Hutan Lemo Nakai terletak di Kecamatan Hulu Palik, Kabupaten Bengkulu Utara, yang merupakan hutan desa dikelola oleh warga setempat. Kawasan hijau di sini menjadi cagar bagi flora dan fauna sekaligus beberapa wilayahnya menjadi kawasan pertanian yang menopang ekonomi warga setempat, salah satunya memiliki potensi kopi lokal.

Saat ANTARA berkunjung ke lahan pertanian kopi warga Desa Batu Raja R pertengahan Oktober 2023, ditemukan sejumlah tanaman kopi potensial yang masih digarap secara tradisional dan mengandalkan alam agar dapat memberi hasil panen.

Salah seorang warga petani yang ditemui, Johar, mengatakan ia memiliki kasih sayang terhadap tanaman kopi. Dengan begitu, ia cenderung membiarkan kopinya tumbuh secara alamiah dan beberapa tumbuh tinggi. Ia laksana tidak tega untuk memangkas tanaman kopi yang subur batang dan daunnya.

Baca juga: Teknik cetak ecoprinting gali potensi keanekaragaman hayati Lemo Nakai Bengkulu

"Jadi kasih sayang ini membuat saya sayang untuk memangkas jika sudah tinggi. Maka dari itu, kami biarkan untuk tumbuh alamiah," kata pria berusia sekitar 50-an tahun itu.

Senada, Aryo yang berusia seperti Johar menyebut lahan kebun kopinya dibiarkan tumbuh apa adanya. Saat musim panen akan nampak hasil dari tanaman kopi tersebut. Hasil panen yang dihasilkan dijual di pasar terdekat dengan harga tradisional untuk kebutuhan kopi hitam bubuk.
 
Petani warga Desa Batu Raja R, Hulu Palik, Bengkulu Utara, menunjukkan perkebunan kopi tradisionalnya yang terletak di dekat kawasan Lemo Nakai. (ANTARA/ Anom Prihantoro)


Hanya saja, kata dia, perlu ada peningkatan hasil panen kebun kopi miliknya. Perlu upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sehingga hasil panen kopi makin menguntungkan.

Dengan begitu, ia mengapresiasi begitu terdapat penyuluhan intensifikasi pertanian kopi dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Hutan Itu Indonesia dan UNIQLO.

Baca juga: Pemda-TNI bersinergi tingkatkan produktivitas kopi Bengkulu
Baca juga: Menjadikan kopi sebagai mata pencaharian yang menjanjikan

Menurut dia, dengan adanya pelatihan tersebut dapat menambah pengetahuan bagi petani dari Desa Batu Raja R agar bisa meningkatkan hasil panen kopi dari kebun. Penyuluhan yang diberikan yaitu terkait pengetahuan umum pertanian kopi, pengelolaan lahan yang baik, merawat tanaman dengan benar, mengolah beans secara baik dan hal terkait lainnya.

"Ternyata dari pelatihan itu kita tahu perlu pemangkasan naungan dari pucuk kopi, misalnya. Beginilah keadaan kita maka bagaimana baiknya," kata dia merujuk kebun kopinya yang disebut belum dikelola secara maksimal agar menghasilkan panen berlipat dan peningkatan keuntungan.

Penyuluh kopi dari KKI Warsi, Desrizal Alira, mengatakan terdapat sejumlah saran perbaikan pengelolaan kebun kopi bagi masyarakat Desa Batu Raja R mulai dari hulu dan hilir.

Sejauh ini, kata pria paruh baya yang biasa dipanggil Day, pengelolaan kebun kopi warga masih menggunakan cara tradisional. Dengan cara tersebut ternyata banyak ditemukan jamur tanaman kopi, serangga, cara panen serta pemupukan yang belum tepat, dan lain-lain yang membuat hasil panen kopi belum optimal.
 
Penyuluh kopi dari KKI Warsi, Desrizal Alira, menunjukkan cara merawat tanaman kopi agar lebih produktif. Peserta adalah petani warga Desa Batu Raja R, Hulu Palik, Bengkulu Utara. (ANTARA/ Anom Prihantoro)


Day mengatakan penanaman kopi harus dikelola secara efektif sehingga hasilnya optimal. Dari satu pohon kopi sekali panen seharusnya bisa menghasilkan sekitar dua kilo biji kopi basah. Hanya saja karena pengelolaannya belum tepat membuat hasil panen kurang dari angka ideal.

Hal itu, kata dia, belum termasuk bagaimana petani menjaga keberlanjutan tanaman kopi agar tetap produktif. Sebagai contoh, cara memetik beans kopi basah yang salah, justru dapat merusak tunas buah baru. Jika rusak maka produktivitas tanaman kopi bakal menurun drastis. Hal ini perlu disampaikan kepada para petani tradisional.

"Lahan kopi harus sehat agar diurus memenuhi kebutuhan tumbuhan kopi itu sendiri. Banyak batang tidak berarti akan menghasilkan banyak buah kopi. Akan tetapi, bagaimana cara mengelolanya dengan baik, memangkas dengan baik, mengatur jarak tanam, mengolah lahan agar subur dan sebagainya," kata dia merujuk sejumlah tanaman kopi yang dibiarkan tumbuh alamiah tanpa banyak pemangkasan.

