Areal persawahan seluas 260 hektare di Desa Pasar Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, untuk sementara ini selamat dari kekeringan setelah hujan melanda wilayah ini sejak beberapa hari terakhir ini.

Musim kering dan kemarau yang melanda Kabupaten Mukomuko, khususnya Desa Pasar Ipuh, Kecamatan Ipuh, sejak sebulan terakhir, menyebabkan air sumur mengering dan berdampak terhadap tanaman padi sawah di wilayah ini.

Musim kering berdampak terhadap tanaman padi milik petani di wilayah ini karena lahan yang berada di sepanjang pesisir pantai ini merupakan sawah tadah hujan yang mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan utama.

Kondisi tanaman padi sawah sudah berumur 2 bulan dan sudah keluar bulir di Desa Pasar Ipuh ini terlihat bagus karena mendapatkan suplai air yang memadai dari air hujan.

Kepala Desa Pasar Ipuh, Kecamatan Ipuh, Anang Topriasyah mengatakan sebelumnya petani di wilayah ini sempat mengalami kendala karena tidak turun hujan sehingga mereka menyedot air menggunakan mesin pompa untuk mengairi sawahnya.

Mesin pompa air tersebut bantuan dari pemerintah daerah setempat dan sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Masyarakat sangat terbantu dengan adanya mesin pompa air dan sumber air Pian Daka di wilayah ini untuk pengairan sawah saat musim kering," ujarnya.

Meskipun lahan persawahan seluas 260 hektare di Desa Pasar Ipuh sampai sekarang belum ada irigasi, petani tetap mempertahankan sawahnya agar tidak beralih fungsi menjadi lahan sawit.

Para petani dari lima desa di wilayah Kecamatan Ipuh yang memiliki lahan persawahan di Desa Pasar Ipuh tidak mengalihfungsikan sawah mereka lahan tanaman sawit karena kebutuhan. Andai dialihkan ke sawit, lantas apa yang bisa dilakukannya.

Sebanyak 15 kelompok tani yang memiliki lahan persawahan tersebar di Desa Tanjung Harapan, Desa Pasar Ipuh, Desa Pasar Baru, Desa Medan Jaya, Desa Pulai Payung.

Mereka kukuh mempertahankan lahan persawahan karena juga alasan turun-temurun, dari nenek moyang mereka sehingga tidak mungkin mereka mengubah fungsi sawah.

Kendati demikian, pemerintah desa berharap pemerintah daerah memberi bantuan untuk pembangunan irigasi atau pompanisasi. Karena, tanda pasokan air, lambat laun sawah ini hilang dan bisa mengubah pemikiran orang menanam sawit.

Petani di wilayah tersebut butuh solusi jangka panjang dan kalau bisa bantuan itu bisa bermanfaat selamanya, bukan sekedar bantuan mesin pompa air.

"Kalau sekadar memberi mesin yang kecil sama saja mubazir. Kalau bisa yang bermanfaat, seperti pompanisasi dari Sungai Batang Muar dialirkan ke sawah," ujarnya.
 
 
 
Akibat sawit
 
Lahan persawahan seluas 260 hektare di Desa Pasar Ipuh sejak dulu zaman mengandalkan air hujan untuk sumber pengairan. Dulu, areal persawahan ini tetap berair meski lama tidak hujan.


Namun, sejak ada tanaman sawit di sekitar lahan tersebut, lahan tersebut cepat sekali mengalami kekeringan, bahkan bila hujan tidak turun beberapa hari saja.

Tanaman sawit memang punya karakter menguras air sehingga lahan sawah di wilayah ini cepat sekali mengering.

Oleh karena itu, sejumlah petani di wilayah ini menggunakan mesin pompa air secara mandiri untuk mengatasi kekeringan lahan persawahan yang akan ditanami padi.

Petani di wilayah ini selain menjaga sawah agar tidak mengalami kekeringan saat musim kemarau, juga memantau tanaman padi agar tidak rusak diserang hama dan penyakit.

Untuk itu, kata Kepala Desa Pasar Ipuh, Anang Topriasyah, pemerintah desa menjalin kerja sama dengan penyuluh pertanian lapangan (PPL) di Kecamatan Ipuh memantau kondisi tanaman padi agar tidak rusak akibat hama dan penyakit.

Petugas setiap bulan turun ke sawah untuk melihat apakah ada hama dan penyakit menyerang tanaman padi.
 
Adapun untuk masalah air memang tidak bisa ter-cover semua oleh pemerintah desa mengingat luas sawah di wilayah ini.

Yang bisa dilakukan, pemerintah desa tahun ini menggunakan dana desa--untuk ketahanan pangan--membeli empat mesin perontok padi dengan harga Rp13 hingga Rp14 juta per unit.
 
