Mukomuko (ANTARA) - Kelompok Tani Benda Vold II Desa Ujung Padang, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, meminta Kepolisian mengusut tuntas kasus pembakaran alat berat jenis ekskavator yang mereka gunakan untuk membangun jalan sentra produksi perkebunan di wilayah tersebut.
"Kami sudah melaporkan kasus ini ke Kepolisian, dan pihak Kepolisian sudah turun ke lapangan untuk mengeceknya. Kami meminta agar polisi mencari pelaku sampai ditemukan," kata Agustian, perwakilan Kelompok Tani Benda Vold II Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, saat dihubungi dari Mukomuko, Rabu.
Kelompok tani tersebut menerima Program Sarana dan Prasarana (Sapras) dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membangun jalan sentra produksi perkebunan kelapa sawit.
Anggaran Program Sapras dari BPDPKS sebesar Rp8,7 miliar digunakan untuk membangun jalan sentra produksi perkebunan sepanjang 11,4 kilometer di lahan bekas plasma perkebunan kelapa sawit yang mencakup Desa Ujung Padang, Kelurahan Bandar Ratu, dan wilayah lain di Kecamatan Kota Mukomuko.
Agustian menyebutkan, alat berat tersebut terbakar pada Selasa (11/3) sekitar pukul 16.30 WIB. Saat kejadian, tidak ada anggota kelompok tani yang berada di lokasi kejadian.
Ia memastikan kebakaran alat berat itu merupakan tindakan sabotase dan disengaja karena sejak Selasa pagi (11/3) alat berat tersebut tidak beroperasi akibat baterainya dilepas.
Selain itu, kata dia, aki alat berat tersebut saat itu sedang dibawa ke bengkel dinamo di Kelurahan Bandar Ratu, Kecamatan Kota Mukomuko.
Ia memperkirakan kerugian akibat kebakaran alat berat tersebut mencapai Rp500 juta, karena mesin alat berat yang terbakar tidak dapat diperbaiki lagi.
Agustian mengatakan dalam kasus ini, selain Kepolisian, pihaknya juga akan berupaya membantu polisi mencari pelaku pembakaran alat berat tersebut hingga ditemukan.
Sementara itu, ia mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan jalan sentra produksi ini, mayoritas pekebun di lokasi mendukung, meskipun ada pihak-pihak yang tidak setuju di baliknya.
Ia juga menjelaskan bahwa pekerjaan pembangunan jalan tersebut masih dalam tahap awal karena badan jalan belum pernah dibangun sebelumnya. Ketika hendak membangun drainase, pihaknya telah meminta izin kepada desa dan meminta waktu dua minggu untuk menyelesaikannya.
Namun, menurutnya, pekerjaan tersebut kemungkinan mengalami keterlambatan hingga tiga minggu, sehingga menyebabkan beberapa petani menunda panen sawit. "Pekerjaan ini tidak hanya sekadar penggalian, tetapi juga mencakup pekerjaan lain yang memakan waktu lebih lama," ujarnya.