Yayasan Lentera Anak mengusulkan sampah puntung rokok agar masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan penanganan dari hulu ke hilir untuk mengurangi timbulannya.
Berbicara saat diskusi di Jakarta, Selasa, Nahla Jovial Nisa sebagai bagian dari Tim Penyusun Kajian Kebijakan Lentera Anak mengatakan pihaknya telah mengeluarkan policy paper (dokumen kebijakan) sebagai kajian yang mendukung puntung rokok masuk dalam kategori B3 yang membahayakan lingkungan, kesehatan dan kelangsungan mahkluk hidup.
Merujuk kepada Lampiran IX di Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Nahla menjelaskan puntung rokok mengandung berbagai kandungan yang berbahaya untuk lingkungan dan tubuh termasuk selulosa asetat bahan baku plastik serta kandungan lain termasuk nikotin dan logam berat tertahan dalam filternya.
Hal itu sesuai dengan definisi limbah B3 yaitu buangan sisa atau kegiatan yang menghasilkan zat yang dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain.
"Kalau kita menyimpulkan dari segi definisi, kandungan dan karakteristik, sampah puntung rokok itu telah memenuhi sebagian besar prasyarat kategori dari limbah B3. Jadi kita mengusulkan ini kepada pemerintah bahwa ini sudah bisa dikategorikan limbah B3," katanya.
Dia juga merujuk timbulan sampah puntung rokok yang cukup besar dengan riset yang dilakukan Pusat Penelitian Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa puntung rokok menjadi jenis sampah terbanyak kedelapan yang ada di laut Indonesia dengan persentasi 6,47 persen.
Proporsi itu didapat berdasarkan penelitian di 18 pantai di Tanah Air yang dilakukan selama periode Februari 2018-Desember 2019, dengan estimasi di setiap satu meter persegi wilayah pantai dapat ditemukan satu sampah puntung rokok.
Hal itu tentu terpengaruh fakta bahwa Indonesia menjadi peringkat ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia, dengan data Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pada 2020 memperlihatkan jumlah konsumsi rokok mencapai 322 miliar batang.
"Kalau melihat tingkat konsumsi rokok di Indonesia yang sangat tinggi, berati dampak lingkungannya juga cukup signifikan kalau tidak ada pengelolaan puntung rokok yang beracun dan berbahaya maka bisa dipastikan akan ada dampak," katanya.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan dalam kesempatan itu bahwa pihaknya sudah melakukan diskusi dengan pihak kementerian/lembaga terkait mengenai usulan tersebut, termasuk dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan akan menyerahkan kajian yang sudah dirangkum dalam policy paper itu sebagai landasan usulan.
"Ketika policy paper ini kita buat, kita tidak perlu regulasi baru lagi karena sebetulnya regulasi yang ada PP 22/2021 itu sudah bisa mengakomodir pengelolaan sampah puntung rokok. Jadi kalau kita mendorong untuk itu disebut sebagai B3 itu hanya tinggal mengikuti masuk dalam regulasi yang sudah ada," jelasnya.
Dengan pengelolaan sebagai B3 maka pengurangan perlu dilakukan di tingkat hulu, kata Lisda, dengan menekan konsumsi rokok melalui kebijakan pengendalian tembakau. Sementara di hilir dapat dilakukan dengan membuat produsen rokok membayar kerugian atau dampak dari kerusakan lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024