Bengkulu resmi menjadi daerah otonom dan lepas dari Sumatera Selatan pada 18 November 1968. Bengkulu kala itu provinsi ke-26, termuda setelah Timor-timur.
Tepat nanti pada 18 November 2023, Bengkulu berumur 55 tahun. Memang kalau dibandingkan provinsi "induk", Bengkulu merupakan provinsi muda, namun 55 tahun tentu bukan waktu yang sebentar untuk bangkit dan tumbuh sebagai daerah otonom.
Baca juga: Keberadaan tol dorong tumbuhnya sumber ekonomi baru Bengkulu
Baca juga: Keberadaan tol dorong tumbuhnya sumber ekonomi baru Bengkulu
Akan tetapi waktu 55 tahun tersebut ternyata belum cukup untuk menjadikan Bumi Raflesia setara dengan provinsi-provinsi lain yang sudah maju bahkan telah berstatus kota besar.
Daerah yang membentang di pesisir barat Pulau Sumatera sepanjang 525 kilometer tersebut bisa saja tertinggal dari provinsi baru, contohnya seperti daerah pemekaran dari Sumatera Selatan juga yakni Provinsi Bangka Belitung. Bangka Belitung jauh lebih muda dari Bengkulu, yakni mekar pada tahun 2.000.
Akan tetapi kalau dibandingkan saat ini, Bangka Belitung bisa dikatakan setara dari sisi APBD dengan Bengkulu. Bangka Belitung memiliki postur APBD 2023 sekitar Rp2,81 triliun, sementara Bengkulu yang umurnya jauh lebih tua hanya sedikit di atasnya dengan Rp2,89 triliun.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah pernah menyatakan provinsi ini tidak kurang perhatian dari Pemerintah Pusat, hanya memang situasi daerahnya saja yang "terisolasi" dari empat provinsi tetangga, Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Barat.
Hal itu pula yang menyebabkan perkembangan Bumi Raflesia kurang bisa berakselerasi cepat seperti provinsi lainnya. "Isolasi" Bengkulu disebabkan oleh jalur lintas Pulau Sumatera yang awalnya lintas tengah jadi jalur utamanya, kini beralih ke lintas timur sebagai porosnya, sedangkan Bengkulu berada di bagian barat, tepatnya di lintas barat Pulau Sumatera.
Baca juga: Keberadaan tol percepat tumbuhkan industri Bengkulu
Baca juga: Keberadaan tol percepat tumbuhkan industri Bengkulu
Artinya, Bengkulu semakin jauh dari jalur perlintasan utama Sumatera. Orang ke Bumi Raflesia benar-benar harus punya tujuan tertentu untuk datang, bukan sekadar mampir ketika melintas di Sumatera, layaknya jalur perlintasan lain yang disinggahi setiap waktu oleh penumpang transportasi darat Pulau Sumatera.
Kemudian yang paling menyebabkan akses Bengkulu seakan-akan "terisolasi" yakni secara topografi wilayah Bengkulu "dibentengi" jejeran Bukit Barisan. Bengkulu jadi tidak efisien diakses jalur darat Pulau Sumatera.
Kondisi tersebut pula yang menyebabkan jalur dari, ke, dan lewat Bengkulu kurang menarik dilewati bisnis transportasi distribusi barang maupun orang.
Ekspor hasil alam daerah dari wilayah-wilayah yang berada di lintas tengah Pulau Sumatera pun lebih memilih mengekspor lewat pelabuhan di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, atau Lampung, dan Jakarta yang notabene jarak tempuhnya lebih jauh dibandingkan ke Pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu.
Akses dan kondisi topografi itulah yang membuat Bengkulu sedikit sulit mengakselerasi daerah. Akibatnya, pertumbuhan sumber ekonomi juga belum dapat dimaksimalkan.
Mendobrak isolasi
Pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak tanggung-tanggung memberikan perhatian kepada wilayah yang dulu juga sempat menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno pada masa sebelum kemerdekaan.