"Pertama, agama apapun itu muncul sebagai sumber kasih yang harus dirasakan sebagai rahmat Tuhan oleh semua orang baik bagi pemeluknya maupun yang tidak memeluknya," katanya pada acara seminar berbasis daring (webinar) internasional dalam memperingati Hari Lahir Pancasila yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (30/5).
Magnis mengatakan persoalan tersebut menjadi hal penting bagi seluruh pemuka agama agar berbicara positif tentang agama lainnya untuk menciptakan Indonesia yang sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika
Kemudian, sambungnya, yang kedua adalah komunikasi antar umat beragama yang berbeda. Dia menyebutkan di Indonesia sangat mudah untuk melakukan hal tersebut.
"Kita bisa datang begitu saja untuk silaturahmi, pasti diterima. Lama-lama kenal, lama-lama menghargai. Ada istilah tresno margo kulino yang artinya saling menyenangi karena sudah biasa," ujar pria yang akrab disapa Romo Magnis tersebut.
Ia menceritakan pengalamannya terhadap umat Muslim sejak puluhan tahun yang lalu dan tidak berakhir hingga sekarang.
"Bahkan kita sering memecahkan masalah bersama," imbuhnya.
Ketiga, sambungnya, adalah dengan memperkuat perasaan identitas nasional karena banyak negara lain yang tidak tercapai identitas nasionalnya karena menggunakan identitas umat mayoritas.
Ia menjelaskan penguatan perasaan identitas nasional dapat dilakukan dengan pelajaran sejarah dimana murid-murid bisa menjadi bangga dan kagum terhadap Indonesia.
Selain itu, sambungnya, peristiwa seperti pertandingan tim nasional sepakbola Indonesia juga bisa menimbulkan kesadaran identitas nasional bangsa Indonesia terlepas dari suku, agama, dan ras apapun masyarakat berasal.
Kemudian, yang keempat adalah dengan menciptakan guru-guru yang bersifat positif dan terbuka terhadap masa lalu termasuk kepada agama lain.
"Dalam mengembangkan kesadaran identitas nasional dan kebangsaan secara agamis dan terbuka, guru adalah kunci," tuturnya.
Ia menyebutkan guru harus terbuka dalam mengajari hal apapun terkait kebangsaan kepada anak didiknya seperti halnya dalam pelajaran agama.
Menurutnya, semua agama berbeda begitu pula dengan imannya, tetapi sebagai hamba, masyarakat tidak boleh mengadili umat agama yang lain.
"Identitas nasional tidak mengancam dan menekan masyarakat, melainkan melindungi dan mengangkat identitas masing-masing komunitas dengan identitas agama yang berbeda," pungkas Romo Magnis.
Update Berita Antara Bengkulu di Google News