Bengkulu Selatan (Antaranews Bengkulu) - Deretan potongan ikan laut segar berjejer di atas kawat tungku pengasapan dan mengeluarkan aroma khas menyeruak dari asap pembakaran untuk dijadikan ikan tapau, sajian khas Kabupaten Bengkulu Selatan.

Titi Sumarti (51) saat ditemui akhir pekan ini di Bengkulu Selatan, mengaku telah menjadi pembuat olahan ikan tapau selama dua puluh tahun. Jari-jemarinya yang mulai berkerut dimakan usia masih lincah mengasapi ikan puluhan kilogram setiap hari.

Tapau dalam bahasa lokal memiliki pengartian asap. Saat ikan-ikan segar kualitas ekspor seperti "giant trevally" atau belitong, cakalang dan tuna yang mendarat di tempat pelalangan ikan, warga langsung memburunya untuk diolah menjadi ikan tapau.

"Ikan tapau telah menjadi menu andalan masyarakat Bengkulu Selatan selama puluhan tahun untuk diolah menjadi aneka masakan," ujarnya.

Dia menjelaskan ikan laut yang dibeli di pelelangan langsung diolah dan dipotong bagian demi bagian lalu dibersihkan. Potongan ikan kemudian dibariskan rapi di tungku pengasapan.

Titi membutuhkan waktu sekitar tiga jam untuk mematangkan daging ikan yang berwarna putih itu menjadi kuning keemasan.

"Ketika warna dagingnya sudah kuning, itu artinya ikan tapau sudah matang," jelasnya.

Dia menjual ikan tapau di pasar tradisional seharga Rp25 ribu per potong dengan berat sekitar 250 gram.

Ranasiah (48), pembuat ikan tapau lainnya, menceritakan dia dan masyarakat membuat ikan asap secara tradisional, tanpa campuran bumbu pengawet ataupun alat pengasap modern.

"Ikan segar langsung diolah. Kami ingin menyuguhkan kualitas dengan ciri khas lokal. Itulah mengapa ikan tapau hanya bertahan maksimal dua hari," terangnya.

Noni Lestari, seorang pembeli, mengaku olahan ikan tapau cocok untuk dibuat pindang dan gulai santan yang dicampur bunga kecombrang.

"Lauk ikan tapau memiliki aroma kuat dan citra rasa khas daerah maritim, paling cocok kalau dinikmati dengan nasi hangat," tuturnya.

Pewarta: Sugiharto P

Editor : Riski Maruto


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018