Berbagai upaya telah di lakukan mulai dari pemerintah, aktivis lingkungan hidup serta berbagai komunitas lain untuk menangani permasalahan sampah khususnya di Sukabumi, Jawa Barat, tetapi belum membuahkan hasil yang maksimal.
Mungkin upaya yang telah dilakukan sudah optimal, namun ada faktor X yang menjadi penyebab utama permasalahan sampah baik di Kota maupun Kabupaten Sukabumi sulit ditanggulangi.
Seperti diketahui faktor X tersebut adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk terbiasa membuang sampah pada tempatnya, meskipun itu bungkus permen maupun puntung rokok. Membuang puntung rokok dan bungkus permen mungkin masih dianggap sepele bahkan tidak berpikiran ulah tersebut bisa menimbulkan malapetaka di kemudian hari.
Kebiasaan kecil yang dianggap sepele ini jika tidak diubah, maka waktu ke waktu oknum orang tersebut akan terbiasa membuang sampah sembarangan dalam bentuk apapun.
Selain itu, program tidak menggunakan kantong plastik untuk berbelanja yang saat ini sudah dipraktikkan oleh seluruh toko swalayan, khususnya di Sukabumi, dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan sampah.
Baca juga: Membentuk karakter manusia sadar sampah
Di mana, biasanya kantong plastik disediakan oleh pihak minimarket saat ini diubah menjadi kantong pakai ulang berbayar yang "katanya" alat pembungkus itu menggunakan bahan yang ramah lingkungan.
Namun kenyataan jika sudah rusak dan tidak berguna tetap akan menjadi sampah dan jika dibuang sembarangan juga akan berdampak terhadap lingkungan, sehingga dengan kata lain sampah tetaplah sampah jika tidak ada kesadaran dari penggunanya juga akan menjadi malapetaka ke depannya.
Peralihan dari penggunaan kantong plastik menggunakan kantong pakai ulang hanya bisa menurunkan jumlah penggunaan plastik tetapi tidak mengurangi volume sampah, malah kantong pakai ulang ini menjadi bisnis dan sudah beralih tujuannya untuk mengurangi keberadaan sampah.
Seharusnya, aturan keras diberlakukan di mana minimarket maupun pasar moderen lainnya hingga pasar tradisional tidak lagi menyediakan kantong dalam bentuk apapun, untuk membiasakan masyarakat menggunakan kantong pakai ulang.
Kemudian, kebiasaan buruk yang hingga kini masih saja terjadi adalah aliran sungai menjadi tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) serta drainase/gorong-gorong menjadi tempat pembuangan sampah sementara (TPSS).
Tidak bisa disanggah lagi, setiap sungai pasti banyak ditemukan sampah apalagi saat air sedang surut berbagai jenis sampah banyak bertebaran. Sama halnya gorong-gorong atau saluran air, sampah kerap menumpuk bahkan hingga menyumbat.
Dampak Sampah
Manusia baru akan sadar setelah diberi cobaan seperti musibah maupun bencana, tetapi sayangnya kesadaran itu hanya saat musibah tengah melanda dan menerjang tempat tinggal. Setelah berlalu maka kembali tidak sadar dan mengulangi kesalahannya yakni membuang sampah sembarangan dan kemungkinan akan terus berulang.
Meskipun demikian, walaupun sedikit ada juga yang sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat yang penuh kesadaran dan peduli terhadap lingkungan dari serbuan sampah.
Tanpa disadari, sebagian besar masyarakat mengetahui dampak sampah hanya sebatas menjadi pemicu terjadinya bencana banjir dan masalah kesehatan lainnya.
Tetapi, ada masalah yang paling besar dampak dari sampah tersebut yaitu masalah kemanusiaan dan perekonomian.
Dampak sampah bagi kemanusiaan seperti diketahui pada 2005 lalu sebanyak 157 warga meninggal dunia akibat tertimbun sampah di TPA Leuwigajah, Kota Cimahi.
