Mukomuko (ANTARA) - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menyerahkan data calon penerima dan calon lokasi program Perhutanan Sosial yang diminta oleh Kepolisian Daerah (Polda) Bengkulu guna menyelidiki kasus perambahan kawasan hutan di daerah ini.
"Kini Polda Bengkulu yang meminta data program Perhutanan Sosial, kemungkinan untuk bahan penyelidikan mereka," kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho di Mukomuko, Kamis.
Sejumlah media massa cetak dan daring di Kabupaten Mukomuko sejak sebulan terakhir gencar memberitakan masalah perambahan kawasan hutan yang rusak akibat ditanami tanaman kelapa sawit di daerah ini.
Setelah tersebarnya informasi tentang perambahan kawasan hutan di daerah ini, pihak KPH diminta oleh Polres Mukomuko mendampinginya memasuki kawasan hutan untuk memastikan kawasan hutan yang rusak akibat perambahan.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan Negeri Mukomuko juga telah meminta data data terkait dengan kawasan hutan yang rusak dan siapa saja yang diduga melakukan aktivitas perambahan kawasan hutan negara.
Terkait dengan data program Perhutanan Sosial yang diminta oleh Polda Bengkulu, dia mengatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan data tersebut kepada polda.
Ia menyebutkan 10 usulan program Perhutanan Sosial dalam kawasan hutan yang telanjur ditanami sawit seluas 20.000 hektare di daerah ini. Namun, sampai sekarang izin perhutanan sosial belum keluar atau masih dalam proses.
Sepuluh usulan itu, kata dia, berasal dari 10 desa yang berada dekat dengan kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas (HPT) di daerah ini.
Sebanyak 10 desa tersebut yang diusulkan sebagai penerima program perhutanan sosial, yakni Desa Lubuk Talang, Desa Serami Baru, Desa Retak Mudik, Desa Lubuk Selandak, Desa Air Bikuk, Desa Lubuk Bento, Desa Pondok Baru, Desa Lubuk Cabau, Desa Sibak, dan Desa Lubuk Bangko.
Ia memastikan bahwa dokumen warga untuk diusulkan mendapat program perhutanan sosial lengkap seperti kartu tanda penduduk (KTP).
"Akan tetapi, apakah di balik itu ada oknum yang bermain menggunakan KTP tersebut? Belum diketahui," katanya.
Menurut dia, instansinya hanya sebatas meminta persyaratan administrasinya, lalu mengecek lokasi hutan yang telanjur ditanami tanaman kelapa sawit.
Program Perhutanan Sosial merupakan salah satu solusi bagi masyarakat yang telanjur menggarap kawasan hutan karena tidak mungkin pemerintah mengusir mereka. Untuk itu, mereka diberikan izin menggarap bukan memiliki.
Seluas 78.000 hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di daerah ini. Dari kawasan hutan seluas itu, seluas 12.000 hektare dikelola PT Sifef Biodivesity, seluas 22.000 hektare dikelola PT BAT, 6.000 hektare dikelola PT API, dan 10.000 hektare diusulkan sebagai hutan desa.
Hingga kini, menurut dia, masih ada seluas 28.000 hektare hutan yang berada di bawah pengawasan instansinya. Dari puluhan ribu hektare tersebut, sekitar 80—90 persen rusak akibat perambahan.