Kalangan warga Desa Lebong Tambang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu saat ini masih bergantung dengan usaha pertambangan emas yang dilakukan secara tradisional di wilayah itu.
"Hampir 90 persen masyarakat Desa Lebong Tambang ini menggantungkan hidupnya sebagai penambang emas tradisional, penuh risiko dan mempertaruhkan nyawa," ujar Sugi Antoni tokoh pemuda Desa Lebong Tambang, Kecamatan Lebong Utara, Rabu.
Banyaknya warga setempat yang menekuni usaha pertambangan emas tradisional secara turun temurun ini kata dia, karena minimnya pekerjaan lain dan tertarik karena tingginya harga jual emas di pasaran.
Masyarakat penambang ini tambah dia, selain berasal dari Desa Lebong Tambang juga Desa Tunggang dan Ladang Palembang yang posisinya berada di kawasan tambang emas peninggal Belanda bukit batu yang kini telah menjadi lokasi wisata gua kacamata.
Untuk mendapatkan butiran emas ini para penambang emas tradisional tersebut, setiap harinya harus mempertaruhkan nyawa mereka demi mendapatkan butiran-butiran emas yang mereka pahat dari bebatuan di dalam lubang yang sempit dan minim oksigen yang kedalamannya hingga ratusan meter itu.
Untuk mendapatkan butiran emas ini, kalangan penambang emas ini harus memahat bebatuan dalam lubang di bawah bukit batu yang ada di desa mereka, di mana setiap lubang yang mereka garap ini dimiliki secara berkelompok dengan jumlah anggota puluhan orang.
Jika lagi beruntung para penambang ini seharinya bisa mendapatkan satu gram emas dari 2-3 karung bahan batu yang mereka ambil dari dalam lubang tambang yang jika di jual kepada penampung di desa mereka saat ini bisa mencapai Rp600.000.
Namun jika lagi apes tidak jarang mereka tidak dapat apa-apa.
"Lubang tambang ini kedalamannya bisa mencapai puluhan meter, di mana besar lubangnya sekitar 80 x 80 CM. Untuk keluar masuk lubang ini kita harus berjalan merangkak," jelas dia.
Kecilnya lubang yang dijadikan lokasi penambangan serta kedalamannya yang hingga puluhan bahkan ratusan meter ke dalam perut bumi ini, membuat risiko kecelakaan saat menambang selalu menghantui mereka seperti yang menimpa tiga penambang pada Sabtu (7/3) lalu.
Tiga penambang tradisional asal Desa Lebong Tambang dan Desa Tunggang meninggal dunia dan 12 lainnya harus menjalani perawatan di Puskesmas Muara Aman dan RSUD Lebong akibat kekurangan oksigen saat berada di dalam lubang nomor 8 yang posisinya berada di kawasan Ladang Palembang.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
"Hampir 90 persen masyarakat Desa Lebong Tambang ini menggantungkan hidupnya sebagai penambang emas tradisional, penuh risiko dan mempertaruhkan nyawa," ujar Sugi Antoni tokoh pemuda Desa Lebong Tambang, Kecamatan Lebong Utara, Rabu.
Banyaknya warga setempat yang menekuni usaha pertambangan emas tradisional secara turun temurun ini kata dia, karena minimnya pekerjaan lain dan tertarik karena tingginya harga jual emas di pasaran.
Masyarakat penambang ini tambah dia, selain berasal dari Desa Lebong Tambang juga Desa Tunggang dan Ladang Palembang yang posisinya berada di kawasan tambang emas peninggal Belanda bukit batu yang kini telah menjadi lokasi wisata gua kacamata.
Untuk mendapatkan butiran emas ini para penambang emas tradisional tersebut, setiap harinya harus mempertaruhkan nyawa mereka demi mendapatkan butiran-butiran emas yang mereka pahat dari bebatuan di dalam lubang yang sempit dan minim oksigen yang kedalamannya hingga ratusan meter itu.
Untuk mendapatkan butiran emas ini, kalangan penambang emas ini harus memahat bebatuan dalam lubang di bawah bukit batu yang ada di desa mereka, di mana setiap lubang yang mereka garap ini dimiliki secara berkelompok dengan jumlah anggota puluhan orang.
Jika lagi beruntung para penambang ini seharinya bisa mendapatkan satu gram emas dari 2-3 karung bahan batu yang mereka ambil dari dalam lubang tambang yang jika di jual kepada penampung di desa mereka saat ini bisa mencapai Rp600.000.
Namun jika lagi apes tidak jarang mereka tidak dapat apa-apa.
"Lubang tambang ini kedalamannya bisa mencapai puluhan meter, di mana besar lubangnya sekitar 80 x 80 CM. Untuk keluar masuk lubang ini kita harus berjalan merangkak," jelas dia.
Kecilnya lubang yang dijadikan lokasi penambangan serta kedalamannya yang hingga puluhan bahkan ratusan meter ke dalam perut bumi ini, membuat risiko kecelakaan saat menambang selalu menghantui mereka seperti yang menimpa tiga penambang pada Sabtu (7/3) lalu.
Tiga penambang tradisional asal Desa Lebong Tambang dan Desa Tunggang meninggal dunia dan 12 lainnya harus menjalani perawatan di Puskesmas Muara Aman dan RSUD Lebong akibat kekurangan oksigen saat berada di dalam lubang nomor 8 yang posisinya berada di kawasan Ladang Palembang.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020