Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Direktur Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu Susi Handayani mengatakan penuntasan prostitusi yang menjadi polemik di Kota Bengkulu harus diselesaikan secara komprehensif atau menyeluruh dengan melibatkan banyak pihak.

"Tidak cukup hanya pemerintah Kota Bengkulu, tapi banyak elemen yang perlu diajak duduk bersama jika ingin menyelesaikan persoalan prostitusi di Pulau Baai," katanya menanggapi masalah prostitusi di Kota Bengkulu, Selasa.

Praktek prostitusi di kawasan Pelabuhan Pulau Baai menurutnya perlu dipandang secara luas bahwa tidak hanya terjadi transaksi jual beli seks, tapi banyak faktor lain.

Penjual jasa seksual atau pelacuran yang disebut juga menjual diri menurutnya akan menutupi aktivitas ilegal lainnya seperti mucikari, preman, pemaksaan, penganiayaan dan jaringan perdagangan perempuan.

"Prostitusi adalah bentuk penindasan tertua di dunia terhadap perempuan, bukan jenis pekerjaan seperti yang dipahami banyak orang selama ini," katanya.

Ia mengatakan banyak pihak, terutama para aktivis hak asasi perempuan yang mengkritisi definisi prostitusi menjadi Bisnis Layanan Seks Perempuan (BLSP), agar titik tekannya adalah membongkar jaringan di belakang bisnis tersebut yang mendiskriminasi perempuan dan kebiasaan laki-laki yang membeli layanan seks ini.

Dari kritisi definisi tersebut tergambar sebuah aktifitas bisnis dimana laki-laki sebagai pemilik uang melakukan tindakan pembelian atas layanan seks yang disediakan oleh pemilik modal, mucikari, preman dan pelaku perdagangan perempuan.

"Jadi perlu dukungan dari penegak hukum untuk menuntaskan persoalan ini, terutama mengungkap jaringan perdagangan perempuan, seperti yang terjadi di Seluma beberapa waktu lalu," katanya menjelaskan.

Menurutnya, adanya permintaan dari laki-laki terhadap layanan seks menjadi akar terjadinya transaksi atau industri seks.

Para mucikari, germo, preman, pemilik modal bisnis seks hingga jaringan perdagangan perempuan selalu berupaya mencari banyak perempuan untuk ditawarkan.

"Bisnis layanan seks perempuan sangat terkait dengan perdagangan perempuan," tambahnya.

Catatan Komnas Perempuan pada 2010 menyebutkan perdagangan perempuan sebanyak 3.024 orang dimana sebanyak 1.359 orang perempuan diperdagangkan untuk tujuan seksual.

Sebelumnya, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bengkulu mengecam rencana pemerintah Kota Bengkulu yang akan melegalkan prostitusi di kota itu.

"Kami mengecam pernyataan Penjabat Sementara Wali Kota Bengkulu, Sumardi beberapa waktu lalu mengenai rencana akan dilegalkan prostitusi di kawasan pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu karena hal itu bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2000," Kata Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Bengkulu, Romidi Karnawan.

Perda Nomor 24 tahun 2000 tersebut memuat beberapa hal di antaranya mengatakan Wali Kota berwenang membentuk tim razia pemberantasan pelacuran.

Selain itu pada Perda tersebut juga memuat mengenai sanksi bagi yang melanggarnya dengan ancaman pidana kurungan paling cepat satu bulan dan paling lama tiga bulan atau denda antara Rp2,5 juta hingga Rp5 juta.

Selain bertentangan dengan Perda tentang larangan pelacuran dalam Kota Bengkulu tersebut, KAMMI menilai hal itu juga bertentangan dengan nilai-nila moral, hukum agama dan hukum adat yang ada. (ANTARA)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012