Yayasan Kanopi Hijau Indonesia mendesak arapat penegak hukum baik kepolisian maupun Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengusut dugaan pelanggaran hukum atas pembuangan limbah cair Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang yang dioperasikan PT Tenaga Listrik Bengkulu yang belum memiliki izin buang limbah.
“Kalau dibiarkan tanpa diproses hukum maka patut kita pertanyakan upaya penegakan hukum di negeri ini,” kata Juru Kampanye Energi Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu saat konferensi pers di Bengkulu, Selasa.
Baca juga: DPRD sesalkan DLHK biarkan PLTU buang limbah cair tanpa izin
Menurut dia, pembuangan limbah cair PLTU batu bara harus memiliki izin dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara dari keterangan Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Zainubi menyebutkan bahwa pembuangan limbah dapat dilakukan hingga tiga bulan dengan catatan limbah yang dibuang tidak melebihi ambang baku mutu.
Pertanyaan ini menurut Olan justru keliru dan bertentangan dengan Peraturan Permen LH No 8 Tahun 2009, Kepmen LH No 51 Tahun 2004 dan Permen LH No 12 Tahun 2006 tentang persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut.
“Dalam peraturan ini tidak ada memuat tentang percobaan buang limbah air bahang ke laut untuk mengetahui terlampaui atau tidaknya baku mutu atau tidak. Jadi aparatur DLHK keliru kalau menyebut bisa buang limbah sampai terpenuhi ambang baku mutu,” ujarnya.
Baca juga: Manajemen PLTU Batubara Bengkulu sebut izin limbah dalam proses
Olan mengatakan, dari catatan Kanopi, pasca-uji coba PLTU dan aliran limbah mulai masuk ke laut di sekitar perairan Teluk Sepang, kasus penyu mati mulai muncul.
Dari data yang dimiliki lembaga ini, kematian penyu pertama terdokumentasi pada 10 November 2019 di mana dua penyu mati ditemukan dalam radius 50 meter dari saluran air bahang. Sejak itu, kematian penyu terus beruntun, hinggai 18 Januari 2020 jumlah penyu mati mencapai 28 ekor.
Menurut nelayan setempat sebut Olan, kasus puluhan bangkai penyu terdampar di sekitar Pantai Teluk Sepang belum pernah terjadi sampai proyek PLTU batu bara berdiri dan mengadakan uji coba menghidupkan mesin dan membuang limbah bahang ke laut.
Dari catatan Kanopi, uji coba PLTU pertama berlangsung pada 19-26 September 2019 dan kedua pada 8-15 Oktober 2019. Informasi terkait uji coba ini beredar di masyarakat Teluk Sepang melalui pesan singkat dengan pengumuman dalam dua bahasa yakni Indonesia dan China.
Mirisnya, hingga kasus kematian penyu ke-28 yang terjadi tiga bulan sejak kematian penyu pertama kali ditemukan, belum ada pihak yang mampu mengungkap penyebab kematian satwa dilindungi ini.
Penyu adalah spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/menlhk/setjen/Kum.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Baca juga: Kanopi desak BKSDA usut kematian 27 penyu di Bengkulu
Atas kondisi ini Kanopi menyampaikan tiga poin tuntutan yakni meminta Gubernur Bengkulu mencabut izin lingkungan PT TLB, mendesak kepolisian mengusut pelanggaran pembuangan limbah tanpa izin dan mendesak BKSDA mengusut kematian puluhan penyu di Pantai Bengkulu, terutama di sekitar saluran limbah air bahang.
Sebelumnya Direktur PT TLB Willy Cahya Sundara, dalam surat yang dikirimkan ke redaksi Antara menyebutkan bahwa izin pembuangan limbah cair atau IPCL PLTU batu abra Teluk Sepang masih dalam proses.
Kata Willy, pihaknya telah membahas terkait izin pembuangan limbah cair bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan saat itu pihak KLHK menyampaikan beberapa koreksi dan telah diperbaiki oleh PT TLB.
