kami mengajak seluruh warga Bengkulu untuk memadamkan lampu selama satu jam saja pada malam nanti, sebagai bentuk perhormatan pada Bumi," kata dia.

Direktur Walhi Bengkulu Beny Ardiansyah mengatakan peringatan "earth hour" lebih pada tindakan menghemat energi yang selama ini masih dititikberatkan pada energi tak terbarukan.

Untuk memenuhi listrik di Bengkulu kata dia, pemerintah masih mengandalkan bahan bakar minyak yang bersumber dari fosil yang sifatnya tidak terbarukan.

"Lewat kegiatan ini sebenarnya untuk mendesak pemerintah agar mengeksplorasi dan memanfatkan energi terbarukan," kata dia.

Potensi energi terbarukan di wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu menurut Beny cukup melimpah, mulai dari pembangkit listrik tenaga surya, gelombang, angin, hingga air.

"Seperti di Desa Lebong Tandai, Kabupaten Bengkulu Utara yang tidak pernah kekurangan listrik karena warga secara swadaya menggunakan tenaga air," katanya.

Namun, sumber air menurutnya akan berkelanjutan bila kawasan hutan yang menyimpan mata air terjaga kelestariannya.

Bahkan di beberapa wilayah kata dia, pemanfaatan sampah menjadi biogas dan pembangkit listrik sudah dikembangkan tinggal menunggu dukungan dari pemerintah berupa regulasi dan anggaran.

Sudah saatnya kata Beny mengembangkan potensi energi terbarukan itu untuk memenuhi kebutuhan penerangan agar warga terbebas dari pemadaman listrik berjam-jam atau "earth hours". ***3***

Pewarta: Oleh Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015