Bondowoso (ANTARA) - Bangsa Indonesia pernah larut dalam trauma berkepanjangan terkait pengkhianatan terhadap Pancasila. Puncaknya adalah Gerakan 30 September (G30S)/ PKI pada tahun 1965.
Setelah peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah jenderal TNI oleh PKI yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan paham komunis, bangsa kita kemudian terseret pada dendam politik yang nyaris tak berkesudahan.
Pemerintahan Orde Baru, demi menjaga kesetiaan pada Pancasila, memberangus semua anggota PKI, bahkan hingga ke anak turunannya yang tidak tahu menahu dengan pilihan dan perilaku politik orang tua atau kakek neneknya, juga kena getahnya.
Para anak turun PKI itu harus menghadapi konsekuensi dari pilihan ideologinya, sehingga hidupnya serba dibatasi. Se-Pancalais apapun perilaku anak turunan dari PKI itu, tetap akan dicap sebagai kelompok yang anti-Pancasila.
Dengan landasan demi menjaga Pancasila, gerakan mereka yang terkait dengan PKI dibatasi. Pembatasan itu, bukan hanya kiprah di politik, tapi juga untuk urusan ekonomi dan sosial. Bahkan, segala tindakan mereka selalu diwaspadai.
Pancasila tetap menjadi pegangan bersama, meskipun situasi dan keadaan terus berubah. Sistem politik bangsa ini memasuki babak lanjutan, setelah Era Reformasi lahir menggantikan Orde Baru. Indonesia memasuki etape hidup bernegara, dengan menerapkan sistem demokrasi yang lebih terbuka.
Pedoman pada ideologi Pancasila yang mengalami hantaman gelombang situasi politik dan keamanan, bahkan hingga titik paling kritis, telah membuktikan bahwa Pancasila memang sakti. Bangsa Indonesia tetap teguh berpegangan pada dasar Pancasila, meskipun praktiknya, terus menerus perlu disempurnakan.
