Jakarta (Antara Bengkulu) - Mantan Rektor UIN Bandung Prof Nanat Fatah Natsir mengatakan penanggulangan terorisme oleh Kepolisian RI, terutama Detasemen Khusus 88 Antiteror, perlu dikaji ulang untuk mengedepankan dialog lebih dahulu.
"Terorisme di mana pun, dalam bentuk apa pun harus diberantas sampai ke akar-akarnya secara tuntas. Namun dengan penembakan terduga teroris di Bandung, tampaknya caranya perlu dikaji ulang," kata Nanat Fatah Natsir di Jakarta, Sabtu.
Nanat mengatakan aparat sebaiknya mengutamakan dialog terlebih dahulu bersama mediator, misalnya ulama atau perguruan tinggi Islam.
Menurut dia, dengan ditembak mati secara langsung justru kepolisian akan kehilangan jejak menelusuri jaringan teroris.
"Terorisme dilarang oleh agama mana pun. Namun, apakah dalam penanganan kasus terorisme tidak berlaku asas praduga tak bersalah?" tanya Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu.
Sebelumnya, pada Rabu (8/5) tim Detasemen Khusus 88 gabungan Polda Jawa Barat dan Polres Cimahi menembak mati tiga terduga teroris. Ketiga terduga teroris tersebut bertahan di rumah kontrakan di Kampung Batu Rengat, RT 2/8 Desa Cigondewah Hilir, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Tindakan tim Densus 88 terhadap terduga teroris itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, elit politik dan pengamat.
Ketua Komisi III DPR RI Gede Pasek Suardika memuji kinerja Densus 88 Polri yang mampu melumpuhkan sejumlah oknum yang terduga kelompok jaringan teroris di sejumlah daerah di Indonesia.
"Saya memuji kinerja tim Densus 88 Polri yang mampu melumpuhkan terduga teroris sebelum mereka melakukan tindakan teror di masyarakat," katanya.
Namun, dia mengatakan aparat jangan hanya melakukan tindakan preventif sehingga terjadi baku tembak dalam mencegah kelompok teroris bereaksi. Yang lebih penting, kata dia, bagaimana memutus dan membubarkan ideologi yang dianutnya dengan tindakan represif.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Edy Suandi Hamid mengatakan penggerebekan oleh Densus 88 terkesan seperti tayangan "entertainment" yang mempertontonkan aksi pembunuhan dan penyerangan terhadap teroris.
"Hal itu tidak mendidik, karena aksi tersebut diliput televisi yang juga ditonton anak-anak, sehingga secara psikologis mempengaruhi pembentukan kepribadian anak atau mengajarkan sadisme," katanya.
Menurut dia, penggrebekan terduga teroris di Bandung cenderung "show of war", dengan menembak mati dan melakukan operasi dengan cara mengundang wartawan. Hal itu, kata dia, sangat berbahaya bagi wartawan dan masyarakat sekitar.
Pengamat: cara penanggulangan terorisme perlu dikaji ulang
Sabtu, 11 Mei 2013 14:13 WIB 1358