Kemudian, untuk menjaga tanaman padi dari serangan hewan ternak, petani secara mandiri membuat pagar sekeliling sawah. Kegiatan ini dilakukan petani sebelum mengolah sawah. Pagar yang dibangun petani tidak permanen.

Untuk mencegah sawah menjadi sawit, Desa Pasar Ipuh menerbitkan peraturan desa terkait larangan alih fungsi lahan pertanian ke fungsi lain di desa itu.

Apabila ada petani yang mengalihfungsikan sawah menjadi permukiman dan lahan sawit, ada sanksi yang diterapkan kepada petani yang melakukan itu.

"Untuk sementara waktu, apabila ada sawah dialihfungsikan jadi peruntukan lain, tanah itu akan menjadi milik desa," ujarnya.

Tujuan peraturan tersebut untuk kepentingan bersama, apalagi lahan persawahan merupakan andalan ekonomi masyarakat selain melaut.

Dengan adanya komitmen desa  mempertahankan lahan sawah ini, maka pemerintah juga memberikan pendampingan dengan membangun fasilitas di lahan pertanian ini.
 
Butuh Perda
 
Pemerintah Kabupaten Mukomuko melalui Dinas Pertanian telah memetakan seluas 4,675,175 hektare sawah yang masuk dalam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).


Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Hari Mastaman, menyebutkan sawah seluas 4.675,175 hektare yang masuk LP2B itu tersebar di 12 dari 15 kecamatan di daerah ini.

Dari sawah itu, seluas 10,075 hektare berada di Kecamatan Air Rami, Kecamatan Malin Deman seluas 68,024 hektare, Kecamatan Ipuh seluas 285,625 hektare, Kecamatan Teramang Jaya 90,767 hektare, Kecamatan Penarik 32,607 hektare.

Kemudian, Kecamatan Selagan Raya 827,585 hektare, Kecamatan Air Dikit 11,802 hektare, Kecamatan Kota Mukomuko 3,624 hektare, Kecamatan Air Manjuto 563,069 hektare, Kecamatan V Koto 35,516 hektare, Kecamatan XIV Koto seluas 596,88 hektare, dan Kecamatan Lubuk Pinang 2.149,596 hektare.
 
Setelah sawah masuk dalam LP2B, diharapkan ada perda yang mengatur sanksi apabila sawah dialihfungsikan.
 
Namun, perda untuk melindungi sawah yang masuk dalam LP2B berbeda dengan perda lain. Perda ini khusus karena harus dilampirkan data berupa peta luas sawah yang masuk dalam LP2B, atas nama, per alamat.
 
Kemudian juga dilampirkan data titik koordinat lahan persawahan di wilayah ini, selain itu siapa saja kelompok tani yang memiliki sawah itu.
 
Untuk membuat lampiran itu, tidak cukup dilakukan oleh petugas dari dinas, tetapi perlu kajian akademik yang melibatkan konsultan tentang bidang pertanian.

Petugas dinas pertanian bekerja sama dengan berbagai pihak terkait hanya sebatas melakukan pemetaan dan verifikasi data lahan sawah yang diusulkan masuk dalam LP2B.
 
"Ke depan kami berharap daerah ini memiliki perda khusus yang melindungi sawah yang sudah ditetapkan sebagai LP2B," ujarnya.
 
 
Program PAT
 
Kelompok tani di Desa Pasar Ipuh termasuk dalam 32 kelompok tani yang diusulkan sebagai calon penerima bantuan pompa air melalui program Perluasan Areal Tanam (PAT) kepada Kementerian Pertanian.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko Fitriani Ilyas menjelaskan 32 kelompok tani ini diusulkan melalui program PAT untuk mendapat bantuan pompa air dalam menghadapi dan mengantisipasi darurat pangan.

Sebanyak 32 kelompok tani yang diusulkan mendapat program PAT ini tersebar di sejumlah wilayah, yakni Kecamatan Selagan Raya, Kecamatan Air Manjuto, dan Kecamatan Ipuh.
 
Masing-masing kelompok teni diusulkan mendapat bantuan satu pompa air.

Sub Koordinator Saprodi, Alsintan, dan Pembiayaan Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, Dodi Hardiansyah, menyebut  bantuan pompa air ini untuk mengairi sekitar 267 hektare sawah tadah hujan di Kecamatan Ipuh.

Ikhtiar yang dilakukan para petani, pemerintah desa, pemda, hingga pengajuan bantuan pompa itu demi menyelamatkan areal persawahan agar tidak beralih fungsi.

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Ferri Aryanto

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024