Menggali potensi kopi lokal Hutan Lemo Nakai
Rabu, 25 Oktober 2023 17:00 WIB 4188
Day mengatakan penanaman kopi harus dikelola secara efektif sehingga hasilnya optimal. Dari satu pohon kopi sekali panen seharusnya bisa menghasilkan sekitar dua kilo biji kopi basah. Hanya saja karena pengelolaannya belum tepat membuat hasil panen kurang dari angka ideal.
Hal itu, kata dia, belum termasuk bagaimana petani menjaga keberlanjutan tanaman kopi agar tetap produktif. Sebagai contoh, cara memetik beans kopi basah yang salah, justru dapat merusak tunas buah baru. Jika rusak maka produktivitas tanaman kopi bakal menurun drastis. Hal ini perlu disampaikan kepada para petani tradisional.
"Lahan kopi harus sehat agar diurus memenuhi kebutuhan tumbuhan kopi itu sendiri. Banyak batang tidak berarti akan menghasilkan banyak buah kopi. Akan tetapi, bagaimana cara mengelolanya dengan baik, memangkas dengan baik, mengatur jarak tanam, mengolah lahan agar subur dan sebagainya," kata dia merujuk sejumlah tanaman kopi yang dibiarkan tumbuh alamiah tanpa banyak pemangkasan.
Selama observasi di lahan kopi milik Aryo di gugusan hutan Lemo Nakai, ia menyoroti kondisi lahan kebun kopi di beberapa titik dalam kondisi lembab serta banyak sampah yang membuat jamur mudah tumbuh dan menjadi tempat serangga bersarang. Hal ini harus diperhatikan dan ditanggulangi agar ada perbaikan kualitas tanaman kopi yang lebih produktif.
Baca juga: Kopi Bermani Rejang Lebong tampil di Jakarta Kreatif Festival
Baca juga: Kemenparekraf dorong identifikasi HKI untuk kopi Bengkulu
"Banyak tumbuhan tidak sehat dapat tertular tumbuhan yang sakit... Perlu diperhatikan juga pengaturan jarak tanam tumbuhan kopi dengan pohon penaung. Pengaturan bagus tetapi memang beberapa tanaman tidak ada pemangkasan yang cukup. Idealnya tanaman tidak terlalu tinggi agar mudah dirawat dan dipanen," kata dia.
Kopi Lokal yang Bersaing
Day mengatakan perlu adanya pengelolaan kopi yang baik dari warga desa agar hasil panen tersebut dapat berlipat dan memiliki nilai jual yang tinggi.
Ia mengatakan saat ini memberi literasi bagi warga tentang cara yang baik mengelola tanaman kopi. Pada akhirnya nanti, cara berkebun kopi itu akan diserahkan kepada petani langsung agar dapat berkelanjutan meski tidak ada penyuluh.
Dengan begitu, kata dia, pengetahuan itu dipahami petani, diterapkan sekaligus dapat diajarkan kepada komunitas secara "getok tular" sehingga literasi dapat dipahami warga desa secara lebih luas lagi.
Baca juga: RI dan 16 negara surati Uni Eropa prihatinkan UU antideforestasi
Baca juga: Dewas ANTARA-Gubernur bahas potensi pengelolaan bursa karbon Bengkulu
Menurut dia, petani kopi dapat memulai cara bertani kopi yang baik untuk beberapa tanaman. Dengan begitu, petani dapat membandingkan hasil kebun kopi dari tanaman yang dikelola secara tradisional dengan tumbuhan yang dirawat lewat metode terkini yang diajarkan.
Visi ke depan, kata dia, warga Desa Batu Raja R dapat menghasilkan kopi lokal yang bersaing, bahkan dapat didistribusikan ke luar daerah dengan cita rasa kopi yang khas hutan kawasan Lemo Nakai. Terlebih saat ini kopi dari Provinsi Bengkulu belum begitu dikenal secara luas oleh para peminat kopi.
Kopi dari Bengkulu baru ada beberapa seperti varian Rejang. Kendati begitu, kata Day, "brand image" kopi dari Bengkulu masih kalah jika dibanding kopi dari Aceh, Toraja, Bajawa dan sejenisnya. Untuk itu, kopi lokal Bengkulu perlu didorong lagi agar memiliki citra yang baik serta dilirik pecinta kopi dengan kekhasan cita rasanya sendiri.