Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) merespons kritik Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait keinginan untuk audit terhadap banyaknya investor yang tertarik kepada perusahaan minyak dan gas (migas) plat merah tersebut.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman kepada Antara di Jakarta, Kamis, menyatakan direksi telah melakukan banyak perbaikan dan hal positif melalui eksplorasi aset migas dalam negeri dan luar negeri, peningkatan produksi, pembangunan kilang, maupun inovasi di hilir untuk memastikan BBM dan LPG sampai dan tersalurkan ke seluruh Indonesia.
“Untuk mewujudkan aspirasi pemegang saham, direksi perlu melakukan corporate action dalam rangka pertumbuhan perusahaan dan juga memastikan ketahanan energi nasional,” katanya.Menanggapi kritik Ahok soal utang Pertamina, Fajriyah menjelaskan bahwa untuk menjalankan target dan program perusahaan, Pertamina membutuhkan pendanaan baik dari dana internal perusahaan maupun eksternal yang dilakukan hati-hati dan profesional.
Dari sisi besaran rasio, misalnya debt to EBITDA dan debt to equity , kata dia, tetap dijaga, tetap diupayakan dalam kontrol yang wajar sebagai perusahaan yang sehat.
“Aspek keuangan ini juga di monitor oleh Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham. Begitu pula mekanisme yang dilakukan tetap mengacu pada regulasi yang ada,” tegasnya.
Harapannya ke depan Pertamina dapat mewujudkan aspirasi stakeholder dengan tata kelola yang lebih baik. “Karena tentu kita semua ingin Pertamina terus tumbuh dan menjadi kebanggaan nasional,” ujarnya.
Sebelumya Ahok menyatakan keinginan untuk melakukan audit terhadap proyek kilang minyak karena dinilai ada yang tidak benar dalam proses penyelenggaraannya.
Ia menilai ada banyak tawaran kerja sama kepada Pertamina namun banyak yang ditolak, karena itu ia berinisiatif akan meminta audit.
Pertamina sendiri saat ini memiliki dan mengoperasikan enam kilang dengan kapasitas total sebesar 1.046,70 ribu barel. Salah satu kilang baru Pertamina sempat dijajaki dengan perusahaan migas Timur Tengah, Saudi Aramco, namun pada akhirnya batal. Kemudian ada investor negara lainnya tertarik terhadap kilang RDMP Cilacap.