Contoh lainnya di Kota Sukabumi akibat penyumbatan dan pendangkalan sungai sehingga mengakibatkan banjir seorang warga di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi meninggal dunia setelah rumahnya terkepung banjir. Meskipun sampah bukan menjadi penyebab utamanya, tetapi menjadi pemicu terjadinya bencana banjir.
Bahkan, para pengamat dan peneliti jika pengelolaan sampah buruk, maka dipastikan akan terjadi tragedi kemanusiaan di mana angka kualitas hidup dan kesehatan menurun. Belum lagi timbul bibit-bibit penyakit bisa merusak kesehatan manusia.
Dengan kata lain, dengan membuang sampah sembarangan turut berperan terjadinya malapetaka di kemudian hari yang dampaknya bisa dirasakan sendiri bahkan banyak orang.
Baca juga: WALHI ingatkan daur ulang saja tak cukup atasi masalah sampah plastik
Apalagi seperti diketahui TPA yang ada di Kota Sukabumi saat ini kondisinya sudah semakin kritis dan hanya bisa bertahan beberapa tahun ke depan untuk menampung volume sampah dari masyarakat yang rata-rata mencapai 180 ton/hari.
Kemudian, dampak sampah bagi perekonomian, saat ini pun sudah dirasakan oleh masyarakat di Kota dan Kabupaten Sukabumi. Khususnya di Kabupaten Sukabumi lantaran sampah semakin bertebaran di Pantai Talanca, Desa Loji, Kecamatan Simpenan. Di sepanjang pantai itu yang awalnya merupakan salah satu objek wisata dan olahraga seluncur bertaraf internasional saat ini rusak akibat hamparan tumpukan sampah.
Bahkan tumpukan sampah itu tingginya sudah mencapai satu meter dan dari hasil pendataan sampah yang berada di pantai itu mencapai 200 ton. Meskipun sudah ditangani oleh Pemkab Sukabumi tetapi tidak serta merta permasalahan sampah ini selesai.
Bahkan usut punya usut, sampah ini juga merupakan kiriman dari wilayah Kota Sukabumi di mana bisa sampai ke laut selatan ini karena masih banyaknya oknum masyarakat yang membuang sampah ke aliran sungai sehingga terbawa hingga ke muara dan berakhir di laut.
Belom lagi ancaman sampah mikroplastik yang mengancam habitat ikan dan berbagai flora serta fauna di laut. Ancaman ini mulai nyata dirasakan seperti nelayan yang merasakan hasil tangkapan ikan menurun.
Lebih parahnya lagi hasil penelitian di seluruh samudera yang dilakukan oleh para peneliti University of Exeter, Inggrispada 2015 di mana rata-rata setiap tahunnya seribu penyu mati akibat sampah yang 91 persennya akibat terjerat sampah plastik.
Kuncinya harus sadar
Berbagai upaya untuk menanggulangi sampah sudah dilakukan oleh pemerintah, aktivis maupun komunitas namun sayangnya hasilnya tidak sampai maksimal. Banyak cara yang dilakukan seperti mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah, tetapi cara itu merupakan upaya di nomor yang ke sekian.
Tetapi ada cara yang paling ampuh untuk menangani permasalahan plastik ini dan harus menjadi yang nomor satu yakni kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Jika hanya sebatas mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah, tetapi tidak disertai kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya maka berbagai upaya maupun sebesar apapun anggaran yang dikeluarkan tetap tidak akan maksimal.
Apalagi manusianya sadar tidak buang sampah sembarang, kemudian terbiasa memilah sampah, selanjutnya mengurangi penggunaan plastik dan terakhir mendaur ulang maka berbagai problematika sampah bisa cepat dituntaskan.