Sementara Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Pol Sudarno saat dimintai konfirmasi terkait desakan Kanopi menyebutkan akan berkoordinasikan dengan KLHK terkait perizinan pembuangan limbah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
“Kalau dibiarkan tanpa diproses hukum maka patut kita pertanyakan upaya penegakan hukum di negeri ini,” kata Juru Kampanye Energi Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu saat konferensi pers di Bengkulu, Selasa.
Baca juga: DPRD sesalkan DLHK biarkan PLTU buang limbah cair tanpa izin
Menurut dia, pembuangan limbah cair PLTU batu bara harus memiliki izin dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara dari keterangan Kabid Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Zainubi menyebutkan bahwa pembuangan limbah dapat dilakukan hingga tiga bulan dengan catatan limbah yang dibuang tidak melebihi ambang baku mutu.
Pertanyaan ini menurut Olan justru keliru dan bertentangan dengan Peraturan Permen LH No 8 Tahun 2009, Kepmen LH No 51 Tahun 2004 dan Permen LH No 12 Tahun 2006 tentang persyaratan dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ke laut.
“Dalam peraturan ini tidak ada memuat tentang percobaan buang limbah air bahang ke laut untuk mengetahui terlampaui atau tidaknya baku mutu atau tidak. Jadi aparatur DLHK keliru kalau menyebut bisa buang limbah sampai terpenuhi ambang baku mutu,” ujarnya.
Baca juga: Manajemen PLTU Batubara Bengkulu sebut izin limbah dalam proses
Olan mengatakan, dari catatan Kanopi, pasca-uji coba PLTU dan aliran limbah mulai masuk ke laut di sekitar perairan Teluk Sepang, kasus penyu mati mulai muncul.
Dari data yang dimiliki lembaga ini, kematian penyu pertama terdokumentasi pada 10 November 2019 di mana dua penyu mati ditemukan dalam radius 50 meter dari saluran air bahang. Sejak itu, kematian penyu terus beruntun, hinggai 18 Januari 2020 jumlah penyu mati mencapai 28 ekor.
Menurut nelayan setempat sebut Olan, kasus puluhan bangkai penyu terdampar di sekitar Pantai Teluk Sepang belum pernah terjadi sampai proyek PLTU batu bara berdiri dan mengadakan uji coba menghidupkan mesin dan membuang limbah bahang ke laut.
Dari catatan Kanopi, uji coba PLTU pertama berlangsung pada 19-26 September 2019 dan kedua pada 8-15 Oktober 2019. Informasi terkait uji coba ini beredar di masyarakat Teluk Sepang melalui pesan singkat dengan pengumuman dalam dua bahasa yakni Indonesia dan China.
Mirisnya, hingga kasus kematian penyu ke-28 yang terjadi tiga bulan sejak kematian penyu pertama kali ditemukan, belum ada pihak yang mampu mengungkap penyebab kematian satwa dilindungi ini.
Penyu adalah spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/menlhk/setjen/Kum.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.
Baca juga: Kanopi desak BKSDA usut kematian 27 penyu di Bengkulu
Atas kondisi ini Kanopi menyampaikan tiga poin tuntutan yakni meminta Gubernur Bengkulu mencabut izin lingkungan PT TLB, mendesak kepolisian mengusut pelanggaran pembuangan limbah tanpa izin dan mendesak BKSDA mengusut kematian puluhan penyu di Pantai Bengkulu, terutama di sekitar saluran limbah air bahang.
Sebelumnya Direktur PT TLB Willy Cahya Sundara, dalam surat yang dikirimkan ke redaksi Antara menyebutkan bahwa izin pembuangan limbah cair atau IPCL PLTU batu abra Teluk Sepang masih dalam proses.
Kata Willy, pihaknya telah membahas terkait izin pembuangan limbah cair bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan saat itu pihak KLHK menyampaikan beberapa koreksi dan telah diperbaiki oleh PT TLB.
Sementara Kabid Humas Polda Bengkulu, Kombes Pol Sudarno saat dimintai konfirmasi terkait desakan Kanopi menyebutkan akan berkoordinasikan dengan KLHK terkait perizinan pembuangan limbah tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020