Supendi terlihat sama sekali tidak canggung ketika memungut sampah organik dari rumah ke rumah. Bagi sebagian orang, sampah organik dari rumah mungkin menjijikkan, tapi tidak bagi pemuda itu.
Kehidupan sehari-hari pria berusia 32 tahun itu memang tidak bisa terlepaskan dari urusan sampah, terutama yang organik, mulai dari memungut hingga mengolahnya menjadi sesuatu yang bernilai.
Apa yang ia lakukan bersama kelompoknya sejak tahun 2022 itu bermanfaat bagi warga dan lingkungan. Lebih dari itu, kegiatan rutin harian memungut sampah organik hingga mengolahnya, itu menjadi nilai tambah bagi dirinya, kelompok, dan warga.
Supendi yang juga Ketua Kelompok Rumah Peternakan Lalat black soldier fly (BSF) dan Maggot, saban pagi, dengan menggunakan mobil pikap, berkeliling dari rumah ke rumah warga di sekitar Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Tangannya terlihat lincah memilah sampah lalu mengambil yang organik sebelum ia memasukkannya ke tong kosong yang telah disiapkan.
Secara bergiliran, Supendi memungut sampah dari sekitar 200 rumah warga. Satu per satu diangkut. Sekali jalan, ia bisa mengumpulkan sampah organik sekitar 500 kilogram. Volume yang cukup besar untuk mengurangi beban sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Sembari menjalankan aktivitasnya, pria murah senyum itu menyempatkan diri untuk memberi pemahaman kepada warga yang ia temui tentang pentingnya memilah sampah dari rumah hingga pemanfaatannya.
Ia ingin mengajak masyarakat berpartisipasi aktif memanfaatkan sampah organik sebagai bagian penting dari upaya untuk mengatasi persoalan sampah dan merawat lingkungan yang sehat.
Setiap hari, pukul 08.00--12 00 WIT, itu menjadi waktu bagi Supendi memungut sampah organik dari rumah ke rumah. Ia memang butuh "bahan baku" ini untuk budi daya maggot.
"Sampah organik yang sudah halus bisa langsung diberikan ke maggot, tapi kalau makanan sisa yang masih keras, itu harus diproses dulu dengan cara fragmentasi hingga menjadi lembut, barulah diberikan ke maggot untuk dimakan," papar Supendi ketika ditemui ANTARA.
Setidaknya ada 24 biopond berupa kotak yang diletakkan di dalam rumah produksi untuk menampung maggot yang dibudidayakan. Setiap biopond berisi maggot tersebut bisa mengurai sampah organik hingga 20 kg.
Pria kelahiran 1992 itu mengakui bahwa banyak orang merasa jijik bila berurusan dengan sampah karena mengarah pada sesuatu yang busuk dan tidak enak pula dipandang.
Namun baginya, sampah organik memiliki beragam manfaat. Selain mengurangi limbah rumah tangga, juga memiliki nilai ekonomi untuk kebutuhan pakan ternak dan pupuk alami pertanian.
Budi daya maggot
Maggot atau larva berasal dari lalat hitam BSF--yang sering disalahpahami sebagai sebagai hewan kotor dan menjijikkan--itu dimanfaatkan Kelompok Rumah Peternakan Lalat BSF dan Maggot di Kelurahan Malawili, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, untuk mengurai sampah organik rumah tangga.
Kehidupan sehari-hari pria berusia 32 tahun itu memang tidak bisa terlepaskan dari urusan sampah, terutama yang organik, mulai dari memungut hingga mengolahnya menjadi sesuatu yang bernilai.
Apa yang ia lakukan bersama kelompoknya sejak tahun 2022 itu bermanfaat bagi warga dan lingkungan. Lebih dari itu, kegiatan rutin harian memungut sampah organik hingga mengolahnya, itu menjadi nilai tambah bagi dirinya, kelompok, dan warga.
Supendi yang juga Ketua Kelompok Rumah Peternakan Lalat black soldier fly (BSF) dan Maggot, saban pagi, dengan menggunakan mobil pikap, berkeliling dari rumah ke rumah warga di sekitar Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Tangannya terlihat lincah memilah sampah lalu mengambil yang organik sebelum ia memasukkannya ke tong kosong yang telah disiapkan.
Secara bergiliran, Supendi memungut sampah dari sekitar 200 rumah warga. Satu per satu diangkut. Sekali jalan, ia bisa mengumpulkan sampah organik sekitar 500 kilogram. Volume yang cukup besar untuk mengurangi beban sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Sembari menjalankan aktivitasnya, pria murah senyum itu menyempatkan diri untuk memberi pemahaman kepada warga yang ia temui tentang pentingnya memilah sampah dari rumah hingga pemanfaatannya.
Ia ingin mengajak masyarakat berpartisipasi aktif memanfaatkan sampah organik sebagai bagian penting dari upaya untuk mengatasi persoalan sampah dan merawat lingkungan yang sehat.
Setiap hari, pukul 08.00--12 00 WIT, itu menjadi waktu bagi Supendi memungut sampah organik dari rumah ke rumah. Ia memang butuh "bahan baku" ini untuk budi daya maggot.
"Sampah organik yang sudah halus bisa langsung diberikan ke maggot, tapi kalau makanan sisa yang masih keras, itu harus diproses dulu dengan cara fragmentasi hingga menjadi lembut, barulah diberikan ke maggot untuk dimakan," papar Supendi ketika ditemui ANTARA.
Setidaknya ada 24 biopond berupa kotak yang diletakkan di dalam rumah produksi untuk menampung maggot yang dibudidayakan. Setiap biopond berisi maggot tersebut bisa mengurai sampah organik hingga 20 kg.
Pria kelahiran 1992 itu mengakui bahwa banyak orang merasa jijik bila berurusan dengan sampah karena mengarah pada sesuatu yang busuk dan tidak enak pula dipandang.
Namun baginya, sampah organik memiliki beragam manfaat. Selain mengurangi limbah rumah tangga, juga memiliki nilai ekonomi untuk kebutuhan pakan ternak dan pupuk alami pertanian.
Budi daya maggot
Maggot atau larva berasal dari lalat hitam BSF--yang sering disalahpahami sebagai sebagai hewan kotor dan menjijikkan--itu dimanfaatkan Kelompok Rumah Peternakan Lalat BSF dan Maggot di Kelurahan Malawili, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, untuk mengurai sampah organik rumah tangga.