Kota Bogor, Jabar (ANTARA) - Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan Gereja Katolik Keuskupan Bogor meluncurkan gerakan Kolekte Sampah Indonesia untuk membangun kesadaran lingkungan mengelola sampah sebagai amal baik.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya KLHK Rosa Vivien Ratnawati saat peluncuran di Gereja Katedral Jalan Kapten Muslihat, Kamis, mengatakan Gerakan Kolekte Sampah Indonesia merupakan perluasan dari gerakan kepedulian terhadap sampah yang sudah dikerjasamakan dengan rumah ibadah lain, yakni masjid sejak tahun 2021.
"Kita sudah bergerak di masjid dengan program sampah menjadi berkah, yakni dengan Muhamadiyah dan NU. Sekarang kita bergerak ke gereja katolik dan kami mengajak Keuskupan Bogor untuk bisa menggerakkan umatnya," katanya.
Pihaknya berharap melalui Gerakan Kolekte Sampah Indonesia, umat gereja-gereja di Bogor bisa memilah sampah dan menyerahkan sampah yang ada di drop boks, dikumpulkan kemudian sampah-sampah itu dibeli dengan harga yang baik.
Karena itu, KLHK mengajak Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi) juga perusahaan Mayora grup dari Le Mineral sebagai pemakai kembali bahan plastik sebagai wadah makanan untuk membeli dan mengolah kembali limbah plastik yang berhasil dikumpulkan.
Ia mengatakan produsen air minum kemasan itu, bahkan mungkin produsen makanan kemasan lain, biasa mengimpor bahan baku plastik dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan produksinya.
Sementara, jumlah sampah di Indonesia menurut catatan pada tahun 2020 ada sebanyak 67,8 juta ton dalam setahun.
"Kita setiap harinya kalau sampahnya tidak kita kelola per hari per orang, itu menghasilkan 0,7 kg per hari per orang," kata Vivien.
Ia menyebut di Kota Bogor per hari tepatnya 650 ton sampah yang dihasilkan dari aktivitas seluruh warga di "Kota Hujan" itu.
Daerah penyangga Ibu Kota Jakarta itu, kata v, juga disebutkan telah mengalami penurunan jumlah sampah plastik melalui kebijakan Wali Kota Bogor Bima Arya yang menerbitkan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 melarang penggunaan kantong plastik untuk berbelanja, khususnya pada usaha ritel.
Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menyampaikan permasalahan sampah memang merupakan masalah keimanan yang perlu didorong oleh komitmen rumah ibadah berbagai agama yang ada di Indonesia, termasuk di Kota Bogor.
Ia pernah melihat seorang ibu yang membuang lemari ke Sungai Ciliwung yang mungkin bisa saja mengenainya jika lima detik perahu karet yang dipakainya bermain lebih cepat melaju.
"Jadi saat itu saya berpikir, ini masalah sampah bukan hanya masalah sistem saja, bukan masalah infrastruktur saja, tetapi masalah keimanan," katanya.
Ia mendukung Gerakan Kolekte Sampah Indonesia yang menggerakkan gereja-gereja mau mengedukasi umatnya memilah dan mengumpulkan sampah. Begitu juga yang dilakukan masjid-masjid dalam program KLHK.
"Sehari itu lebih kurang ada 600 ton kumpulan sampah kita, 60 persen sampah organik, 13 persennya plastik, sisanya yang lain-lain, lemari spring bed yang perlu kita atasi," katanya.
Uskup Bogor Paskalis Bruno Syukur mengatakan Gerakan Kolekte Sampah Indonesia merupakan pertobatan ekologis bagi seluruh umat yang mau ikut melakukannya.
"Kami gereja katolik Keuskupan Bogor berusaha umat kami agar melakukan pertobatan ekologi, kami yakini iman tidak hanya terarah kepada-Nya saja tetapi dibuktikan juga kepada alam semesta, perilaku yang baik terhadap alam semesta itulah pertobatan ekologis," katanya.
Pertobatan ekologis menurutnya, mempunyai efek terhadap alam semesta ini. Kalau manusia berlaku baik kepada sesama, pasti akan berlaku baik juga pada alam semesta.
Dalam hal ini fokus pada masalah sampah, tidak hanya membuang sampah, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan agar wilayah Bogor tetap asri.
KLHK dan Gereja Katolik luncurkan kolekte sampah di Bogor
Kamis, 3 Maret 2022 18:31 WIB 3508