Temanggung (Antara) - Rachmat Pratikto pada tahun 2007 merintis produk kopi luwak
karena penasaran terhadap biji kopi hasil fermentasi yang dikeluarkan
bersama kotoran luwak itu.
Biji kopi yang keluar besama kotoran luwak itu menurut orang-orang lebih enak daripada kopi biasa.
Rachmat,
warga Dusun Demangan Asri, Desa Mungseng, Kecamatan Temanggung, memulai
usahanya dengan memelihara tiga luwak untuk menghasilkan biji kopi dan
hasilnya untuk dinikmati kalangan sendiri.
"Karena rasa penasaran, saya mencoba memelihara dua hingga tiga
ekor luwak untuk meyakinkan analisis saya bahwa biji kopi yang
dihasilkan dari pencernakan luwak memang benar-benar biji kopi yang
berkualitas dan memiliki rasa lebih enak daripada kopi pada umumnya,"
katanya.
Menurut dia, hasil uji coba tersebut kemudian menyebar dari
sejumlah temannya yang pernah merasakan kenikmatan kopi luwak hasil
produksinya, kemudian banyak orang memesan kopi luwak tersebut.
Ia menuturkan bahwa pada tahun 2010 bersamaan "booming" produk kopi
luwak, pihaknya mulai mengomersialkan biji kopi luwak dengan menjual
kepada konsumen.
Sarjana Teknologi Pertanian lulusan Universitas
Mercu Buana Yogyakarta tersebut kemudian menambah luwak untuk diternak
guna menghasilkan biji kopi luwak lebih banyak.
Pada awal bisnis tersebut dia mematok harga Rp600 ribu per kilogram
kopi bubuk. Untuk lokal Jateng, waktu itu, harga tersebut sudah luar
biasa.
Harga yang cukup fantastis tersebut kemudian membuat banyak orang
ingin mencoba memproduksi kopi luwak, tidak hanya di Temanggung, tetapi
juga daerah lainnya.
"Waktu itu saya sering menjadi pembicara di sejumlah tempat dan
banyak juga dari luar Temanggung yang melakukan studi banding ke rumah
kami," katanya.
pemasaran
Menurut dia banyak produsen kopi luwak yang
gagal karena terkendala pemasaran. Mereka bisa memproduksi kopi luwak
dalam jumlah besar, tetapi tidak menguasai pasar.
"Mereka kebanyakan hanya tergiur dengan harga kopi luwak yang begitu tinggi, tetapi terkendala dalam pemasaran," katanya.
Padahal, kata dia, setahun kopi luwak hanya bisa diproduksi dalam
waktu tiga hingga empat bulan bersamaan masa panen kopi, selebihnya
piaraan luwak tersebut harus diberi makan buah-buahan yang lain.
Karena biaya tinggi dan kendala pemasaran tersebut, banyak yang telah mencoba memproduksi kopi luwak berhenti di tengah jalan.
Ia mengatakan bahwa untuk menjaga kesehatan dan juga kebutuhan
makanan binatang piaraan tersebut, pihaknya tidak hanya memberi pakan
berupa buah, tetapi juga daging dan ikan untuk memenuhi kebutuhan
protein dan kalsium.
"Berdasarkan pengamatan kami, jika kebutuhan kalsium kurang, untuk
memenuhinya luwak akan memakan bulunya sehingga bulu akan menjadi tipis
dan kedinginan akhirnya mati," katanya.
Pertahankan Pelanggan
Pratikto kini memelihara 23 ekor
luwak, dua ekor di antaranya merupakan luwak yang telah dipeliharanya
sejak awal membuat kopi luwak.
Menurut dia, dari 23 ekor luwak tersebut, dapat memproduksi biji
kopi luwak sebanyak 3--5 ton per tahun. Harga kopi luwak, baik biji
sangrai maupun bubuk sama, yakni Rp1 juta per kilogram.
Hingga saat ini dia fokus pada kopi luwak arabika karena kopi jenis
ini belum banyak tersedia di pasaran, sedangkan kopi robusta sudah
banyak, terutama dari Sumatera.
Produk kopi luwak yang dihasilkannya dipasarkan ke sejumlah kota, antara lain Semarang, Yogyakarta, Tangerang, dan Bandung.
"Kebanyakan mereka adalah para pelanggan rutin yang selalu kami kirim setiap ada permintaan," katanya.
Selain permintaan di dalam negeri, katanya, pernah ada permintaan
dari luar negeri, antara lain dari Malaysia, Hong Kong, Korea, Spanyol,
dan Jerman.
Ia mengatakan bahwa pembeli ada yang datang langsung ke rumah.
Mereka kebanyakan para wisatawan atau orang yang mau bepergian ke luar
negeri membawa kopi luwak sebagai oleh-oleh.
Menurut dia, pihaknya belum punya keinginan untuk memperbesar
usahanya dengan meningkatkan produksi. Dia ingin mempertahankan
pelanggan yang ada.
"Kami justru ingin mengetahui seberapa besar surutnya booming kopi
luwak sehingga kami bisa mengukur kebutuhan normal yang bisa disiapkan.
Sebab, kopi luwak hanya diminati kalangan tertentu saja," katanya.
Ia mengatakan bahwa pangsa pasar kopi luwak ada dua macam, yakni
mereka yang penasaran terhadap kopi luwak dan sebagai suatu yang
prestise.
"Mereka yang penasaran biasanya permintaan tidak rutin meskipun
juga berpeluang bisa berlanjut, sedangkan mereka yang menganggap sebagai
prestise maka kebutuhannya rutin," katanya. (Antara)
Melewati masa "booming" kopi luwak
Kamis, 3 Juli 2014 10:15 WIB 2437