Jakarta (Antaranews Bengkulu) - Adhy Pratama Irianto (30) adalah salah satu pemuda berprestasi yang ada di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, dari tangan lelaki sederhana ini lahir berbagai tulisan cerita pendek dan naskah drama.
Lelaki pemilik nama pena Adhyra Irianto ini dalam sepak terjangnya telah menorehkan berbagai prestasi baik dalam penulisan cerpen maupun dalam bidang teater ditingkat Kabupaten Rejang Lebong maupun Provinsi Bengkulu.
"Cuma satu harapan aku kak, bahagia benar aku kalau pemuda Rejang Lebong sudah mampu menimba ilmu baik dibidang sains, seni, maupun kemampuan lainnya, kembali lagi ke tanah Rejang untuk membangun daerahnya," ujar Adhy saat ditemui di kediamannya di Perumahan Prambanan, Kecamatan Curup Utara, Minggu.
Suami dari Diah Irawati, S.S, M.Pd yang dinikahinya pada 2016 lalu dan saat ini sudah dikaruniai satu anak laki-laki yakni Airlangga Mahesvara Irianto, mengaku sebagai seniman dirinya mempunyai banyak teman asal Kota Curup yang menimba ilmu seni di berbagai locus seni Indonesia seperti, Padang, Solo, Yogyakarta, Jakarta dan Bandung.
"Tapi, mereka tidak pulang, mereka memilih menjadi seniman di tempat-tempat itu. Alasannya, takut tidak berkembang di Curup, dan Bengkulu," urainya.
Adanya skeptisme tersebut membuat dua seni di Rejang Lebong selalu dekaden dan akhirnya berjalan di tempat, tidak ada perkembangan berarti. Budaya Rejang (suku di Rejang Lebong) tidak begitu santer terdengar di pusara budaya dan seni nasional, khususnya dunia teater dan sastra yang masih belum terdengar.
"Padahal kita punya kelebihan, sebuah suku tua yang punya kebudayaan yang unik. Karena itu, aku ingin menjadi martir, menjadi tumbal, bahwa cara satu-satunya untuk mengembangkan dan memajukan kesenian di daerah ini adalah, dengan membuat senimannya tetap berada di sini," ujarnya dengan penuh gelora.
Untuk itu Adhy yang pada 25 Oktober lalu mendapatkan penghargaan dari Dirjend PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud dalam acara apresiasi pendidikan keluarga 2018, sebagai salah satu nominasi juara penulisan blog itu berjanji akan terus membesarkan dunia seni dan teater di Kota Curup tempat kelahirannya.
"Bersamaan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2018, pertama-tama, kita rubah locus teater di Bengkulu menjadi mengarah ke Curup, baru kemudian bicara di tingkat nasional, setelah menyiapkan diri dengan kemampuan yang cukup," tambah dia.
Beberapa karya Adhy Pratama Irianto atau Adhyra Irianto antara lain kumpulan Cerpen "Reinkarnasi" (Griya Pustaka, 2011). Antologi Penyair Ungu (FEB UI 2011), naskah Drama "Pelukis & Wanita" (2012). Naskah monolog "Lagu Pak Tua (2013), naskah monolog "Sidang Jembatan" (2014), novel "Pencuri Hati" (Rumah Oranye, 2014). Novel kedua "Desing Peluru di Komplek Eks" 2017.
Kemudian menjadi sutradara pementasan drama Teater Senyawa Curup yang digelar di Kota Curup maupun Provinsi Bengkulu diantaranya saat pementasan drama Teater Senyawa Curup "Ayahku Pulang (Karya Usmar Ismail/2017-2018) di Islamic Centre Curup & GTT Taman Budaya Bengkulu, termasuk juga pementasan drama Teater Satu Lampung di GTT Taman Budaya Lampung.
Serta sutradara/aktor di pementasan monolog Teater Senyawa Curup "Monolog dari Tiga Kamar" (Karya Iswadi Pratama/2018) di Disdikbud Kepahiang dan di IAIN Curup. Sutradara di pementasan teater Senyawa Curup "Mime-sis#2" (Karya Adhy Pratama Irianto/2018) di Pasar Singgah Bung Karno Bengkulu.
Sedangkan prestasi yang ditorehkan Adhyra selama ini telah dianugrahi puluhan penghargaan baik tingkat Provinsi Bengkulu hingga nasional bidang penulisan Cerpen, puisi, penerbitan kumpulan Cerpen, penerbitan novel, penghargaan penulisan blog dan lainnya.
