Bengkulu (ANTARA) - Anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat mengungkapkan dugaan jual beli kawasan hutan yang menjadi habitat kunci gajah Sumatera (Elephas maximus Sumatranus) tersisa di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko Provinsi Bengkulu.
"Hasil investigasi selama delapan bulan dan pemantauan rutin yang dilakukan secara kolaboratif mengungkap dugaan kuat jual beli kawasan hutan habitat gajah hingga ratusan hektare di wilayah Kabupaten Mukomuko," kata Penanggungjawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar di Bengkulu, Kamis.
Saat "media briefing" dengan topik "Mengawal Benteng Terakhir Gajah Sumatera di Bengkulu", Ali mengatakan jual beli kawasan hutan di habitat satwa langka itu justru melibatkan aparat pemerintah desa.
Ia mengatakan hasil analisis tutupan hutan yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam Seblat di wilayah kerja Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare, diketahui seluas 39.812,34 ha atau 49 persen telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 ha atau 29 persennya telah beralih fungsi menjadi non-hutan.
"Ada dua nama yang cukup sentral dalam dugaan jual beli kawasan hutan ini yaitu inisial TR dan HN, bahkan nama kedua orang ini dikenal sebagai nama jalan dalam kawasan hutan," katanya.
Konsorsium menilai lemahnya penegakan aturan, terutama dari pemangku kawasan membuat aksi para mafia jual beli kawasan hutan ini semakin dilakukan secara terang-terangan.
Di kalangan masyarakat luas di wilayah ini bahkan harga pasaran kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap ditanami sawit dijual Rp10 hingga Rp15 juta per ha.
Akibatnya sejumlah kawasan yang mendapat tekanan tinggi akibat perambahan hutan ini antara lain Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, Hutan Produksi Air Rami dan Hutan Produksi Air Teramang.
Konsorsium, kata dia, bahkan telah membuat laporan kejadian tentang perambahan kawasan hutan ini ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu dengan dua orang terduga sebagai pelaku utama yaitu HN dan JD.
"Kami mendesak pemangku kawasan di DLHK untuk menindaklanjuti laporan kejadian ini sebagai salah satu upaya mempertahankan bentang alam seblat yang merupakan rumah terakhir bagi gajah Sumatera di Bengkulu," kata Ali Akbar.
Sementara dosen Jurusan Kehutanan Universitas Bengkulu (Unib), Gunggung Senoaji mengatakan kehilangan habitat menjadi salah satu ancaman bagi kelestarian gajah Sumatera di Bengkulu.
Apalagi kata dia, populasi gajah Sumatera di Provinsi Bengkulu, sejauh ini makin mengkhawatirkan dengan estimasi populasi tersisa hanya mencapai 50 ekor. Kawanan ini terfragmentasi dibeberapa kawasan hutan.
Satu dasawarsa sebelumnya, tercatat ada 16 ekor gajah di Bengkulu, ditemukan mati. Catatan ini kemudian bertambah lagi pada kurun 2018 hingga 2021, tiga ekor gajah ditemukan mati.
"Kematian ini terjadi secara tidak alami. Seperti diracun, ditembak dan diburu," demikian Gunggung Senoaji.
Konsorsium Seblat ungkap dugaan jual beli hutan habitat gajah Bengkulu
Jumat, 25 Februari 2022 10:38 WIB 4106