Jambi (ANTARA Bengkulu) - Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) Ali Masykur Musa menyebutkan Provinsi Jambi termasuk salah satu daerah dengan laju kerusakan hutannya cukup parah.
"Laju kerusakan hutan di Jambi cukup parah. Luas hutan di Jambi sekitar 2,1 juta hektare sekarang menyusut tinggal 500 ribu hektare," katanya di Jambi, Rabu, didampingi Sekretaris PW ISNU Provinsi Jambi Fahmi SY.
Menurut catatan dia, Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 5,1 hektare dengan luas hutan sekitar 2,1 hektare, sekarang menyusut hingga tersisa 500 ribu hektare yang disebabkan adanya alih fungsi lahan.
Hutan berubah menjadi perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI) dan kawasan pertambangan.
Dari data dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, luas kawasan yang ada hanya 971 ribu hektare yang boleh digarap. Selebihnya tidak boleh dirambah karena masuk kawasan hutan lindung, taman nasional dan cagar alam.
"Lebih dari satu juta hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di Jambi beralih menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri. Padahal dalam RTRW Provinsi Jambi, luas areal perkebunan sawit hanya 600 ribu hektare," ujarnya.
Kemudian areal pertambangan yang ditetapkan seluas 1,1 juta hektare, dari total 386 izin usaha pertambangan (IUP), 223 titik berada di dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi maupun hutan produksi terbatas.
Dari jumlah itu, hanya 141 IUP yang berstatus "clean and clear" dari Kementrian ESDM atau memenuhi syarat dan prosedur, selebihnya, 245 IUP bermasalah karena lokasinya tumpang tindih, merambah hutan dan tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kemenhut.
Artinya, negara dirugikan akibat praktek usaha yang menyalahi prosedur. Kerugian ini mencakup kerugian ekonomi dan ekologi, katanya.
Kerugian ekonomi karena negara kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari sektor usaha yang operasinya menyalahi prosedur. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan Jambi dari sector batu bara yang hanya sebesar Rp15 miliar pada APBD 2010.
Kerugian ekologi karena praktek usaha yang melangkahi aturan tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan yang dampaknya harus ditanggung rakyat dan negara.
Oleh karena itu, Ali Masykur Musa berharap agar pemerintah melakukan evaluasi dalam menerbitkan izin-izin usaha pertambangan dan perkebunan serta mencabut izin pelaku usaha yang melanggar aturan. (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Laju kerusakan hutan di Jambi cukup parah. Luas hutan di Jambi sekitar 2,1 juta hektare sekarang menyusut tinggal 500 ribu hektare," katanya di Jambi, Rabu, didampingi Sekretaris PW ISNU Provinsi Jambi Fahmi SY.
Menurut catatan dia, Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 5,1 hektare dengan luas hutan sekitar 2,1 hektare, sekarang menyusut hingga tersisa 500 ribu hektare yang disebabkan adanya alih fungsi lahan.
Hutan berubah menjadi perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI) dan kawasan pertambangan.
Dari data dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, luas kawasan yang ada hanya 971 ribu hektare yang boleh digarap. Selebihnya tidak boleh dirambah karena masuk kawasan hutan lindung, taman nasional dan cagar alam.
"Lebih dari satu juta hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di Jambi beralih menjadi perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri. Padahal dalam RTRW Provinsi Jambi, luas areal perkebunan sawit hanya 600 ribu hektare," ujarnya.
Kemudian areal pertambangan yang ditetapkan seluas 1,1 juta hektare, dari total 386 izin usaha pertambangan (IUP), 223 titik berada di dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi maupun hutan produksi terbatas.
Dari jumlah itu, hanya 141 IUP yang berstatus "clean and clear" dari Kementrian ESDM atau memenuhi syarat dan prosedur, selebihnya, 245 IUP bermasalah karena lokasinya tumpang tindih, merambah hutan dan tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Kemenhut.
Artinya, negara dirugikan akibat praktek usaha yang menyalahi prosedur. Kerugian ini mencakup kerugian ekonomi dan ekologi, katanya.
Kerugian ekonomi karena negara kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari sektor usaha yang operasinya menyalahi prosedur. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan Jambi dari sector batu bara yang hanya sebesar Rp15 miliar pada APBD 2010.
Kerugian ekologi karena praktek usaha yang melangkahi aturan tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan yang dampaknya harus ditanggung rakyat dan negara.
Oleh karena itu, Ali Masykur Musa berharap agar pemerintah melakukan evaluasi dalam menerbitkan izin-izin usaha pertambangan dan perkebunan serta mencabut izin pelaku usaha yang melanggar aturan. (ANT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012