Untuk menyikapi temuan kematian 12 ekor penyu di sekitar pembuangan limbah air bahang pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu, dinilai penting untuk membentuk tim investigasi pencari fakta. Hal ini mengemuka dalam dialog terbuka dengan tema menyoal kematian 12 ekor penyu yang digelar The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) Simpul Bengkulu, Senin.

"Kenapa ini penting, karena penyu merupakan spesies yang dilindungi dan terus mengalami kelangkaan. Terlebih soal penyu ini bukan sekedar menjadi isu nasional, tapi juga internasional," kata Anggota DPD RI, Ahmad Kanedi, saat menjadi salah satu pembicara dalam dialog terbuka yang dihadiri berbagai elemen masyarakat dan komunitas, penggiat lingkungan, akademisi, DPRD Kota dan Provinsi Bengkulu, Dinas LHK dan ESDM Provinsi, serta BKSDA Bengkulu-Lampung.

Baca juga: 12 penyu mati, berikut analisa dosen kelautan Universitas Bengkulu

Baca juga: Tempo dua bulan, 12 penyu mati di pantai Bengkulu

Menurutnya, jika kematian penyu memang terbukti ada kaitannya dengan keberadaan PLTU batu bara Teluk Sepang, pemerintah daerah (Pemda) juga jangan diam saja. Setidak-tidaknya hentikan untuk sementara waktu operasi PLTU hingga ada jaminan limbah yang dihasilkan tidak berbahaya dan aman untuk lingkungan, termasuk makhluk hidup di sekitarnya.

"Dalam kesempatan ini saya hanya bisa merekomendasikan agar kita dapat mengawal dan melakukan evaluasi terhadap PLTU. Termasuk juga realisasi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal)," tegas pria yang akrab disapa Bang Ken ini.

Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi mengatakan, dalam menyikapi kematian penyu, dinilai perlu untuk menyampaikan ke pemerintah pusat.

Dialog terbuka dengan tema kematian 12 ekor penyu di Bengkulu. (Foto Antarabengkulu.com)

'Kebetulan disini ada anggota DPD RI, jadi kita berharap nantinya disampaikan ke pemerintah pusat. Apalagi sejak awal PLTU itu kita nilai tidak bersifat urgen dibangun di Bengkulu, mengingat provinsi ini surplus energi listrik," tegas Jonaidi.

Direktur Kanopi Bengkulu, Ali Akbar dalam menyikapi kematian penyu ini menilai seharusnya organisasi perangkat daerah terkait harus melakukan langkah-langkah yang lebih komprehensif.

"Kalau kita bentuk lagi tim pencari fakta, jadi apa kerja Dinas LHK provinsi dan BKSDA. Padahal mereka memiliki kewenangan terkait masalah ini," ujarnya.

Sementara untuk memastikan penyebab kematian penyu, masih harus menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel bangkai penyu yang sebelumnya telah diambil dan dikirim ke Bogor. Walaupun hingga saat ini PLTU dinilai belum melakukan pencemaran, yang dibuktikan limbah air bahang masih di bawah baku mutu atau ambang batas normal.

Baca juga: Penyu ke-10 mati ditemukan dekat Lentera Merah Bengkulu

Baca juga: BKSDA Bengkulu-Lampung kirim sampel empat penyu ke laboratorium

Kepala Resort TWA Pantai Panjang BKSDA Bengkulu-Lampung, Nevee Dianty mengatakan, sejauh ini pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebab kematian belasan penyu yang ditemukan di sekitar pembuangan limbah air bahang PLTU.

"Kitapun masih menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel yang diambil dari bangkai penyu," kata Nevee.

Dibagian lain Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas LHK Provinsi, Zainubi, SH menyampaikan, dari pengecekan yang dilakukan pihaknya, limbah air bahang masih diambang batas normal.

"Kita hanya melakukan pengukuran seperti pH dan suhu air, dan semuanya masih dibawah baku mutu namun kandungan zat dalam limbah belum," jelasnya.

Dosen Ilmu Kelautan Unib, Dewi Purnama menyampaikan, limbah air bahang yang berdampak pada suhu air laut, sedikit banyak pasti memiliki dampak buruk bagi ekosistem sekitarnya, walaupun secara lokal.

"Tapi kita tidak bisa pastikan dampak yang dihasilkan itu, menjadi penyebab kematian penyu karena untuk memastikan penyebab penyu sampai mati, perlu dilakukan kajian yang lebih lanjut," katanya.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019