Selain itu sesuai hadis dalam Islam, kebersihan merupakan bagian dari iman. Hadis ini sudah jelas di mana kebersihan itu merupakan yang utama, serta tingkat keimanan manusia pun dapat diukur dari kebersihannya baik kebersihan diri, lingkungan maupun hati.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023
Mungkin upaya yang telah dilakukan sudah optimal, namun ada faktor X yang menjadi penyebab utama permasalahan sampah baik di Kota maupun Kabupaten Sukabumi sulit ditanggulangi.
Seperti diketahui faktor X tersebut adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk terbiasa membuang sampah pada tempatnya, meskipun itu bungkus permen maupun puntung rokok. Membuang puntung rokok dan bungkus permen mungkin masih dianggap sepele bahkan tidak berpikiran ulah tersebut bisa menimbulkan malapetaka di kemudian hari.
Kebiasaan kecil yang dianggap sepele ini jika tidak diubah, maka waktu ke waktu oknum orang tersebut akan terbiasa membuang sampah sembarangan dalam bentuk apapun.
Selain itu, program tidak menggunakan kantong plastik untuk berbelanja yang saat ini sudah dipraktikkan oleh seluruh toko swalayan, khususnya di Sukabumi, dinilai tidak mampu mengatasi permasalahan sampah.
Baca juga: Membentuk karakter manusia sadar sampah
Di mana, biasanya kantong plastik disediakan oleh pihak minimarket saat ini diubah menjadi kantong pakai ulang berbayar yang "katanya" alat pembungkus itu menggunakan bahan yang ramah lingkungan.
Namun kenyataan jika sudah rusak dan tidak berguna tetap akan menjadi sampah dan jika dibuang sembarangan juga akan berdampak terhadap lingkungan, sehingga dengan kata lain sampah tetaplah sampah jika tidak ada kesadaran dari penggunanya juga akan menjadi malapetaka ke depannya.
Peralihan dari penggunaan kantong plastik menggunakan kantong pakai ulang hanya bisa menurunkan jumlah penggunaan plastik tetapi tidak mengurangi volume sampah, malah kantong pakai ulang ini menjadi bisnis dan sudah beralih tujuannya untuk mengurangi keberadaan sampah.
Seharusnya, aturan keras diberlakukan di mana minimarket maupun pasar moderen lainnya hingga pasar tradisional tidak lagi menyediakan kantong dalam bentuk apapun, untuk membiasakan masyarakat menggunakan kantong pakai ulang.
Kemudian, kebiasaan buruk yang hingga kini masih saja terjadi adalah aliran sungai menjadi tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) serta drainase/gorong-gorong menjadi tempat pembuangan sampah sementara (TPSS).
Tidak bisa disanggah lagi, setiap sungai pasti banyak ditemukan sampah apalagi saat air sedang surut berbagai jenis sampah banyak bertebaran. Sama halnya gorong-gorong atau saluran air, sampah kerap menumpuk bahkan hingga menyumbat.
Dampak Sampah
Manusia baru akan sadar setelah diberi cobaan seperti musibah maupun bencana, tetapi sayangnya kesadaran itu hanya saat musibah tengah melanda dan menerjang tempat tinggal. Setelah berlalu maka kembali tidak sadar dan mengulangi kesalahannya yakni membuang sampah sembarangan dan kemungkinan akan terus berulang.
Meskipun demikian, walaupun sedikit ada juga yang sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat yang penuh kesadaran dan peduli terhadap lingkungan dari serbuan sampah.
Tanpa disadari, sebagian besar masyarakat mengetahui dampak sampah hanya sebatas menjadi pemicu terjadinya bencana banjir dan masalah kesehatan lainnya.
Tetapi, ada masalah yang paling besar dampak dari sampah tersebut yaitu masalah kemanusiaan dan perekonomian.
Dampak sampah bagi kemanusiaan seperti diketahui pada 2005 lalu sebanyak 157 warga meninggal dunia akibat tertimbun sampah di TPA Leuwigajah, Kota Cimahi.
