Kota Bengkulu (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkulu Selatan menuntut tiga terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi dana makan dan minum pasien RSUD Hasanuddin Damrah Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, tahun anggaran 2023 dengan hukuman satu tahun penjara.
"Berdasarkan pasal tersebut, kami menuntut terdakwa dengan hukuman penjara serta denda, dan satu terdakwa dibebankan uang pengganti sebesar Rp126 juta," kata JPU Kejari Bengkulu Selatan, Andi Setiawan, di Kota Bengkulu, Rabu.
Ketiga terdakwa tersebut adalah Direktur RSUD HD Manna, Debi Purnomo, yang dituntut hukuman satu tahun sembilan bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider tiga bulan serta uang pengganti sebesar Rp126 juta.
Terdakwa Yuniarti dituntut hukuman satu tahun enam bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider tiga bulan, sedangkan terdakwa Vina Fitri Yani juga dituntut hukuman satu tahun enam bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider tiga bulan.
Andi mengatakan tindakan ketiga terdakwa dalam kasus korupsi dana makan dan minum pasien di RSUD HD Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan, telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp330 juta.
Atas perbuatan tersebut, JPU Kejari Bengkulu Selatan menuntut ketiga terdakwa dengan pasal subsider Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ketiganya didakwa melanggar Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, Kejari Bengkulu Selatan pada Desember 2024 telah menahan dan menetapkan ketiga terdakwa sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana makan dan minum pasien di RSUD. Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian sebesar Rp330 juta dari total anggaran yang mencapai Rp1,2 miliar.
Kerugian tersebut diketahui berdasarkan hasil audit yang mengungkap adanya selisih antara pembelanjaan dan realisasi yang dilaporkan.