Memasuki penghujung tahun 2024, masyarakat Provinsi Bengkulu diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi akibat tingginya intensitas curah hujan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan wilayah Bengkulu akan mengalami curah hujan di atas normal dalam beberapa bulan mendatang, yang berpotensi memicu banjir, tanah longsor, serta angin kencang di sejumlah titik rawan.

Kondisi ini memerlukan kesiapsiagaan bersama, baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat, untuk meminimalkan dampak kerugian yang mungkin timbul.

Baca juga: Pemkab Rejang Lebong bantu tangani ranah longsor di Kabupaten Lebong

Pada sisi lain, musim hujan merupakan berkah bagi para petani dan warga yang sebelumnya kesulitan mendapatkan air bersih. Namun, hujan deras yang turun secara terus-menerus juga berpotensi memicu bencana.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu, Herwan Antoni, yang juga Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Rejang Lebong, mengingatkan bahwa bencana hidrometeorologi dapat terjadi kapan saja.

"Masyarakat perlu memahami risiko bencana di wilayah masing-masing, terutama di daerah rawan. Kesadaran ini sangat penting untuk meminimalkan dampak buruk, baik terhadap kerugian material maupun korban jiwa," kata dia.

Bencana di Bengkulu

Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau Sumatera. Provinsi ini berbatasan dengan Sumatera Barat di utara, Lampung di selatan, Sumatera Selatan dan Jambi di timur dan Samudra Hindia di barat.

Terdapat 9 kabupaten dan 1 kota di Bengkulu yakni kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Kaur, Kepahiang, Lebong, Mukomuko, Rejang Lebong, Seluma dan Kota Bengkulu.

Berdasarkan data BPBD Provinsi Bengkulu, terdapat 122 titik rawan tanah longsor yang tersebar pada 10 kabupaten/kota.

Baca juga: Pemkab Rejang Lebong antisipasi banjir musiman dalam kota

Kabupaten Rejang Lebong, dengan kondisi geografis berupa perbukitan, menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi.

Selain itu, daerah lain seperti Kepahiang, Lebong, Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, hingga Kaur juga masuk dalam zona merah bencana hidrometeorologi.

Tanah longsor yang terjadi di jalan nasional di Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, misalnya, kerap memutus akses penghubung menuju Kabupaten Kepahiang.

Pada Januari 2024, kejadian longsor menyebabkan jalanan tidak bisa dilalui selama beberapa hari.

"Kejadian seperti ini tidak hanya menghambat transportasi, tetapi juga mengancam keselamatan pengguna jalan," kata Herwan.


Wilayah lain yang juga rawan adalah Desa Talang Ratu, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong. Longsor yang terjadi pada April 2024 merusak jalan provinsi sepanjang 100 meter hingga tidak dapat dilalui kendaraan.

Kepala BPBD Kabupaten Lebong, Tantami, mengatakan meski telah dilakukan perbaikan dengan membuka jalur baru, mitigasi jangka panjang tetap diperlukan.

"Kerusakan jalan ini membutuhkan anggaran besar dan koordinasi dengan pemerintah provinsi," ujarnya.

Kondisi jalan provinsi yang menghubungkan Kabupaten Lebong dengan Rejang Lebong ini hampir setiap musim hujan selalu tertimbun tanah longsor, tebing yang berada di sisi kiri dan kanan jalanan ini menjadi rapuh, mudah tergerus dan runtuh saat hujan deras turun dalam waktu lama.

Baca juga: BPBD Rejang Lebong siagakan peralatan penanggulangan bencana

Selain rawan bencana tanah longsor wilayah Kabupaten Lebong juga menjadi langganan banjir akibat meluapnya Sungai Ketahun.

Banjir ini tidak hanya merusak pemukiman penduduk juga infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan maupun sarana prasarana umum, juga lahan pertanian masyarakat.

Permasalahan lainnya yang menjadi ancaman serius ialah banjir, terutama di wilayah bantaran sungai dan dataran rendah. Intensitas hujan yang cukup tinggi pada saat ini dapat menyebabkan sungai meluap, menggenangi permukiman dan mengganggu kegiatan ekonomi.

Di beberapa daerah, banjir juga merusak infrastruktur yang ada di Kabupaten Lebong seperti jembatan gantung di wilayah Kecamatan Topos, Lebong Sakti, Uram Jaya, dan Beringin Kuning.

Berdasarkan data BPBD Provinsi Bengkulu, kerugian akibat bencana hidrometeorologi pada tahun 2024, mencapai lebih dari Rp250miliar, dengan terparah terjadi di kabupaten Lebong dengan kerugian sebesar Rp140 miliar, dan selebihnya tersebar ke kabupaten/kota lainnya.

