Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti menekankan pentingnya inovasi di daerah untuk menurunkan stunting, utamanya di 1.000 hari pertama kehidupan atau usia 0-2 tahun.
 
"Untuk mencegah dan menurunkan angka stunting perlu berbagai inovasi di tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) atau posyandu yaitu desa atau kelurahan. Desa atau kelurahan memiliki peran yang besar dalam penyelamatan 1.000 hari pertama kehidupan (HPK)," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
 
Hal tersebut ia sampaikan dalam webinar praktik baik desa/kelurahan bebas stunting (De’Best) di 1.000 HPK tahun 2024 seri keempat pada Selasa (24/9).
 
Nopian menegaskan stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi sehingga intervensi di 1.000 HPK sangat menentukan penurunan prevalensi stunting di Indonesia.
 
“Intervensi yang paling menentukan di 1.000 HPK dibutuhkan untuk praktik pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan pemeriksaan ibu hamil dan janin atau antenatal care, setelah melahirkan atau post-natal dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses ke makanan bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi," paparnya.
 
Ia menyebutkan sebesar 95,09 persen desa/kelurahan telah melaksanakan kelas Bina Keluarga Balita (BKB) menurut laporan pelaksanaan percepatan penurunan stunting tahun 2023.
 
Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli madya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Eppy Lugiarti menyatakan pihaknya selalu mendukung percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas nasional, di mana ada tiga kriteria desa bebas stunting pada 1.000 HPK.
 
“Kriteria Desa Bebas Stunting pada 1 000 HPK meliputi tiga hal, yakni penurunan stunting yang signifikan; mempunyai dukungan anggaran yang tercantum dalam dokumen perencanaan program dan anggaran desa atau kelurahan, memiliki inovasi untuk menjawab permasalahan terkait penurunan stunting di desa atau kelurahan," ucapnya.
 
Bahkan, lanjut dia, Kemendes PDTT telah melakukan bimbingan teknis terpadu terhadap para kader pemberdayaan masyarakat desa (KPM), kader posyandu, tim pendamping keluarga (TPK) dan tim percepatan penurunan stunting desa hingga memberikan pengharagaan desa berkinerja baik dalam konvergensi percepatan penurunan stunting.
 
Beberapa inovasi yang telah dilakukan terkait penurunan stunting diantaranya dilakukan Desa Lewoeleng, NTT, yang berhasil menurunkan stunting dari 60 persen pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen di tahun 2024 dengan program Gempur stunting dengan pendekatan pembangunan terintegrasi dan kolaboratif (Genting Deg-Dekan Asik).
 
Inovasi tersebut ditandai dengan adanya sumber air minum desa, di mana setiap keluarga wajib memiliki media cuci tangan sebagai syarat jika ingin mendapatkan bantuan sosial (bansos) pemerintah.
 
Selain itu, juga aktivitas Jumat bersih masyarakat, di mana tong sampah plastik ditempatkan di semua lorong dan jalan di dalam desa.
 
"Termasuk keluarga memiliki jamban sehat. Seratus persen keluarga memiliki jamban sehat dan standar bersih," ujar Kepala Desa Lewoeleng Markus Corsini Raring.
 
Inovasi lainnya bahkan melibatkan kesetaraan gender, seperti para ketua RT dan tim siaga bencana yang dijabat oleh perempuan, sedangkan para ayah mengantar anak-anaknya ke posyandu dan terlibat dalam BKB emas setiap tiga bulan sekali.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024