Kalau sehelai daun jatuh saja terjadi atas kehendak Allah, maka siapa pun yang menjadi presiden dan wakil presiden di negeri ini juga pasti demikian. Allah sudah punya skenario besar untuk 2024 Indonesia akan dipimpin oleh siapa.
Oleh karena itu tugas kita sebagai warga negara adalah berusaha menjemput takdir itu dengan berusaha memilih pasangan calon terbaik dalam perspektif kita, tanpa memaksakan kehendak bahwa calon yang kita dukung harus jadi atau terpilih.
Tidak ada pilihan lain, kecuali kita meyakini bahwa semua pasangan capres-cawapres adalah orang-orang terbaik dari warga bangsa ini yang diseleksi oleh partai politik. Memegang prinsip ini setidaknya akan menyelamatkan jiwa kita agar tidak merasa sakit hati ketika pasangan calon yang kita dukung akhirnya kalah.
Bagi aparatur negara, prinsip ini juga akan menyelamatkan diri dari jebakan pelanggaran hukum terkait pemilu dan ASN, dengan cara berhati-hati dalam bersikap dan berpose saat berfoto di depan umum.
Baca juga: Jadwal kampanye perdana Anies Baswedan di Jakarta dan Jawa Barat
Waspada hoaks
Hal yang perlu selalu diingatkan adalah terkait informasi hoaks. Semua pihak, termasuk yang non-aparatur negara, untuk selalu menyaring informasi yang diterima.
Di era digital saat ini, informasi yang beredar di media sosial sangat banyak yang berpotensi menimbulkan perpecahan karena sifat persebaran informasi yang cepat, masif, dan tanpa melewati proses verifikasi alias berbeda dengan yang menjadi pegangan dari produk jurnalistik.
Bahkan, dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), seseorang bisa membuat narasi dengan tampilan wajah seseorang menyampaikan sesuatu sesuai kehendak pihak yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi pihak lain.
Misalnya, tiba-tiba saja ada konten video wajah capres nomor 1, menjelek-jelekkan capres nomor 2 atau nomor 3. Atau sebaliknya, capres nomor 2 dan 3 menjelek-jelekkan capres lainnya.
Karena wajah dan suaranya yang sama persis dengan si capres, lalu kita telan mentah konten video itu dan jiwa kita terjebak pada rasa sakit hati. Itu saja sudah merugikan diri sendiri, apalagi jika kemudian dilanjutkan dengan menyebarkan kembali informasi tersebut ke berbagai platform media sosial yang kita miliki.
Baca juga: Bengkulu deklarasikan pemilu damai dan kampanye tertib
Menyebarkan informasi yang tidak benar ini harus menjadi perhatian bersama karena ada konsekuensi hukum yang menunggu.
Jika itu dilakukan oleh seorang aparatur negara, konsekuensi hukum menyebar informasi hoaks akan berlapis-lapis. Asas netralitas sudah pasti dilanggar, belum lagi pelanggaran UU ITE.
Ketika hukum berlaku atau masuk ke ranah pengadilan, maka yang merasakan dampaknya bukan hanya si pelaku, tapi juga keluarganya.
Oleh karena itu, saling mengingatkan perlu terus digalakkan untuk menyelamatkan kita, yakni mengingatkan antarteman, antartetangga, antarkeluarga, dan lainnya.
Pemilu sukses dan damai adalah dambaan kita bersama, dan tugas kita mengusahakan dan menjaganya.