Kota Bengkulu (ANTARA) - Tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu memeriksa mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu Ammarullah terkait kasus korupsi kebocoran PAD Mega Mall dan pasar tradisional modern (PTM) di wilayah tersebut.
"Pemeriksaan bersangkutan masih dalam kapasitas sebagai saksi yakni saat itu ia menjabat sebagai Kepala BPN Kota Bengkulu," kata Kajati Bengkulu Victor Antonius Saragih Sidabutar melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu Ristianti Andriani di Kota Bengkulu, Senin.
Ia menyebut bahwa pemeriksaan terhadap Amarullah dilakukan oleh tim Penyidik Pidsus Kejati Bengkulu di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di kediaman mantan Kepala BPN Kota Bengkulu.
Pemeriksaan terhadap Amarullah dilakukan terkait dengan ditetapkannya mantan pejabat tinggi BPN Kota Bengkulu yang merupakan bawahannya yaitu Chandra D. Putra sebagai tersangka.
Selain itu, Kejati Bengkulu juga telah melakukan penggeledahan terhadap tiga gudang milik BPN Kota Bengkulu terkait kasus korupsi kebocoran PAD pusat perbelanjaan modern Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu.
Pada penggeledahan di gudang Kantor BPN Kota Bengkulu, tim menemukan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) asli milik perusahaan para tersangka.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu menetapkan mantan Wali Kota Bengkulu periode 2007 hingga 2012 sekaligus mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ahmad Kanedi, Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan (KB), dan Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono (WL).
Selanjutnya, Direktur PT Trigadi Lestari yaitu Hariadi Benggawan (HB), Komisaris PT Trigadi Lestari Satriadi Benggawan (SB), dan mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu Chandra D. Putra (CDP).
Diketahui, kasus korupsi kebocoran PAD tersebut berawal dari lahan Mega Mall dan PTM Bengkulu beralih status dari Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada 2004 menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Setelah itu, SHGB tersebut dipecah menjadi dua, yaitu untuk Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu, karena telah dipecah maka sertifikat hak guna bangunan tersebut dijadikan anggunan ke perbankan oleh pihak ketiga, dan saat kredit menunggak SHGB kembali diagunkan ke perbankan lain hingga berutang pada pihak ketiga.
Untuk kerugian negara pada kasus tersebut saat ini masih dalam perhitungan tim audit namun, jika dilihat jangka waktu yang lama sejak 2004 hingga saat ini kemungkinan mencapai Rp150 miliar.
Sejak diresmikannya bangunan pusat perbelanjaan modern Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu pada 2004 hingga saat ini tidak ada pendapatan atau pajak yang disetorkan ke kas daerah Pemkot Bengkulu.