Bengkulu (ANTARA) - Aktivis Walhi Bengkulu menyebutkan ada indikasi korupsi dalam aktivitas pertambangan PT Cakrawala Dinamika Energi di Kabupaten Bengkulu Utara.
Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah mengatakan dari kajian Walhi Bengkulu, terdapat beberapa hal aneh dalam operasi tambang tersebut mulai dari proses penerbitan izin hingga persoalan antara perusahaan sebelumnya dengan masyarakat yang masih berlanjut sampai hari ini.
PT Cakrawala Dinamika Energi merupakan afiliasi dari PT Dinamika Selaras Jaya yang sudah mengalihkan kepemilikan IUP operasi produksinya pada Mei 2018 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bengkulu nomor 503/12.1221.87/112/DPMPTSP/2018 Tentang Persetujuan Penyesuaian dan Pengalihan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara dari PT Dinamika Selaras Jaya kepada perusahaan afiliasi PT Cakrawala Dinamika Energi tertanggal 24 Juli 2018.
Saat ini PT Cakrawala Dinamika Energi sedang melakukan Addendum Andal-RKL – RPL dari dokumen milik perusahaan sebelumnya.
Dari kondisi ini menurut Beni ada tiga hal yang perlu diperhatikan, pertama, mengenai proses peralihan izin, kedua mengenai pemulihan lingkungan yang diakibatkan oleh perusahaan sebelumnya maupun oleh PT Cakrawala Dinamika Energi, dan yang ketiga berkenaan dengan tumpang tindih status.
Berkenaan dengan proses pengalihan izin antara PT Dinamika Selaras Jaya menuju PT Cakrawala Dinamika Energi pada 2018 Beni menjelaskan bahwa PT Cakrawala Dinamika Energi ini didirikan pada 9 April 2018, proses pengalihan izinnya diajukan pada bulan Mei dan disetujui oleh atas nama Gubernur Bengkulu yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bengkulu pada 24 Juli 2017.
"Tetapi pada bulan Januari 2018, pihaknya sudah memproduksi batu bara sebanyak 360.129,99 metrik ton dengan nilai Rp1,5 triliun jadi, dengan siklus seperti ini, bagaimana bisa sebuah perusahaan yang bahkan belum berdiri sudah memproduksi batubara," kata Beni.
Kemudian terkait reklamasi, pada April hingga September 2018, ditemukan 23 lubang tambang di lokasi di mana enam diantaranya berada diluar konsesi PT Cakrawala Dinamika Energi.
Dalam dokumen Andal PT Dinamika Selaras Jaya sebelumnya, dicantumkan bahwa mereka mulai melakukan reklamasi pada tahun kedua proses produksi dengan cara menimbun lubang yang ada hingga mendekati berakhirnya izin produksi.
Namun, pasca pengalihan izin pun lubang bekas galian tambang tersebut bukannya berkurang, malah bertambah dari jumlah sebelumnya yakni 17 lubang.
Pada rapat studi kelayakan Addendum Andal – RKL – RPL, 2 November 2019, pihak PT. Cakrawala Dinamika Energi membantah bahwa tidak ada lubang bekas tambang seperti yang disebutkan Walhi Bengkulu.
Ketiga, terkait persoalan tumpang tindih IUP Pertambangan dan HGU Perkebunan serta lahan masyarakat. Dalam konsesi tersebut ditemukan hak atas tanah dari pihak lainnya yakni PT Sandabi Indah Lestari, PT Julang Oca Permana dan masyarakat sepanjangan DAS Bintunan dan DAS Sebayur. Pihak perusahaan menyatakan bahwa mereka telah membuat kesepakatan bersama kedua perusahaan, dan juga pihak masyarakat.
Namun ketika pihak Walhi Bengkulu meminta diperlihatkan dokumen tersebut, pihak perusahaan berkilah bahwa itu adalah dokumen privat dan tidak bisa dilihat.
Sehingga dari beberapa temuan tersebut baik secara administrasi maupun substansi eksekutif daerah Bengkulu menolak Addendum Andal – RKL – RPL.
Secara administrasi, banyak wilayah desa yang dimasukkan dalam konsesi PT Cakrawala Dinamika Energi tidak sesuai dengan yang ada di lapangan, lalu lampiran – lampiran yang dibutuhkan dalam dokumen tidak dilampirkan, penyusunan dokumen terkesan copy paste dan buru – buru padahal mereka sudah beroperasi hampir 2 tahun. Secara substansi, proses pengalihan izin dari PT Dinamika Selaras Jaya menuju PT Cakrawala Dinamika Energi sangat sengkarut, ketiga, tumpang tindih antara IUP, HGU, dan lahan masyarakat.
Oleh karena itu, Walhi Bengkulu meminta pemerintah provinsi yang berwenang untuk mengevaluasi kembali izin tersebut dan melakukan penegakan hukum, kalau tidak di evaluasi dan penegakan hukum maka sangat besar indikasi korupsi suap menyuap antara penguasaha dengan pemerintah daerah.
Walhi Bengkulu sebut ada indikasi korupsi di tambang batu bara
Kamis, 5 Desember 2019 15:56 WIB 13615