Selain itu naskah dramanya "Pelukis & Wanita" dipentaskan di Hari Teater Sedunia di Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan beberapa tempat lain di Indonesia. Naskah monolog "Lagu Pak Tua" dijadikan naskah wajib Peksimida tahun 2015 di Universitas Airlangga, naskah monolog "Sidang Jembatan" dipentaskan di 10 pentas monolog karya sastrawan Indonesia di Unnes Semarang, 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
Lelaki pemilik nama pena Adhyra Irianto ini dalam sepak terjangnya telah menorehkan berbagai prestasi baik dalam penulisan cerpen maupun dalam bidang teater ditingkat Kabupaten Rejang Lebong maupun Provinsi Bengkulu.
"Cuma satu harapan aku kak, bahagia benar aku kalau pemuda Rejang Lebong sudah mampu menimba ilmu baik dibidang sains, seni, maupun kemampuan lainnya, kembali lagi ke tanah Rejang untuk membangun daerahnya," ujar Adhy saat ditemui di kediamannya di Perumahan Prambanan, Kecamatan Curup Utara, Minggu.
Suami dari Diah Irawati, S.S, M.Pd yang dinikahinya pada 2016 lalu dan saat ini sudah dikaruniai satu anak laki-laki yakni Airlangga Mahesvara Irianto, mengaku sebagai seniman dirinya mempunyai banyak teman asal Kota Curup yang menimba ilmu seni di berbagai locus seni Indonesia seperti, Padang, Solo, Yogyakarta, Jakarta dan Bandung.
"Tapi, mereka tidak pulang, mereka memilih menjadi seniman di tempat-tempat itu. Alasannya, takut tidak berkembang di Curup, dan Bengkulu," urainya.
Adanya skeptisme tersebut membuat dua seni di Rejang Lebong selalu dekaden dan akhirnya berjalan di tempat, tidak ada perkembangan berarti. Budaya Rejang (suku di Rejang Lebong) tidak begitu santer terdengar di pusara budaya dan seni nasional, khususnya dunia teater dan sastra yang masih belum terdengar.
"Padahal kita punya kelebihan, sebuah suku tua yang punya kebudayaan yang unik. Karena itu, aku ingin menjadi martir, menjadi tumbal, bahwa cara satu-satunya untuk mengembangkan dan memajukan kesenian di daerah ini adalah, dengan membuat senimannya tetap berada di sini," ujarnya dengan penuh gelora.
Untuk itu Adhy yang pada 25 Oktober lalu mendapatkan penghargaan dari Dirjend PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud dalam acara apresiasi pendidikan keluarga 2018, sebagai salah satu nominasi juara penulisan blog itu berjanji akan terus membesarkan dunia seni dan teater di Kota Curup tempat kelahirannya.
"Bersamaan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda 2018, pertama-tama, kita rubah locus teater di Bengkulu menjadi mengarah ke Curup, baru kemudian bicara di tingkat nasional, setelah menyiapkan diri dengan kemampuan yang cukup," tambah dia.
Beberapa karya Adhy Pratama Irianto atau Adhyra Irianto antara lain kumpulan Cerpen "Reinkarnasi" (Griya Pustaka, 2011). Antologi Penyair Ungu (FEB UI 2011), naskah Drama "Pelukis & Wanita" (2012). Naskah monolog "Lagu Pak Tua (2013), naskah monolog "Sidang Jembatan" (2014), novel "Pencuri Hati" (Rumah Oranye, 2014). Novel kedua "Desing Peluru di Komplek Eks" 2017.
Kemudian menjadi sutradara pementasan drama Teater Senyawa Curup yang digelar di Kota Curup maupun Provinsi Bengkulu diantaranya saat pementasan drama Teater Senyawa Curup "Ayahku Pulang (Karya Usmar Ismail/2017-2018) di Islamic Centre Curup & GTT Taman Budaya Bengkulu, termasuk juga pementasan drama Teater Satu Lampung di GTT Taman Budaya Lampung.
Serta sutradara/aktor di pementasan monolog Teater Senyawa Curup "Monolog dari Tiga Kamar" (Karya Iswadi Pratama/2018) di Disdikbud Kepahiang dan di IAIN Curup. Sutradara di pementasan teater Senyawa Curup "Mime-sis#2" (Karya Adhy Pratama Irianto/2018) di Pasar Singgah Bung Karno Bengkulu.
Sedangkan prestasi yang ditorehkan Adhyra selama ini telah dianugrahi puluhan penghargaan baik tingkat Provinsi Bengkulu hingga nasional bidang penulisan Cerpen, puisi, penerbitan kumpulan Cerpen, penerbitan novel, penghargaan penulisan blog dan lainnya.
Selain itu naskah dramanya "Pelukis & Wanita" dipentaskan di Hari Teater Sedunia di Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan beberapa tempat lain di Indonesia. Naskah monolog "Lagu Pak Tua" dijadikan naskah wajib Peksimida tahun 2015 di Universitas Airlangga, naskah monolog "Sidang Jembatan" dipentaskan di 10 pentas monolog karya sastrawan Indonesia di Unnes Semarang, 2016.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018