Jin Murata tampak asyik mengamati beraneka jenis tumbuhan. Setelah sekilas mengamati, dia lalu mengarahkan lensa kamera untuk mengabadikan bermacam flora di Hutan Lindung Boven Lais, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu itu.

Bersama belasan peneliti luar negeri lainnya, profesor dari Universitas Tokyo, Jepang, tersebut ikut dalam kunjungan lapangan atau "field trip" Rafflesia spp dan Amorphophallus spp di Bengkulu.

Kunjungan lapangan merupakan rangkaian kegiatan "Simposium Internasional Raflesia dan Amorphophallus" yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Bengkulu pada tanggal 14--16 September 2015.

"Saya melihat banyak spesies lain yang unik selain raflesia dan amorphophallus, sangat menarik," kata Jin saat pertengahan September lalu.

Hutan Lindung (HL) Boven Lais di Kabupaten Bengkulu Utara berjarak 60 kilometer dari Kota Bengkulu menjadi tujuan "field trip" karena lokasi ini merupakan habitat alami dua flora langka Rafflesia spp dan Amorphophallus spp.

Para peserta yang terdiri peneliti, akademisi dan para guru biologi serta mahasiswa sebanyak lebih 200 orang memasuki kawasan tersebut dengan satu tujuan, melihat raflesia dan amorphophallus di "rumahnya".

Tak berbeda dengan Jin, penemu berbagai jenis raflesia dari Filippina, Esperanza Maribel Guiao Agoo juga tampak serius memperhatikan dan memotret berbagai jenis tumbuhan khas Sumatra di hutan lindung itu.

Sejak awal memasuki kawasan hutan, bermacam jenis tumbuhan liar di hutan tersebut telah menarik perhatian botanis dari Universitas De La Salle Manila tersebut.

Satu titik tumbuh inang Rafflesia gadutensis dan sejumlah titik tumbuh Amorphophallus variabilis menjadi tujuan utama kunjungan lapangan itu.

Namun, sebelum menuju lokasi habitat dua bunga langka tersebut, para peneliti dan pemerhati tumbuhan tropis itu sudah terpukau dengan beragam jenis tumbuhan yang menurut mereka berbeda dan unik dengan yang selama ini mereka temui di negaranya.

"Mereka terpesona dan mengatakan sangat mengapresiasi kawasan ini karena masih terjaga dengan baik," kata Ketua Panitia "Simposium Internasional Raflesia dan Amophophallus" yang juga Kepala Kebun Raya Bogor, Didiek Kuswanto.

Selain peneliti dari Jepang dan Filipina, kunjungan itu juga diikuti penelitia asal Tiongkok, Perancis dan Malaysia.

Saat para peneliti tiba di lokasi, mereka diarahkan ke satu titik lokasi tumbuhnya bunga Rafflesia gadutensis.

Sejumlah anggota Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Utara sudah membuat jalur setapak untuk memudahkan para pengunjung untuk melihat calon bunga raflesia.

Terdapat dua bonggol atau calon bunga yang tumbuh dari batang inang Rafflesia spp yang merupakan jenis tetrastigma.

"Saya sangat gembira bisa melihat langsung calon bunga raflesia di habitat alaminya," kata Prof Murata.

Jin dan peneliti lainnya mengatakan bahwa HL Boven Lais merupakan area yang sangat menarik untuk dikunjungi karena masih memiliki ekosistem asli hutan hujan tropis.





Misteri

Sejarah Provinsi Bengkulu tercatat dalam dunia botani sejak Thomas Stamford Raffles bersama Joseph Arnold menggelar ekspedisi botani di hutan Sumatra, wilayah Bengkulu Selatan, pada tahun 1818.

Nama Thomas Raffles diabadikan dalam bunga yang kini menjadi maskot Provinsi Bengkulu, "Rafflesia arnoldii". Bunga raflesia bahkan menjadi ikon Bengkulu yang dijuluki "Bumi Raflesia".

Bunga raflesia adalah tumbuhan parasit yang hidup menempel pada tumbuhan inang jenis tetrastigma.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Enny Sudarmonowati mengatakan bahwa relatif banyak misteri tentang bunga Rafflesia spp dan Amorphophallus spp yang belum terungkap.

Misteri yang dimaksud adalah tentang manfaat dan cara pengembangbiakan tumbuhan tersebut.

"Rafflesia arnoldii sudah berulang kali dicoba dikembangkan di Kebun Raya Bogor. Akan tetapi, belum bisa tumbuh," katanya.

Misteri lain, menurut dia, adalah manfaat dari tumbuhan tersebut. Dia mencontohkan hasil penelitian para ahli di Jepang yang sudah menemukan manfaat mikrob dalam amorphophallus.