Jumlah kerugian akibat banjir dan tanah longsor di provinsi Bengkulu pada tahun 2024 itu mengalami peningkatan dibandingkan kerugian akibat bencana pada 2023 yang ada di kisaran Rp200 miliar.

Langkah-langkah kesiapsiagaan

Menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi, BMKG Provinsi Bengkulu telah memberikan peringatan dini kepada masyarakat pada 10 kabupaten/kota.

Prakirawan BMKG, M. Akbar, menyebutkan bahwa curah hujan di wilayah Bengkulu cenderung meningkat dengan intensitas sedang hingga lebat.

Baca juga: DKP Rejang Lebong siapkan program berkebun di pekarangan rumah

"Kami memanfaatkan sistem Climate Early Warning System (CEWS) untuk memberikan informasi terkait potensi banjir dan cuaca ekstrem," katanya.

Selain itu, BMKG juga berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menyampaikan informasi secara berkala melalui situs web, grup WhatsApp, hingga media sosial.

Langkah ini bertujuan agar pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya mendapatkan informasi yang akurat dan dapat bertindak cepat saat diperlukan.

Di tingkat daerah, BPBD Rejang Lebong telah menyiagakan personel dan peralatan pendukung di seluruh wilayahnya.

Sebanyak 156 desa dan kelurahan di kabupaten ini memiliki relawan BPBD yang siap membantu masyarakat.

"Kami juga menyiapkan peralatan seperti alat berat berupa satu unit loader dan satu unit mini excavator, pelampung, mobil dapur umum, logistik, dan obat-obatan," ujar Kepala Pelaksana BPBD Rejang Lebong, Shalahudin.

Wilayah Kabupaten Rejang Lebong sendiri rawan bencana seperti tanah longsor, banjir, angin puting beliung serta letusan gunung berapi, serta rentan terjadi kebakaran hutan dan lahan terutama di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Kabupaten Rejang Lebong sendiri tercatat sebagai satu-satunya wilayah di Provinsi Bengkulu yang memiliki gunung api berstatus aktif yakni Gunung Api Bukit Kaba.
 
Kondisi jembatan penghubung Desa Dusun Sawah dengan Kelurahan Talang Benih di Kabupaten Rejang Lebong yang nyaris putus digerus banjir yang melanda daerah itu pada awal Januari 2024 lalu. (ANTARA/dok/Nur Muhamad)


Pentingnya Peran Masyarakat

Selain langkah-langkah pemerintah, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mitigasi bencana.


Gubernur Bengkulu 2021-2024, Rohidin Mersyah, mengatakan masyarakat perlu berkontribusi aktif dalam menjaga lingkungan.

"Bengkulu berada di cincin api Pasifik dan rawan berbagai jenis bencana. Perilaku sederhana seperti tidak membuang sampah sembarangan dapat membantu mencegah banjir," kata dia.

Rohidin juga mengingatkan bahwa mitigasi bencana harus menjadi prioritas semua pihak. Dengan meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan, risiko bencana dapat diminimalkan.

"Kewaspadaan masyarakat adalah kunci utama dalam menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi," katanya.

Selain mitigasi teknis, edukasi kepada masyarakat menjadi elemen penting dalam menghadapi bencana. BMKG Provinsi Bengkulu telah meluncurkan program "BMKG Goes to School" yang ditujukan kepada pelajar SMA dan SMK di berbagai wilayah. Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran generasi muda akan pentingnya kesiapsiagaan bencana.

Baca juga: Bengkulu perjuangkan event pariwisata Rejang Lebong jadi agenda tetap

Baca juga: Pemkab Rejang Lebong berikan bonus pada empat penulis buku kebudayaan

"Kami berharap edukasi ini dapat membentuk budaya tanggap bencana sejak dini," kata Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG Provinsi Bengkulu Ashvin Hamzah.

Edukasi ini melibatkan simulasi sederhana, seperti cara membaca peta bencana dan memahami tanda-tanda awal cuaca ekstrem.

Bencana hidrometeorologi menjadi ancaman yang nyata bagi masyarakat Bengkulu, terutama di musim hujan.

Potensi banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung harus diantisipasi secara serius oleh semua pihak. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait, risiko bencana dapat diminimalkan.

Langkah-langkah seperti meningkatkan kewaspadaan, memanfaatkan teknologi peringatan dini, menjaga lingkungan, dan mendukung program edukasi adalah kunci dalam menghadapi ancaman ini.

"Ketika bencana datang, kesiapan dan kesadaran masyarakat akan menjadi faktor penentu keselamatan," kata Ashvin.

Pewarta: Nur Muhamad

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024