Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut praktik mempersilakan perempuan menjadi imam merupakan sebuah penyimpangan bukan perbedaan.
Hal itu disampaikan Wapres dalam sambutannya pada acara Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Rabu malam.
“Misalnya perempuan jadi imam itu bukan perbedaan, itu penyimpangan namanya itu,” kata Wapres.
Baca juga: Menko PMK pastikan pelayanan pendidikan di Al Zaytun tidak berhenti
Wapres tidak mencontohkan secara spesifik kasus perempuan menjadi imam yang dimaksud. Namun sebelumnya Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu memang pernah mempersilakan perempuan menjadi imam dalam shalat.
Wapres hanya meminta MUI mendudukan persoalan-persoalan seperti itu secara proporsional.
“Kaidahnya ‘la yunkar almukhtalaf fihi, wa'innama yunkar almujmae ealayh (Masalah yang masih diperselisihkan (keharamannya) tidak boleh diingkari, tapi harus mengingkari masalah yang (keharamannya) telah disepakati)’. Ini majelis ulama konsisten dari dulu begitu. Mudah mudahan sampai sekarang begitu,” jelas Wapres.
Ma’ruf Amin menyampaikan hal itu dalam rangka meneguhkan peran MUI dalam menjaga umat dari penyimpangan.
Baca juga: Wapres: Al Zaytun tidak dibubarkan atas pertimbangan masa depan santri
Wapres yang juga merupakan mantan Ketua Komisi Fatwa MUI mengatakan, perbedaan adalah sesuatu hal yang harus ditoleransi, namun penyimpangan tidak bisa ditoleransi dan harus diluruskan.
“Tetapi, ada orang yang penyimpangan dianggap sebagai perbedaan,” kata Wapres.
Dia mengatakan MUI sebagai lembaga yang paling pantas menjadi imam umat secara institusi, harus bisa memberikan arah kepada umat.
Wapres menyampaikan MUI adalah lembaga yang berjalan di atas rel seperti kereta api. Arah MUI jelas sesuai rel atau landasan/kerangka berpikir, dan tidak bisa di bawa ke mana-mana.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin minta KPK berantas pungli di rutan
“Karena itu Majelis Ulama (Indonesia) itu sering saya katakan sebagai kereta api, nggak bisa dibawa kemana-mana. Dia berjalan di atas relnya. Jadi kalau orang yang mau ikut Majelis Ulama ikut relnya. Kalau ingin tidak ikut rel, mau sendiri, mau membawa arus sendiri, dia jangan naik kereta api, jangan naik Majelis Ulama, naik taksi saja, kalau taksi kan bisa dibawa ke mana aja nggak pakai rel,” jelasnya.
Pada kesempatan itu Wapres juga mengingatkan MUI agar terus menguatkan umat, baik secara kaidah, pendidikan hingga ekonomi.
MUI diharapkan bisa terus berperan sebagai mitra pemerintah menguatkan persatuan nasional, kerukunan, dan kebhinekaan.