Wakil Presiden Boediono dalam pertemuan dengan penjabat Gubernur Aceh Tarmizi A Karim, Jumat meminta agar masyarakat Indonesia harus menyiapkan diri sedini mungkin menghadapi bencana, karena negeri ini menjadi langganan bencana.
Khusus masyarakat yang tinggal di Sumatera dan kawasan megathrust, agar terus waspada dengan kemungkinan terjadinya bencana.
Bencana akan terus terjadi di Indonesia, karena negeri ini berada di kawasan rawan bencana. "Bencana tentu tidak bisa dicegah, tapi hanya bisa dihindari," ujarnya.
Potensi rawan bencana yang di wilayah Sumatra, kemudian mendorong Koordinator Forum Pengurangan Risiko Bencana Provinsi Bengkulu Nurkholis Sastro untuk melengkapi enam kabupaten di daerah itu yang berada di pesisir pantai barat Sumatra dengan sirene peringatan dini tsunami.
"Karena enam kabupaten tersebut daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami, perlu dilengkapi alat peringatan dini tsunami sebaik mungkin," katanya di Bengkulu.
Enam kabupaten tersebut yakni Bengkulu Utara, Mukomuko, Bengkulu Tengah, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur.
Sedangkan Kota Bengkulu yang juga berada di pesisir barat Sumatera sudah dilengkapi dua alat peringatan dini tsunami bantuan BMKG pusat.
"Kota sudah memiliki dua alat peringatan dini tsunami yang ada di pantai panjang dan kompleks kantor gubernur meski diakui dua alat ini belum cukup untuk wilayah kota," katanya.
Sirene yang ada di Kota Bengkulu jangkauan bunyinya hanya dalam radius dua kilometer.
"Artinya tidak cukup dua atau tiga unit, karena jangkauannya terbatas, ini berarti harus dipasang lebih banyak lagi," katanya.
Ia mencontohkan wilayah Kelurahan Teluk Sepang Kecamatan Kampungmelayu di perbatasan Kota Bengkulu dan Kabupaten Seluma merupakan wilayah padat penduduk, namun belum memiliki alat peringatan dini tsunami.
Menurutnya, gempa besar yang terakhir melanda Bengkulu dan sekitarnya pada 2007 dengan kekuatan 7,9 pada skala Richter membuat masyarakat di wilayah pesisir mengkhawatirkan munculnya tsunami.
"Seperti masyarakat di Mukomuko sudah banyak yang mengungsi ke daerah yang lebih tinggi dan meninggalkan harta benda mereka di rumah dengan kondisi terbuka, tetapi ternyata tidak ada tsunami," katanya.
Keberadaan alat peringatan dini tsunami sangat mendesak untuk dilengkapi oleh pemerintah daerah, baik melalui dana APBD maupun mengusulkan ke pemerintah pusat melalui BPBD setempat.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu Nana Sudjana sebelumnya meminta pemerintah enam kabupaten tersebut melengkapi alat yang dibutuhkan secara bertahap.
"Kota sudah punya dua unit sistem peringatan dini, sedangkan di enam kabupaten pesisir belum ada sama sekali, jadi kami meminta pemerintah daerah memprioritaskan pengadaannya," katanya.
Ia mengatakan 10 kabupaten dan kota di Bengkulu rawan bencana gempa karena berada di pertemuan lempeng Indoaustralia dan Eurasia. Namun, wilayah yang rawan terkena tsunami khususnya di tujuh kabupaten dan kota.
"Pulau Enggano yang masuk dalam wilayah Kabupaten Bengkulu Utara yang dihuni 2.700 jiwa harus diprioritaskan," katanya.
Meski demikian pihaknya juga mengusulkan pengadaan sirene tsunami ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sementara, warga di desa sepanjang pantai Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, membutuhkan mobil khusus siaga bencana untuk persiapan evakuasi jika terjadi gempa bumi disusul tsunami.
