Kanopi Hijau Indonesia mengingatkan Pemerintah Provinsi Bengkulu akan bahaya polusi udara akibat aktifitas PLTU batu bara yang dapat menurunkan daya tahan tubuh masyarakat sehingga berisiko tinggi saat terinfeksi virus korona jenis baru atau COVID-19.

Manajer kampanye Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu menjelaskan jauh sebelum pandemi COVID-19 yang menginfeksi saluran pernapasan, Kanopi Hijau Indonesia telah mengingatkan para pihak tentang bahaya polusi udara bagi kesehatan, khususnya di Bengkulu.

Dengan kondisi lingkungan di Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu tempat PLTU batu bara beroperasi yang sudah terpapar polusi udara dari pembakaran batu bara, transportasi batu bara juga stockpile serta kendaraan bermotor, jangan sampai diperparah lagi oleh virus korona. 

"Polusi udara akan menurunkan kualitas kesehatan warga, kemudian dengan tingkat kesehatan yang rendah akan meningkatkan risiko akibat terinfeksi COVID 19," kata Olan dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Jumat (3/4).

Olan menjelaskan, polusi udara dari batu bara yang belum dibakar seperti debu dari pengangkutan batu bara dan di stockpile. Debu ini berukuran 10 mikron (PM 10) atau 1/10 rambut manusia. 

Sementara batu bara yang dibakar akan mengeluarkan uap-uap dan partikel yang mengandung PM 2.5 (partikel berukuran 2.5 mikron atau 1/30 rambut manusia), SO2, NOx, serta logam berat seperti mercuri, timbal dan arsenic, ketika terhirup efeknya justru lebih cepat dibandingkan yang belum terbakar, efeknya lebih cepat terhadap paru-paru. 

Kemudian partikel tersebut terhirup oleh manusia dan akan masuk sampai saluran nafas atas yaitu dari hidung sampai tenggorokan.

Berbagai penyakit yang bisa terjadi baik penyakit yang sifatnya akut (langsung terjadi) seperti ISPA, kemudian yang lebih menyedihkan lagi adalah akumulasi sampai beberapa tahun berbagai penyakit akibat debu dan abu akan masuk langsung ke saluran nafas bagian bawah.

"Penyebab penyakit ISPA (Infeksi saluran pernapasan akut) adalah polusi udara. Polusi udara adalah perusakan terhadap kualitas udara yang bersumber dari abu sisa hasil pembakaran batu bara, pabrik, kebakaran hutan dan kendaraan bermotor," papar Olan.

Melihat kondisi ini, Kanopi Hijau Indonesia mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kota Bengkulu untuk melakukan tindak sebagai berikut.

Pertama, segera menyusun standar penanganan COVID-19 mulai dari menyusun standar operasional prosedur mulai dari pencegahan sampai ke penanganan korban virus corona (pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga medis, mengadakan alat tes virus di Bengkulu dan lainnya).

Kedua, pemeriksaan identitas dan status kesehatan oleh tim terpadu tidak hanya di lintas batas daratan, pelabuhan laut, poll bus, bandara Fatmawati namun juga para pekerja yang ada di PLTU batu bara Teluk Sepang.

Ketiga, posko terpadu COVID-19 sebagai pusat informasi data yang diperlukan oleh masyarakat seharusnya menjadi bagian upaya pencegahan, bukan masuk dalam upaya penanganan.

Keempat, meminta kepada seluruh perangkat pemerintah mulai dari Rukun Tetangga sampai dengan jajaran tertinggi untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu seperti pengawasan terhadap adanya aktivitas keramaian diwilayahnya masing-masing.

"Proses penularan virus melalui percikan air ludah saat batu ataupun beresin, kemudian virus menempel di tenggorokan masuk ke paru-paru dan menyebabkan gangguan fungsi pernafasan. Hal tersebut akan mudah terinfeksi dan risiko kematian lebih tinggi apabila memiliki penyakit bawaan seperti ISPA," jelas Olan.

Sementara itu Ketua Posko Langit Biru Hamidin menyebut sejak 01 April 2020 dan dilanjutkan hari ini, perwakilan posko Langit Biru Teluk Sepang bersama dengan Kanopi memasang spanduk yang bertuliskan “Stop Polusi Udara, Awasi dan Cegah COVID-19” di wilayah Kecamatan Kampung Melayu. 

Ada 5 titik pemasangan spanduk yaitu di depan kantor polsek Kampung Melayu, di depan Shelter Tsunami Teluk Sepang, di Posko Langit Biru Teluk Sepang, di RT 14 Teruk Sepang

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020