Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Provinsi Bengkulu, Sorjum Ahyar menyebutkan rencana alih fungsi kawasan hutan menjadi non-hutan seluas 53 ribu hektare dalam rangka mengakomodir usulan pemerintah kabupaten dan kota.

"Perusahaan-perusahaan yang disebut dalam lembar fakta yang disampaikan lembaga swadaya masyarakat tersebut tidak pernah mengajukan usulan perubahan fungsi hutan tapi berasal dari bupati/wali kota setelah melalui kajian dan pertimbangan oleh tim," kata Sorjum dalam rilis yang diterima, Rabu.

Ia mengatakan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor PP 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, bahwa usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan untuk wilayah Provinsi Bengkulu diintegrasikan oleh Gubernur Bengkulu dalam usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu.

Menurutnya anggapan bahwa alih fungsi hutan menunggangi program TORA juga tidak tepat, justru, program ini hadir karena ingin menyelesaikan masalah pertanahan di masyarakat yang terjadi pada masa lampau.

"Usulan perubahan kawasan hutan melalui program TORA merupakan “correction action” atas kebijakan pemerintah di bidang pertanahan yang di masa lalu belum ditangani dengan baik, ini merupakan upaya untuk mengatasi persoalan penguasaan tanah dalam kawasan hutan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Persoalan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH)," terangnya

Ahyan menambahkan, usulan pelepasan hutan adalah dalam rangka melaksanakan aturan dan kebijakan yang berlaku, bukanlah untuk menjadi momen penghapusan kesalahan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan. 

"Berdasarkan kondisi eksisting di lapangan dalam kawasan hutan yang diusulkan perubahan peruntukan dan fungsi hutan tersebut telah terdapat desa-desa, fasilitas umum dan fasilitas sosial berupa sekolah, tempat ibadah, puskesmas, pemakaman, jalan, dan lain lain. Keberadaan desa-desa tersebut bahkan sudah berada dalam kawasan sebelum penetapan kawasan hutan oleh menteri kehutanan. Usulan perubahan kawasan ini untuk mendapatkan kepastian hukum keberadaannya dalam kawasan hutan. Jika lega akan ditindaklanjuti dengan perubahan kawasan, jika tidak legal maka keberadaan semuanya harus keluar dari dalam kawasan," jelasnya.

Sebelumnya kelompok masyarakat sipil menyoroti dan menolak usulan perubahan fungsi hutan menjadi non-hutan Provinsi Bengkulu seluas 53 ribu ha.

Direktur Walhi Bengkulu Beny Ardiansyah mengatakan kawasan yang diusulkan menjadi area peruntukan lain faktanya sudah dibebani izin usaha pertambangan sejumlah perusahaan tambang dan hak guna usaha perkebunan sawit.

"Bahkan ada perusahaan sawit yang sudah menyerobot hutan hingga 1.800 ha dan itu diusulkan dilepaskan status hutannya," kata dia.

Menurut Beny perlu kajian komprehensif yang seharusnya dibuka ke masyarakat terkait dasar usulan perubahan fungsi hutan tersebut.

Persetujuan perubahan peruntukan hutan tersebut masih harus melalui beberapa tahapan lagi, kemudian setelah selesai ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan didasari hasil penelitian tim terpadu.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019