"Desa pribumi dekat pantai juga membutuhkan mobil terutama untuk evakuasi saat bencana alam," kata Ketua Nelayan Kecamatan Airrami, Mukomuko, Saugani.
Ia menyampaikan hal tersebut menyusul delapan mobil bantuan dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal untuk desa di kecamatan tersebut tidak satu pun diterima oleh desa pribumi atau desa dekat sepanjang pesisir pantai.
"Seharusnya desa dekat pantai juga diberikan mobil agar bisa merata bukan hanya desa baru saja," ujarnya dengan nada protes.
Ia menyebutkan, bahwa bantuan mobil bagi desa tertinggal dan terisolasi tersebut tidak sesuai dengan fakta dan kondisi sebenarnya sebab ada wilayah maju di kecamatan itu masih menerima bantuan.
"Seperti SP III yang wilayahnya sudah maju serta berada tidak jauh dengan jalan nasional masih dapat bantuan mobil," ujarnya.
Serta masih ada beberapa desa yang telah maju lainnya di kecamatan itu yang menerima bantuan mobil.
Selain itu, pihaknya belum lama ini telah menemui pihak kecamatan setempat terkait tidak meratanya bantuan mobil yang diberikan bagi desa di wilayah tersebut.
"Kami sudah menemui camat supaya desa lama juga diberikan bantuan mobil khusus bencana," kata dia menambahkan.
Upaya dan Antisipasi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu mengusulkan pengadaan 13 sirene peringatan dini tsunami ke pemerintah pusat untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di daerah itu terhadap bencana gempa bumi dan tsunami."Tahun ini kami usulkan penambahan 13 sirene peringatan dini tsunami yang akan diprioritaskan untuk wilayah Kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah," kata Kepala Bidang Prabencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu Bambang Hermanto.
Ia mengatakan, untuk wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah, sirene tersebut rencananya akan ditempatkan di wilayah padat penduduk, mulai dari Kecamatan Lais, hingga perbatasan dengan Kota Bengkulu di wilayah Kecamatan Pondokkelapa.
Sedangkan untuk Kota Bengkulu dibutuhkan di beberapa titik sepanjang wilayah pesisir yang padat penduduk, mulai dari Terminal Sungaihitam hingga Kelurahan Teluksepang, berbatasan dengan Kabupaten Seluma.
"Karena permukiman di wilayah pantai Kota Bengkulu ketinggian dari permukaan laut mulai dari 0 hingga 23 meter, jadi sangat datar," katanya.
Saat ini, kata dia, terdapat dua unit sirene peringatan dini tsunami bantuan dari BMKG pusat yang ditempatkan di lokasi wisata Pantai Panjang dan satu unit lainnya di komplek Kantor Gubernur Bengkulu.
Bunyi sirene terdengar dalam radius maksimal dua kilometer sehingga dua alat tersebut belum memadai untuk mendorong kesiapsiagaan warga.
"Perlu ditambah, karena seperti gempa Aceh kemarin, dua alat ini berbunyi tapi hanya sedikit warga yang mendengarkan," katanya.
Sementara untuk lima kabupaten wilayah pesisir lainnya yakni Mukomuko, Bengkulu Utara, Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur juga sudah dikoordinasikan dengan BNPB untuk pengadaan sirene tsunami.
Selain mengusulkan pengadaan sirene tsunami, BPBD juga akan mengaktifkan fungsi anggota satgas mitigasi bencana yang ditempatkan di seluruh desa di Provinsi Bengkulu yakni sebanyak 1.471 orang.
Peran anggota satgas mitigasi bencana dalam penyebarluasan informasi bencana sangat penting untuk mengetahui kondisi terkini di lokasi bencana.
"Alat komunikasi menjadi andalan kami, seperti gempa Aceh kemarin, saya menghubungi 38 anggota satgas mitigasi dan 28 orang membalas dan menginformasikan kondisi di desa masing-masing," katanya menjelaskan.
Untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, BPBD juga akan meningkatkan kegiatan simulasi dan sosialisasi tentang bencana gempa dan tsunami bagi warga, terutama di wilayah pesisir yang rentan terdampak bencana tsunami.
Di Kabupaten Mukomuko, sebanyak 64 orang personel taruna siaga bencana satu hari setelah gempa Aceh diminta bersiaga guna mengantisipasi terjadinya gempa bumi susulan melanda daerah tersebut.
"Apel gabungan personel taruna siaga bencana merupakan agenda rutin setiap tiga bulan, dan kebetulan saja pelaksanaannya satu hari setelah gempa Aceh, jadi mereka disiagakan guna mengantisipasi kemungkinan gempa bumi susulan," kata Kepala Bidang Sosial Dinas Sosial, Tenaga Kerja, Transmigrasi Kabupaten Mukomuko, Suyoso.
Namun dengan kejadian gempa bumi di Aceh berkekuatan 8,5 skala Richter dan ikut dirasakan juga oleh warga di daerah itu, kata dia, saat apel gabungan personel taruna siaga bencana (tagana) diharapkan menjadi motivator dan dinamisator bagi masyarakat ketika bencana alam.
"Berikan motivasi bagi masyarakat agar mereka tidak panik saat terjadi gempa bumi," kata dia.
Selanjutnya, personel tagana juga harus bisa sebagai inisiatif dan contoh bagi masyarakat di lingkungannya dalam menghadapi bencana alam.
Ia menyebutkan, dari 15 kecamatan di daerah tersebut hanya empat kecamatan yang belum ada personel tagana namun tugas dan fungsi mereka luas sehingga bisa membantu kecamatan yang belum ada personelnya.
"Bisa saja mereka membantu kecamatan lain, selain kecamatannya karena jaraknya juga tidak begitu jauh," kata dia.
Lebih lanjutnya dia berharap, keberadaan personel tagana di daerah tersebut benar-benar bisa bermanfaat bagi masyarakat mulai dari pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan pascabencana.
Sementara itu, menara pemantau tsunami atau "view tower" di Kelurahan Malabero, Kota Bengkulu yang diresmikan Pelaksana Tugas Gubernur Provinsi Bengkulu Junaidi Hamsyah, Jumat (30/3) sore, belum difungsikan secara optimal.
Menara pemantau setinggi 43 meter itu awalnya pun dibuka untuk umum, sebab pembangunannya dirancang untuk mendukung Bengkulu sebagai daerah tujuan wisata baru.
"Selain sebagai menara pemantau tinggi gelombang karena daerah kita rawan gempa dan tsunami, tempat ini juga akan dirancang sebagai objek wisata," kata Junaidi.
Proyek yang dimulai pembangunnya sejak 2007 melalui sistem tahun jamak (multiyears) itu sempat menuai polemik terkait pengerjaannya yang sempat terbengkalai selama satu tahun.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu Andi Rusliansyah mengatakan menara setinggi 43 meter tersebut dilengkapi ruang pemantau tsunami serta akan dipasang sirene tanda peringatan dini tsunami.
Pemasangan sirene tsunami di menara tersebut menambah jumlah sirene peringatan dini tsunami di dalam Kota Bengkulu menjadi tiga unit.
"Sebagai daerah rawan bencana, kami menambah satu sirene tsunami di menara ini dan menara ini juga akan multi fungsi selain sebagai objek wisata juga menara pemantau dan evakuasi tsunami," katanya.
Di atas menara tersebut juga terdapat dua teropong pemantau tinggi gelombang laut.
Penambahan fasilitas pendukung pada tahun ini dengan dana sebesar Rp8 miliar antara lain panggung, taman dan lapangan evakuasi, serta mushalla.
"Kawasan ini diharapkan memiliki multifungsi, termasuk bisa menjadi tempat berwisata masyarakat," katanya.
(T.T013/Z003)