Contoh lainnya di Kota Sukabumi akibat penyumbatan dan pendangkalan sungai sehingga mengakibatkan banjir seorang warga di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi meninggal dunia setelah rumahnya terkepung banjir. Meskipun sampah bukan menjadi penyebab utamanya, tetapi menjadi pemicu terjadinya bencana banjir.
Bahkan, para pengamat dan peneliti jika pengelolaan sampah buruk, maka dipastikan akan terjadi tragedi kemanusiaan di mana angka kualitas hidup dan kesehatan menurun. Belum lagi timbul bibit-bibit penyakit bisa merusak kesehatan manusia.
Dengan kata lain, dengan membuang sampah sembarangan turut berperan terjadinya malapetaka di kemudian hari yang dampaknya bisa dirasakan sendiri bahkan banyak orang.
Baca juga: WALHI ingatkan daur ulang saja tak cukup atasi masalah sampah plastik
Apalagi seperti diketahui TPA yang ada di Kota Sukabumi saat ini kondisinya sudah semakin kritis dan hanya bisa bertahan beberapa tahun ke depan untuk menampung volume sampah dari masyarakat yang rata-rata mencapai 180 ton/hari.
Kemudian, dampak sampah bagi perekonomian, saat ini pun sudah dirasakan oleh masyarakat di Kota dan Kabupaten Sukabumi. Khususnya di Kabupaten Sukabumi lantaran sampah semakin bertebaran di Pantai Talanca, Desa Loji, Kecamatan Simpenan. Di sepanjang pantai itu yang awalnya merupakan salah satu objek wisata dan olahraga seluncur bertaraf internasional saat ini rusak akibat hamparan tumpukan sampah.
Bahkan tumpukan sampah itu tingginya sudah mencapai satu meter dan dari hasil pendataan sampah yang berada di pantai itu mencapai 200 ton. Meskipun sudah ditangani oleh Pemkab Sukabumi tetapi tidak serta merta permasalahan sampah ini selesai.
Bahkan usut punya usut, sampah ini juga merupakan kiriman dari wilayah Kota Sukabumi di mana bisa sampai ke laut selatan ini karena masih banyaknya oknum masyarakat yang membuang sampah ke aliran sungai sehingga terbawa hingga ke muara dan berakhir di laut.
Belom lagi ancaman sampah mikroplastik yang mengancam habitat ikan dan berbagai flora serta fauna di laut. Ancaman ini mulai nyata dirasakan seperti nelayan yang merasakan hasil tangkapan ikan menurun.
Lebih parahnya lagi hasil penelitian di seluruh samudera yang dilakukan oleh para peneliti University of Exeter, Inggrispada 2015 di mana rata-rata setiap tahunnya seribu penyu mati akibat sampah yang 91 persennya akibat terjerat sampah plastik.
Kuncinya harus sadar
Berbagai upaya untuk menanggulangi sampah sudah dilakukan oleh pemerintah, aktivis maupun komunitas namun sayangnya hasilnya tidak sampai maksimal. Banyak cara yang dilakukan seperti mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah, tetapi cara itu merupakan upaya di nomor yang ke sekian.
Tetapi ada cara yang paling ampuh untuk menangani permasalahan plastik ini dan harus menjadi yang nomor satu yakni kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Jika hanya sebatas mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah, tetapi tidak disertai kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya maka berbagai upaya maupun sebesar apapun anggaran yang dikeluarkan tetap tidak akan maksimal.
Apalagi manusianya sadar tidak buang sampah sembarang, kemudian terbiasa memilah sampah, selanjutnya mengurangi penggunaan plastik dan terakhir mendaur ulang maka berbagai problematika sampah bisa cepat dituntaskan.
Selain itu sesuai hadis dalam Islam, kebersihan merupakan bagian dari iman. Hadis ini sudah jelas di mana kebersihan itu merupakan yang utama, serta tingkat keimanan manusia pun dapat diukur dari kebersihannya baik kebersihan diri, lingkungan maupun hati.*
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023