Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bengkulu menerima sebanyak 49.510 matrik ton atau sekitar satu juta tabung lebih gas elpiji bersubsidi tiga kilogram untuk 10 kabupaten dan kota di provinsi itu.
Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, Yuliswani mengatakan jumlah yang diterima itu meningkat lima ribu matrik ton dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 43 ribu matrik ton.
"Kita menerima usulan dari kabupaten dan kota pada akhir tahun lalu berdasarkan jumlah warga miskin dan UMKM yang masuk dalam kriteria penerima tabung bersubsidi, jadi makanya kuota kita bertambah," kata dia di Bengkulu, Kamis.
Yuliswani menyebut kuota gas elpiji tiga kilogram itu akan didistribusikan ke seluruh daerah di Bengkulu dengan rincian Kabupaten Bengkulu Selatan mendapat sebanyak 3.849 matrik ton, Bengkulu Tengah sebanyak 3.035 matrik ton, Bengkulu Utara sebanyak 6.950 matrik ton dan Kaur sebanyak 2.265 matrik ton,
Kemudian, Kabupaten Kepahiang sebanyak 3.771 matrik ton, Lebong sebanyak 2.978 matrik ton, Mukomuko sebanyak 4.214 matrik ton, Rejang Lebong sebanyak 6.197 matrik ton, Seluma sebanyak 4.641 matrik ton dan Kota Bengkulu sebanyak 11.611 matrik ton.
Ia menjelaskan, penambahan itu juga berdasarkan beberapa pertimbangan lainnya yaitu surat dari Dirjen Minyak dan Gas (Migas) dengan melihat pertumbuhan dan realisasi penyaluran gas elpiji tiga kilogram pada tahun 2018 hingga 2020.
Selain itu rencana konversi BBM ke gas untuk nelayan dan petani tahun 2020, realisasi pembangunan jaringan gas tahun 2020 dan rencana konversi untuk rumah tangga, usaha mikro, nelayan dan petani tahun 2020.
Dengan tambahan kuota itu, kata Yuliswani, pemerintah daerah akan melakukan pengawasan terhadap pendistribusian tabung gas sehingga penyalurannya tepat sasaran.
Menurutnya, pengawasan juga akan dilakukan tim satuan tugas (Satgas) pengawasan kebutuhan bahan pokok yang terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dibantu pihak kepolisian.
"Hal ini untuk meminimalisir gas bersubsidi ini dinikmati masyarakat golongan menengah keatas. Kalau tepat sasaran, kuota ini sebenarnya cukup. Untuk itu diperlukan pengawasan ketat di lapangan," demikian Yuliswani.