Selama observasi di lahan kopi milik Aryo di gugusan hutan Lemo Nakai, ia menyoroti kondisi lahan kebun kopi di beberapa titik dalam kondisi lembab serta banyak sampah yang membuat jamur mudah tumbuh dan menjadi tempat serangga bersarang. Hal ini harus diperhatikan dan ditanggulangi agar ada perbaikan kualitas tanaman kopi yang lebih produktif.

Baca juga: Kopi Bermani Rejang Lebong tampil di Jakarta Kreatif Festival
Baca juga: Kemenparekraf dorong identifikasi HKI untuk kopi Bengkulu

"Banyak tumbuhan tidak sehat dapat tertular tumbuhan yang sakit... Perlu diperhatikan juga pengaturan jarak tanam tumbuhan kopi dengan pohon penaung. Pengaturan bagus tetapi memang beberapa tanaman tidak ada pemangkasan yang cukup. Idealnya tanaman tidak terlalu tinggi agar mudah dirawat dan dipanen," kata dia.

Kopi Lokal yang Bersaing

Day mengatakan perlu adanya pengelolaan kopi yang baik dari warga desa agar hasil panen tersebut dapat berlipat dan memiliki nilai jual yang tinggi.

Ia mengatakan saat ini memberi literasi bagi warga tentang cara yang baik mengelola tanaman kopi. Pada akhirnya nanti, cara berkebun kopi itu akan diserahkan kepada petani langsung agar dapat berkelanjutan meski tidak ada penyuluh. 

Dengan begitu, kata dia, pengetahuan itu dipahami petani, diterapkan sekaligus dapat diajarkan kepada komunitas secara "getok tular" sehingga literasi dapat dipahami warga desa secara lebih luas lagi.

Baca juga: RI dan 16 negara surati Uni Eropa prihatinkan UU antideforestasi
Baca juga: Dewas ANTARA-Gubernur bahas potensi pengelolaan bursa karbon Bengkulu

Menurut dia, petani kopi dapat memulai cara bertani kopi yang baik untuk beberapa tanaman. Dengan begitu, petani dapat membandingkan hasil kebun kopi dari tanaman yang dikelola secara tradisional dengan tumbuhan yang dirawat lewat metode terkini yang diajarkan.

Visi ke depan, kata dia, warga Desa Batu Raja R dapat menghasilkan kopi lokal yang bersaing, bahkan dapat didistribusikan ke luar daerah dengan cita rasa kopi yang khas hutan kawasan Lemo Nakai. Terlebih saat ini kopi dari Provinsi Bengkulu belum begitu dikenal secara luas oleh para peminat kopi.

Kopi dari Bengkulu baru ada beberapa seperti varian Rejang. Kendati begitu, kata Day, "brand image" kopi dari Bengkulu masih kalah jika dibanding kopi dari Aceh, Toraja, Bajawa dan sejenisnya. Untuk itu, kopi lokal Bengkulu perlu didorong lagi agar memiliki citra yang baik serta dilirik pecinta kopi dengan kekhasan cita rasanya sendiri.
 

Biji kopi dari lahan pertanian warga Desa Batu Raja R, Kabupaten Bengkulu Utara. (ANTARA/ Anom Prihantoro)



Biji kopi hijau atau "green beans" yang bagus, kata dia, dapat dijual tidak hanya di pasar tetapi juga ke "coffee shop" saja, tetapi bisa ke luar daerah bahkan ekspor.

Day menyebut hal itu memang tidak mudah untuk menonjolkan biji kopi lokal Bengkulu yang bernilai tinggi. Tetapi ia optimistis hal itu dapat diwujudkan dengan kesungguhan para petani dan dukungan dari berbagai pihak.

Sementara itu, Project Officer KKI Warsi M Roddini mengatakan program pemberdayaan masyarakat dengan pelatihan kopi tersebut merupakan salah satu program agar warga di sekitar hutan Lemo Nakai dapat tetap mendapat pendapatan sekaligus menjaga hutan yang memiliki fungsi ekologis.

"Banyak hal tantangan. Tapi semangat kita di desa tetap satu, bagaimana kita menciptakan iklim yang bagus. Para instansi pemerintah, swasta, LSM saling terintegrasi, satu sepaham memajukan menyelamatkan kawasan hutan. Kami yakin tugas ini tidak bisa dijalankan sendiri," kata dia.

Baca juga: Menikmati kopi nira khas Bengkulu
Baca juga: Kopi Bengkulu sabet 3 penghargaan di ajang internasional
 
Project Officer KKI Warsi M Roddini. (ANTARA/ Anom Prihantoro)


Menurut dia, terdapat dua fungsi hutan. Secara langsung ekologis, hutan menjadi penopang utama irigasi, air pertanian, air bersih, air minum dan sebagainya. Fungsi kedua, hutan menjadi jantung warga untuk mengambil hasilnya sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan dan memenuhi kebutuhan ekonomi.

Perkebunan kopi yang memberi hasil cukup, kata dia, membuat warga tidak perlu membuka lahan hutan lagi untuk memperoleh pendapatan. Intensifikasi lahan kopi dapat menjadi salah satu pendekatan agar hutan tetap lestari tanpa harus ada deforestasi.

Pewarta: Anom Prihantoro

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023