Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Pelaksana tugas Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah menerbitkan surat edaran kepada seluruh perusahaan di Provinsi Bengkulu untuk melaksanakan norma ketenagakerjaan di seluruh perusahaan daerah itu.

"Surat edaran ini untuk mengingatkan perusahaan tentang kewajiban mereka terhadap para pekerja," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu, Sudoto di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan Surat Edaran Nomor 560 tahun 2018 tersebut ditujukan kepada seluruh perusahaan di wilayah Provinsi Bengkulu.

Dasar penerbitan surat edaran tersebut antara lain Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah di mana telah terjadi perubahan penyelenggaraan beberapa sub urusan yang semula menjadi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota menjadi urusan pemerintah provinsi dan pusat.

Berikutnya Undang-Undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Dari sejumlah regulasi tersebut, Plt Gubernur Bengkulu menerbitkan edaran tentang pelaksanaan norma ketenagakerjaan di perusahaan yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakan ketentuan antara lain wajib lapor ketenagakerjaan.

Berikutnya norma kerja di mana perusahaan wajib membayar upah kepada pekerja yang masih dalam masa percobaan dan membayar upah minimum berdasarkan wilayah provinsi.

Berikutnya, perusahaan wajib mengikutsertakan pekerja dan keluarganya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, dan dilarang mempekerjakan anak.

"Surat edaran ini juga menekankan tentang kewajiban perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang standar bagi pekerja," ucapnya.

Hal tersebut kata Sudoto menjadi penting sebab di lapangan masih ditemukan pekerja yang belum menggunakan alat pelindung diri yang standar.

Sementara Koordinator Koalisi Tolak Paru Hitam Bengkulu, Feni Oktavera yang beberapa bulan terakhir mendampingi pekerja perempuan pemilah batu bara di area penumpukan atau "stockpile" di Pelabuhan Pulau Baai mengatakan pekerja perempuan di wilayah itu belum mendapatkan hak atas upah layak dan alat pelindung diri yang standar.

"Sebagian besar pekerja perempuan digaji di bawah standar upah minimum provinsi dan yang lebih parah adalah alat pelindung diri berupa masker penutup mulut dan hidung dari debu batu bara," kata Feni.

Ia mengatakan pekerja perempuan yang tidak dilengkapi masker standar tersebut berpotensi mengidap penyakit paru-paru hitam. Karena itu, ia meminta petugas Disnakertrans turun ke lapangan dan memastikan perusahaan menjalankan kewajibannya.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018