Rejang Lebong (Antaranews Bengkulu) - Para petani di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu mengeluhkan adanya kenaikan harga obat-obatan pertanian di daerah ini yang terjadi sejak sebulan belakangan.
Nopi Syahri (43), petani sayuran di Kelurahan Simpang Nangka, Kecamatan Selupu Rejang, Rabu, mengatakan adanya kenaikan harga obat-obatan pertanian tersebut telah membuat usaha pertanian mereka semakin tertekan mengingat harga jual aneka sayuran saat ini sedang anjlok.
"Harga obat-obatan pertanian semuanya naik, ada yang naik Rp15.000 sampai Rp30.000 per botol, bahkan untuk racun cabai merah dan cabai rawit yang terkena penyakit bule atau kuning daun per 20 mililter harganya Rp200.000," ujarnya lagi.
Selain harga obat-obatan pertanian yang mengalami kenaikan, mereka juga mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi, mengingat kelompok tani mereka saat ini setahun hanya mendapatkan jatah satu ton pupuk saja, sedangkan tahun sebelumnya mencapai dua ton.
Pupuk bersubsidi yang didapat itu, kata dia lagi, kemudian mereka bagikan kepada 20 anggota kelompok dengan jumlah per orang mendapat satu karung ukuran 50 kg. Untuk menutupi kekurangan pupuk ini mereka terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga dua kali lipat harga pupuk bersubsidi.
Amran (50), petani sayuran di kawasan Kelurahan Simpang Nangka menyatakan harga jual aneka sayuran di daerahnya saat ini sedang anjlok, dan hanya cabai rawit maupun cabai merah saja yang masih bertahan tinggi. Cabai rawit putih harganya Rp25.000 per kg, dan cabai rawit hijau Rp35.000 per kg, sedangkan cabai merah keriting Rp28.000 per kg.
Adapun harga jual sayuran beberapa jenis sayuran lainnya mengalami penurunan, antara lain kol bulat, sawi pahit, dan sawi manis, timun, terong ungu dan wortel di tingkat petani hanya dihargai Rp1.000 per kg.
Sedangkan daun bawang mengalami penurunan dari Rp4.000 menjadi Rp2.500 per kg, dan tomat mengalami kenaikan dari Rp1.000 menjadi Rp3.000 per kg.
Rendah harga jual aneka sayuran ini, kata dia, tidak bisa mengembalikan permodalan yang sudah mereka keluarkan terutama untuk pembelian pupuk, obat-obatan pertanian, benih maupun biaya pengolahan lahan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
Nopi Syahri (43), petani sayuran di Kelurahan Simpang Nangka, Kecamatan Selupu Rejang, Rabu, mengatakan adanya kenaikan harga obat-obatan pertanian tersebut telah membuat usaha pertanian mereka semakin tertekan mengingat harga jual aneka sayuran saat ini sedang anjlok.
"Harga obat-obatan pertanian semuanya naik, ada yang naik Rp15.000 sampai Rp30.000 per botol, bahkan untuk racun cabai merah dan cabai rawit yang terkena penyakit bule atau kuning daun per 20 mililter harganya Rp200.000," ujarnya lagi.
Selain harga obat-obatan pertanian yang mengalami kenaikan, mereka juga mengalami kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi, mengingat kelompok tani mereka saat ini setahun hanya mendapatkan jatah satu ton pupuk saja, sedangkan tahun sebelumnya mencapai dua ton.
Pupuk bersubsidi yang didapat itu, kata dia lagi, kemudian mereka bagikan kepada 20 anggota kelompok dengan jumlah per orang mendapat satu karung ukuran 50 kg. Untuk menutupi kekurangan pupuk ini mereka terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga dua kali lipat harga pupuk bersubsidi.
Amran (50), petani sayuran di kawasan Kelurahan Simpang Nangka menyatakan harga jual aneka sayuran di daerahnya saat ini sedang anjlok, dan hanya cabai rawit maupun cabai merah saja yang masih bertahan tinggi. Cabai rawit putih harganya Rp25.000 per kg, dan cabai rawit hijau Rp35.000 per kg, sedangkan cabai merah keriting Rp28.000 per kg.
Adapun harga jual sayuran beberapa jenis sayuran lainnya mengalami penurunan, antara lain kol bulat, sawi pahit, dan sawi manis, timun, terong ungu dan wortel di tingkat petani hanya dihargai Rp1.000 per kg.
Sedangkan daun bawang mengalami penurunan dari Rp4.000 menjadi Rp2.500 per kg, dan tomat mengalami kenaikan dari Rp1.000 menjadi Rp3.000 per kg.
Rendah harga jual aneka sayuran ini, kata dia, tidak bisa mengembalikan permodalan yang sudah mereka keluarkan terutama untuk pembelian pupuk, obat-obatan pertanian, benih maupun biaya pengolahan lahan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018