Majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu menolak seluruhnya gugatan yang dilayangkan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu terhadap PT Kusuma Raya Utama atas perbuatan melawan hukum yaitu kerusakan lingkungan di kawasan hutan konservasi Semidang Bukit Kabu dan pencemaran anak sungai Kemumu.
"Dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim, Fitrizal Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Bengkulu, Kamis.
Selain itu, hakim juga menolak gugat balik dari tergugat dengan pertimbangan bahwa siapa pun yang berupaya melakukan penyelamatan lingkungan tidak bisa dituntut di hadapan hukum.
Baca juga: Walhi Bengkulu pastikan banding atas putusan pengadilan
Majelis hakim juga menghukum penggugat dan tergugat dalam rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang timbul sebanyak Rp5, 231 juta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut alat bukti yang diajukan Walhi Bengkulu dalam gugatannya tidak bisa dibuktikan. Karena itu, majelis hakim berpendapat bahwa aktifitas pertambangan yang dilakukan PT. Kusuma Raya Utama tidak terbukti mencemarkan lingkungan.
Atas putusan majelis hakim tersebut, pihak penggugat dalam hal ini Walhi Bengkulu, pihak tergugat PT. Kusuma Raya Utama, turut tergugat 1 Gubernur Bengkulu, turut tergugat 2, Dinas Lingkungan Hidup, turut tergugat tiga, ESDM, dan turut tergugat empat Bupati Bengkulu Tengah menyatakan pikir-pikir.
Disisi lain, Ketua tim pengacara Walhi Bengkulu, Sugiarto mengatakan pihaknya menghargai putusan majelis hakim tersebut.
Namun, sambung Sugiarto, pihaknya menilai dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut tidak objektif.
"Hakim kurang memiliki analisis yang tajam dalam melihat hukum pertambangan. Karena di hutan konservasi itu tidak boleh ditambang baik open pit atau pun underground," tegas Sugiarto.
Sugiarto juga menilai mejelis hakim kurang mempertimbangkan alat bukti dan saksi-saksi yang diajukan Walhi Bengkulu dalam persidangan.
Baca juga: Gugatan ditolak, Walhi doakan masyarakat Bengkulu terhindar dari bencana ekologis
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim, Fitrizal Yanto saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Bengkulu, Kamis.
Selain itu, hakim juga menolak gugat balik dari tergugat dengan pertimbangan bahwa siapa pun yang berupaya melakukan penyelamatan lingkungan tidak bisa dituntut di hadapan hukum.
Baca juga: Walhi Bengkulu pastikan banding atas putusan pengadilan
Majelis hakim juga menghukum penggugat dan tergugat dalam rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang timbul sebanyak Rp5, 231 juta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut alat bukti yang diajukan Walhi Bengkulu dalam gugatannya tidak bisa dibuktikan. Karena itu, majelis hakim berpendapat bahwa aktifitas pertambangan yang dilakukan PT. Kusuma Raya Utama tidak terbukti mencemarkan lingkungan.
Atas putusan majelis hakim tersebut, pihak penggugat dalam hal ini Walhi Bengkulu, pihak tergugat PT. Kusuma Raya Utama, turut tergugat 1 Gubernur Bengkulu, turut tergugat 2, Dinas Lingkungan Hidup, turut tergugat tiga, ESDM, dan turut tergugat empat Bupati Bengkulu Tengah menyatakan pikir-pikir.
Disisi lain, Ketua tim pengacara Walhi Bengkulu, Sugiarto mengatakan pihaknya menghargai putusan majelis hakim tersebut.
Namun, sambung Sugiarto, pihaknya menilai dasar pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut tidak objektif.
"Hakim kurang memiliki analisis yang tajam dalam melihat hukum pertambangan. Karena di hutan konservasi itu tidak boleh ditambang baik open pit atau pun underground," tegas Sugiarto.
Sugiarto juga menilai mejelis hakim kurang mempertimbangkan alat bukti dan saksi-saksi yang diajukan Walhi Bengkulu dalam persidangan.
Baca juga: Gugatan ditolak, Walhi doakan masyarakat Bengkulu terhindar dari bencana ekologis
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019