"Kalau jarak kehamilan terlalu dekat, maka akan berpengaruh kepada pertumbuhan anak nantinya," katanya dalam acara Waktu Indonesia Berencana yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan jika usia anak baru menginjak 1,5 tahun, lalu kemudian ibunya hamil kembali, maka akan mempengaruhi produksi ASI pada ibu yang menyebabkan nutrisi sang anak pertama kurang optimal.
Selain itu, kata dia, jika ibu hamil dipaksakan untuk menyusui, maka akan menyebabkan kontraksi otot pada rahim yang dapat berpengaruh kepada anak yang berada di dalam kandungan.
"Sehingga adiknya tersiksa, kakaknya juga tidak bisa menyusui, kemudian ibunya mual sehingga kakaknya kurang diperhatikan, padahal anak usia 1,5 tahun masih perlu perhatian," ujarnya.
Kemudian jika anak kedua telah lahir, sambungnya, akan menimbulkan kecemburuan bagi anak pertama, karena sang anak pertama merasa perhatian yang seharusnya diperoleh secara utuh, harus dibagi menjadi dua dengan adiknya.
Ia menyebutkan hal tersebut dapat mengakibatkan anak menjadi stres dan tidak bahagia.
Dikemukakannya kebutuhan oral anak (seperti menyusui) yang belum terpenuhi dengan baik di waktu kecil, dapat berkorelasi dengan kebiasaan merokok dan menggunakan obat-obatan terlarang di waktu dewasa.
"Ada ibu yang bilang 'agar repotnya di satu waktu', kalau begini namanya menyiksa sang anak," katanya.
Maka dari itu, dia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar merencanakan kehamilan dengan jarak minimum tiga tahun dari persalinan sebelumnya.
Angka tersebut diambil selain karena saran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), juga agar pertumbuhan anak tidak terkendala dengan mengoptimalkan masa 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang terdiri atas 270 hari kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan sang buah hati, demikian Hasto Wardoyo.