Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Pengamat transportasi publik sekaligus akademisi Universitas Bengkulu DR Hardiansyah ST, MT, menyebutkan Pemerintah Provinsi Bengkulu harus segera mengintegrasikan angkutan kota dengan bus rapid transit (BRT) guna mengakomodasi kedua jenis transportasi umum tersebut.
"Kalau seperti sekarang, potensi dampak buruknya semakin besar," kata Hardiansyah.
Pemerintah bersama operator akhirnya menghindari jalur utama sebagai koridor BRT yang dinamai dengan Trans Rafflesia ini karena menghindari konflik dengan angkutan kota yang rutenya sudah berlaku sejak dulu.
Kondisi ini tentu akan menyebabkan peminat BRT tidak bertumbuh dengan baik, sebab masyarakat, sebagian besarnya membutuhkan transportasi umum di jalur utama daerah.
Selain itu kondisi angkutan kota belakangan ini juga semakin sepi penumpang, hal ini bukan karena hadirnya berbagai bentuk moda transportasi yang baru, tetapi lebih kepada persoalan rute dan layanan angkot sendiri.
Ketidakjelasan waktu tempuh, rute yang ruwet serta sisi layanan yang ditawarkan menjadi menjadi pertimbangan masyarakat urung memilih transportasi ini.
Sementara BRT yang diharapkan memiliki kejelasan waktu tempuh dan rutenya, juga tidak dapat mengakomodasi masyarakat dengan baik karena jalur koridor yang telah beroperasi sekarang ini dinilai kurang tepat.
"Akhirnya masyarakat tetap menggunakan kendaraan pribadi mereka baik mobil maupun motor, dan hal itu tentu kabar buruk bagi BRT dan angkot," tutur Hardiansyah.
Solusi terbaik, lanjut dia yakni, dengan merealisasikan koridor Trans Rafflesia di jalur utama daerah dan merevisi rute angkot yang berlaku saat ini.
"Jadi angkot diperuntukkan menjadi angkutan pengumpul dari perumahan-perumahan ke koridor BRT," ucapnya.
Angkutan kota tidak lagi harus menempuh rute panjang seperti sekarang, rute tersebut membuat biaya operasional semakin tinggi dan jumlah penumpang saat ini cenderung mengalami penurunan. Bahkan "passenger load factor (PLF)" atau faktor muat angkutan kota hanya sekitar 2-4 penumpang, sedangkan kapasitas muatan sekali angkut bisa sampai 10-11 penumpang.
"Kalau beroperasi pada jalur perumahan, saya yakin PLF angkot mengalami pertumbuhan sangat baik karena banyak masyarakat yang akan menggunakan ini untuk ke koridor BRT, dan biaya operasional angkot juga akan semakin rendah," ujarnya.
Kondisi seperti itu pun menurut Hardiansyah, membuat angkutan kota dan BRT menjadi bersinergi, bukan malah menimbulkan konflik karena tumpang tindih rute.
Bengkulu harus segera integrasikan angkot dengan BRT
Rabu, 14 November 2018 6:24 WIB 1470