Oleh karena itu, dia mengharapkan simposium internasional yang mempertemukan para peneliti dan botanis dunia dapat mendorong kemajuan penelitian bunga raflesia dan amorphophallus di Indonesia, terutama di Bengkulu.

Melalui simposium yang dihadiri para peneliti dari delapan negara tersebut diharapkan terjadi transfer pengetahuan hingga teknologi tentang pengembangan raflesia dan amorphophallus.

"Memang anggaran juga menjadi persoalan karena kita hanya memiliki 0,09 persen pendanaan penelitian," ucapnya.

Enny menyebutkan ada 22 spesies raflesia di Indonesia yang tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.

Penelitian tentang raflesia dan amorphophallus perlu terus dikembangkan, termasuk untuk mengetahui peran spesifik spesies itu dalam ekosistem.

Sementara itu, peneliti raflesia dari Universitas Bengkulu Agus Susatya mengatakan bahwa sistem penyebaran bunga raflesia di beberapa kawasan hutan di Bengkulu juga masih menjadi misteri.

"Sampai saat ini belum terungkap bagaimana penyebaran raflesia dari satu habitat ke habitat lain," katanya.

Kondisi agroklimat yang mendukung pertumbuhan beberapa jenis raflesia juga masih perlu penelitian lebih lanjut sehingga dapat dikembangkan di luar habitat aslinya.

Dari puluhan jenis raffesia dan amorphophallus yang terdapat di hutan Indonesia, hutan Bengkulu menyimpan empat jenis, yakni rafflesia arnoldii, rafflesia gadutensis, rafflesia bengkuluensis, dan rafflesia hasselti.

Sedangkan jenis amorphophallus yang terdapat di hutan tropis Bengkulu, antara lain amorphophallus gigas, amorphophallus titanum, amorphophallus paeonifolius, dan amorphophallus variabilis.

Menurut peneliti amorphophallus dari LIPI Yuzammi, relatif banyak hal menarik dan penting yang ditemukan saat kunjungan lapangan yang berlangsung singkat itu.

Saat mengunjungi satu lokasi amorphophallus yang tengah mekar di HL Boven Lais, dia menemukan satu jenis bunga bangkai, nama lain dari amorphophallus yang unik.

"Bunganya seperti jenis variabilis, tetapi secara fisik ada beberapa perbedaan, mulai dari warna selundang dan ukuran tongkol," katanya.





Pelestarian

Selain mengkaji berbagai hasil penelitian tentang Rafflesia spp dan Amorphophallus spp, saat simposium itu pemerintah meluncurkan Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Nasional Raflesia dan Amorphophallus.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Adi Susmianto menyebutkan ada tiga aksi yang mampu melestarikan raflesia dan amorphophallus di Indonesia.

Tiga aksi tersebut, yakni konservasi "insitu" atau pelestarian di habitat asli; konservasi "ekssitu" atau pelestarian di luar habitat: dan penyadaran masyarakat atau "public awareness".

"Masyarakat harus memahami fungsi dua bunga langka ini dan bagaimana bisa bermanfaat bagi mereka," katanya.

Menurut dia, bila masyarakat sudah memahami dan merasakan manfaat atas keberadaan dua flora tersebut, mereka akan secara otomatis melindungi dan melestarikan bunga itu.

Susmianto mengatakan bahwa kerusakan kawasan hutan di Pulau Sumatra dan Kalimantan menjadi salah satu pemicu kepunahan sejumlah flora langka, termasuk jenis raflesia dan amorphophallus.

Berbagai aktivitas yang intens di dalam kawasan hutan menjadi ancaman utama untuk pelestarian puspa langka itu. Apalagi, bunga-bunga tersebut hanya dapat dikenali dan diketahui keberadaannya bila dalam kondisi berbunga atau mekar.

"Ini membuat penyadaran dan pelibatan masyarakat sangat penting untuk perlindungan bunga ini," ucapnya.

Pemanfaatan dua bunga langka itu, menurut dia, dapat diarahkan ke ekowisata sebab bunga raflesia dan amorphophallus memiliki keunikan yang dapat menarik para peneliti dan wisatawan.

Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Sofian Ramadhan mengatakan bahwa kerelawanan masyarakat untuk melindungi dan mengawasi habitat raflesia dan amorphophallus menjadi kunci pelestarian bunga langka itu.

"Ada tiga kelompok masyarakat yang bersama-sama kami untuk menjaga dan melindungi serta memanfaatkan habitat raflesia untuk pendidikan dan wisata," katanya.

Ia mengharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan perlindungan kawasan hutan yang menjadi "rumah" raflesia dan amorphophallus sehingga dua bunga kharismatik asal hutan Sumatra ini tetap lestari di habitatnya di "Bumi Raflesia".***3***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015